Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kasus Ronald Tannur, Kakak Hakim PN Surabaya Jadi Saksi untuk Menjelaskan Asal-usul Warisan

Arif Budi Harsono menjadi saksi untuk hakim PN Surabaya Heru Hanindyo yang kini jadi terdakwa kasus Ronald Tannur.

18 Maret 2025 | 14.11 WIB

Terdakwa kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, Heru Hanindyo bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 14 Januari 2025 TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Terdakwa kasus suap vonis bebas Ronald Tannur, Heru Hanindyo bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 14 Januari 2025 TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Arif Budi Harsono menjadi saksi a de charge atau meringankan dalam sidang adiknya Heru Hanindyo, hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terjerat kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur. Namun, ia tak disumpah seperti saksi pada umumnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso, mulanya bertanya apakah Arif mengenal Heru. Arif menjawab, terdakwa adalah adik kandungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Tanggapan dari penuntut umum, ini adik kandung?" tanya Teguh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 18 Maret 2025.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjawab, Arif Budi memang ada di berkas perkara. "Tapi karena yang bersangkutan setiap sidang hadir, mohon izin kami keberatan kalau beliau sebgai saksi."

"Setiap sidang, saya perhatikan beliau hadir terus," ujar Teguh mengamini. 

Penasihat hukum Heru Hanindyo pun keberatan. "Keterangan yang akan disampaikan Pak Arif Budi ini tidak ada kaitannya dengan masalah persidangan yang lalu."

"Iya bukan masalah, maksudnya beliau ini setiap hari setiap persidangan Pak Heru kan hadir terus," ucap Teguh.

Penasihat hukum Heru berkukuh, "izin Yang Mulia, bagaimana nanti kami bisa membuktikan kalau hartanya ini berasal dari warisan kalau tidak menghadirkan keluarga?"

Ia melanjutkan, beberapa harta yang disita dari kliennya adalah warisan. Oleh sebab itu, ia menilai perlu kesaksian keluarga Heru.

"Kami ingin agar saksi didengar dalam persidangan hari ini, untuk dipertimbangkan atau tidak nanti kami serahkan kepada majelis," kata pengacara Heru.

Akhirnya, majelis hakim memutuskan untuk mendengar keterangan Arif Budi. Namun, ia tak diambil sumpah sebagai saksi.

Heru Hanindyo adalah salah satu dari tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur dari tuduhan pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti. Dua lainnya adalah Erintuah Damanik dan Mangapul. 

Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (S$). Jaksa Penuntut Umum atau JPU menduga hadiah atau janji itu untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada tiga hakim tersebut.

Ketiganya diduga telah mengetahui uang yang diberikan oleh pengacara Lisa Rahcmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap kliennya Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.

Selain itu, jaksa penuntut umum menilai Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Duit uang diterima itu sebesar Rp 97,5 juta, S$ 32 ribu, dan 35.992,25 ringgit (RM). 

Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, 2.000 dolar Amerika Serikat (US$), dan S$ 6.000.

Sedangkan Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 104.500.000 atau Rp 104,5 juta, US$ 18.400, S$ 19.100, 100.000 yen (¥), 6.000 euro (€), dan 21.715 riyal Saudi (SR).

Ketiganya didakwa menerima suap ihwal vonis bebas Ronald Tannur yang melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas penerimaan gratifikasinya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus