Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kata Pemerhati HAM UGM Soal Penembakan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Dosen UGM mengatakan Indonesia dan Malaysia perlu menyikapi kasus penembakan pekerja migran untuk mengevaluasi mekanisme perlindungan pekerja migran.

4 Februari 2025 | 15.54 WIB

Ilustrasi penembakan. dentistry.co.uk
Perbesar
Ilustrasi penembakan. dentistry.co.uk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerhati Hak Asasi Manusia Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim mengatakan kasus penembakan lima pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia atau APMM di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Jumat, 24 Januari 2025, melanggar hukum internasional. “Terutama soal HAM,” ujar Dafri di Yogyakarta pada Senin, 3 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Dia mengatakan kasus itu tidak sekadar memerlukan protes diplomatik dari pemerintah Indonesia, tetapi dibutuhkan pula perbaikan sistemik di dalam negeri. Indonesia dan Malaysia, kata dia, perlu menyikapi kasus itu sebagai momentum evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme perlindungan pekerja migran satu sama lain.

“Seharusnya ini tidak hanya berhenti pada pemberian kompensasi dan penjatuhan hukuman nanti. Lebih dari itu, kedua negara harus membahas ulang mekanisme perlindungan pekerja migran agar kejadian serupa tidak terus berulang,” ujarnya.

Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM itu menekankan pentingnya kerja sama kedua negara memberantas jaringan perdagangan manusia dan percaloan tenaga kerja ilegal.

Di tingkat ASEAN, kata dia, sebenarnya sudah ada protokol yang mengatur perlindungan pekerja migran, tetapi implementasinya tidak berjalan efektif. Karena itu, Dafri mendorong penyelesaian kasus tersebut bukan hanya dilakukan secara parsial, melainkan harus dengan pendekatan sistematis yang mencakup aspek hukum, ekonomi, dan sosial.

Dengan kejadian tersebut, dia memandang Indonesia dihadapkan pada tugas besar, yakni menuntut keadilan bagi korban, membenahi kebijakan ketenagakerjaan, serta memperkuat perlindungan bagi pekerja migran agar tragedi serupa tidak terus berulang.

Dafri menuturkan fenomena pekerja migran ilegal masuk ke negara Malaysia tidak hanya disebabkan oleh kebijakan Malaysia, tetapi juga dipicu kombinasi sejumlah faktor, yakni faktor pendorong dari dalam negeri (push factor) dan faktor penarik dari negara tujuan (pull factor). “Jika di dalam negeri tersedia pekerjaan dengan upah layak, maka masyarakat tidak akan mengambil risiko besar dengan bekerja secara ilegal di luar negeri,” ujarnya.

Di sisi lain, Malaysia menjadi daya tarik bagi pekerja migran karena menawarkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. 

Kombinasi tersebut, menurut Dafri, diperburuk dengan keberadaan peran calo serta sindikat perdagangan tenaga kerja yang menjadi intermediary factor atau faktor ketiga dalam rantai migrasi ilegal. “Berantas kejahatan ini hingga ke akar-akarnya dan bentuk hubungan bilateral yang jelas serta mampu melindungi warga negara,” tuturnya.

Kementerian P2MI akan Bentuk Tim Investigasi Penembakan WNI di Malaysia

Sementara itu, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau P2MI akan membentuk tim investigasi untuk menggali fakta penembakan WNI di Malaysia. Wakil Menteri P2MI Dzulfikar Ahmad Tawalla mengatakan tim investigasi ini akan melibatkan elemen lintas kementerian dan instansi. “Semoga koordinasi kami dengan Kementerian Luar Negeri, terkhusus KBRI Malaysia itu segera membentuk tim investigasi bersama,” kata Dzulfikar saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Februari 2025.

Dzulfikar mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan KBRI di Kuala Lumpur untuk memastikan kondisi korban. Menurut dia, Kementerian P2MI telah memfasilitasi penjemputan satu jenazah korban hingga pemakamannya di Kabupaten Bengkalis, Riau. “Kemudian dari empat korban tersisa, dua kondisi sudah siuman, dua lagi masih perawatan intensif di rumah sakit Singapura,” ujarnya.

Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini juga membantah para korban penembakan itu sempat menyerang personel APMM. Sebelumnya, pihak APMM menyatakan kapal yang ditumpangi WNI menyerang aparat saat dicegat di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia.

Penyerangan itu dijadikan alasan tim patroli menembak ke arah kapal yang sedianya akan mengangkut sejumlah WNI dari Selangor menuju Dumai secara ilegal. Penembakan itu menyebabkan satu WNI tewas dan empat lainnya luka-luka.

Atase Kepolisian KBRI di Malaysia Komisaris Besar Juliarman Eka Putra Pasaribu mengatakan kapal yang ditumpangi sejumlah PMI itu berusaha melarikan diri ketika diminta berhenti oleh pihak APMM. Kapal itu mengangkut sejumlah WNI yang masuk ke Malaysia secara ilegal dan hendak kembali lagi ke Indonesia. “Mereka hendak menuju Dumai dengan membayar sejumlah uang kepada agen yang akan menyelundupkan,” kata Juliarman.

Sebelum peristiwa penembakan terjadi, kata Juliarman, tim patroli APMM meminta kapal yang mengangkut WNI itu berhenti dan memberikan identitas. Namun kapal yang ditumpangi pekerja migran itu mengabaikan perintah dan melarikan diri dengan kecepatan tinggi.

Dia mengatakan sempat terjadi aksi kejar-kejaran. Namun tim patroli APMM tak mampu mencegah kapal itu karena melaju dengan kecepatan tinggi. “Kapalnya menggunakan tiga mesin, karena tidak terkejar, mereka melepaskan tembakan sebanyak 10 kali ke arah target dan akhirnya melukai penumpang di dalamnya,” kata Juliarman.

Hammam Izzuddin, Nandito Putra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Reaksi Prabowo setelah Tinjau Langsung Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus