HARIMAU mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, dan KPKPN bubar meninggalkan nama harum. Mungkin itu yang ada dalam niat Jusuf Syakir, Ketua Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), sehingga kasus M.A. Rachman buru-buru diserahkan kepada polisi untuk disidik. Selasa, 3 Desember lalu, KPKPN secara resmi menyerahkan berkas pemeriksaan Jaksa Agung M.A. Rachman ke Markas Besar Kepolisian RI. Komisi itu juga telah menyerahkan laporan kekayaan Rachman, lengkap dengan rekomendasinya, kepada Presiden Megawati. Isinya, meminta Presiden memberhentikan Rachman.
Anggota subkomisi yudikatif, Petrus Selestinus, mengatakan penyerahan laporan ini menunjukkan Komisi telah menemukan indikasi penyimpangan ke arah korupsi, khususnya untuk rumah mewah Rachman di Graha Cinere serta deposito Rp 800 juta yang tak dilaporkan kepada Komisi. Indikasi tersebut diperkuat oleh sikap Rachman sendiri yang terkesan menutup-nutupi sumber kekayaan yang diduga diperoleh dengan cara-cara berbau korupsi. Harta sebesar itu mustahil diperoleh dari gaji resmi.
Tengok saja bagaimana Rachman plintat-plintut saat memberikan keterangan kepada Komisi dari mana kekayaan itu diperoleh. Awalnya, Rachman bilang rumahnya di Cinere itu telah dijual pada tahun 2000 lalu. Belakangan, sertifikat tanah dan bangunan di Cinere itu ternyata diatasnamakan Chairunnisa, putri sulungnya. Faktanya, biaya pembangunan rumah senilai lebih dari Rp 2 miliar itu ditanggung oleh Rachman. Dan menurut akta, rumah itu baru dijual Chairunnisa kepada Husin Tanoto, 14 Januari lalu. Artinya, keterangan Rachman bohong belaka.
Mengenai asal-usul deposito Rp 800 juta, keterangan Rachman juga tak tentu arah. Awalnya, ia mengakui bahwa duit Rp 800 juta itu adalah pemberian para pengusaha Jawa Timur yang memberi sangu kepada Rachman saat bertandang ke Jakarta. Tapi, pada pemeriksaan kedua, Rachman meralat ucapannya. Sebagian dari uang itu didapatnya dari arisan pengusaha yang dikoordinasi Rachman. Sisanya berasal dari honor mengajar di universitas, Tim Pengamanan Hutan Terpadu, anggota musyawarah pimpinan daerah di beberapa daerah, anggota Badan Sensor Film, ditambah gaji bulanan dan duit sisa mutasi kerja selama 37 tahun berkarier sebagai jaksa.
Soekotjo Soeparto, anggota tim pemeriksa dari KPKPN, mengatakan, dengan berbagai temuan yang dipaparkan dalam laporan itu, Komisi berkesimpulan Rachman telah melanggar disiplin pegawai yang diatur lewat Pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30/1980 tentang Aturan Disiplin Pegawai Negeri. Itu sebabnya, seperti dikatakan Petrus, ia berharap polisi bisa menindaklanjuti sejumlah temuan Komisi dalam pemeriksaan Rachman.
Apakah laporan ini merupakan malapetaka bagi Rachman? Belum tentu. Nasib Rachman bergantung pada Megawati. Dan Megawati sudah jelas-jelas mengatakan di depan pemimpin Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bahwa dirinya tak akan mencopot Rachman dari kursi Jaksa Agung hanya gara-gara soal rumah di Cinere itu. Masalahnya adalah bagaimana kalau nanti polisi—kalau berani—mengusut dan menyidik Rachman berdasarkan laporan KPKPN itu dan ketahuan bahwa harta Rachman datang dari hasil korupsi. Jika Megawati masih tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk mempertahankan Rachman, sudah jelaslah betapa bobroknya pemerintahan ini.
Konon, mulai ada sinyal lain dari istana. Itu terlihat saat digelar buka puasa bersama di rumahnya beberapa waktu lalu. Saat itu, kepada kolega dekatnya, Taufiq Kiemas menyatakan Rachman sudah tak bisa dipertahankan lagi. Belum lama ini, lewat beberapa orang terdekatnya, Mega juga tampaknya ingin "meralat" ucapannya mempertahankan Rachman. Dwi Ria Latifa, anggota Fraksi PDIP, berkeyakinan Mega tak mungkin mengabaikan begitu saja laporan KPKPN.
Memang, kalau Mega bersikukuh mempertahankan Rachman, kredibilitasnya di mata pendukung PDIP akan pasti surut, apalagi di mata rakyat. Jika Jusuf Syakir saja ingin meninggalkan "gading" kepada masyarakat, rasanya mustahil kalau Megawati meninggalkan predikat tak sedap dalam hal penegakan hukum menjelang berakhir masa jabatannya, 2004 kelak.
Iwan Setiawan, Nezar Patria
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini