Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Septia Dwi Pertiwi, seorang buruh yang didakwa dengan pidana pencemaran nama baik bosnya Jhon LBF, meyakini bahwa dirinya tidak bersalah. Menurut Septia, perbuatan mengkritik kondisi kerja yang dianggap melanggar aturan ketenagakerjaan bukanlah merupakan tindak pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keyakinan Septia ini terpupuk setelah dirinya menerima dukungan dari berbagai pihak, seperti serikat buruh dan juga pendukungnya di media sosial. “Aku sangat bersyukur, dengan adanya dukungan tersebut, aku menjadi lebih yakin kalau apa yang aku lakukan tidak salah,” ucap Septia usai menjalani persidangan dengan agenda pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu, 18 Desember 2024. “Tidak ada kesalahan kriminal yang aku lakukan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Septia Dwi Pertiwi dibawa ke meja hijau oleh pengusaha sekaligus pemilik perusahaan PT Hive Five, yakni Henry Kurnia Adhi alias Jhon LBF, atas tuduhan pencemaran nama baik. Septia mengkritik upah di perusahaan tersebut yang di bawah UMR dan juga upah lembur yang tak dibayarkan. Selain itu, dia juga mengeluhkan jam kerja yang lebih dari 8 jam, hingga pemotongan gaji sepihak yang dilakukan perusahaan. Berbagai kritik tersebut disampaikan Septia lewat akun media sosial pribadinya.
Dalam nota pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum, Septia menyebutkan dukungan masyarakat itu menunjukkan bahwa kritik yang ia sampaikan relevan. “Majelis hakim yang saya hormati, hari ini pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan, seperti upah murah, lembur tidak dibayar, kerja 24 jam (yang merupakan frasa hiperbola dari tidak ada hari libur), dan tidak ada jaminan kesehatan, merupakan hal yang jamak ditemukan,” ujar Septia. Menurut dia, Jhon LBF sudah terbukti melanggar hak ketenagakerjaan sebagaimana terungkap dalam pembuktian di persidangan.
Lebih lanjut, Septia mengatakan bahwa kritik itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi. “Sebagai individu, saya memiliki kebebasan, dan saya meyakini, demikian pula dengan Majelis Hakim yang ada di hadapan saya,” tutur Septia. Dia pun berharap majelis hakim dapat melihat bahwa tidak ada unsur pencemaran nama baik maupun fitnah dalam perkara ini. “Saya yakin majelis hakim menjadi pembebas bukan untuk saya saja, namun pembebas bagi semua orang yang berani menghentikan praktik penindasan.”
Septia yakin bahwa perkara ini bukanlah perkara tindak pidana. “Untuk itu, Majelis Hakim Yang Mulia, saya memohon untuk dilepas dari dakwaan dan tuntutan terhadap saya dalam perkara ini,” ucap Septia menutup pleidoinya.
Adapun jaksa penuntut umum menuntut hukuman satu tahun penjara terhadap Septia Dwi Pertiwi, mantan buruh PT Hive Five yang dituduh mencemarkan nama baik bosnya, Jhon LBF. Jaksa menilai Septia terbukti melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 36 Jo Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut JPU, Septia dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Septia Dwi Pertiwi selama satu tahun dikurangi dengan masa penahanan sementara yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” demikian bunyi tuntutan jaksa, Rabu, 11 Desember 2024. Selain itu, JPU juga menuntut Septia pidana denda sebesar Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara.