Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Keadilan Bagi Pemadat Tua

Loe hoeng yoe alias a lu pak, 81, divonis 6 thn. ketahuan makan tahi candu. tapi dibebaskan hakim mussali karena kondisi fisiknya tinggal menunggu ajal. walau melanggar kep. ma tentang uu narkotik. (hk)

30 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Pengadilan Negeri Jakarta Barat lelaki tua Loe Hoeng Yoe alias A Lu Pak, 81, jelas terbukti bersalah menyalahgunakan narkotik, berupa candu. Menurut undang-undang narkotik, karena kesalahan itu A Lu Pak bisa dijatuhi hukuman 6 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai A. Halim Mussali rupanya tidak hanya sekadar berpegang kepada ketentuan formal, tapi juga rasa keadilan. Berdasarkan keadilan itulah, pekan lalu, majelis melepaskan A Lu Pak dari tuntutan hukuman. "Orang itu memang terbukti bersalah memakai candu, tapi untuk menjatuhkan hukuman kami juga melihat keadaan terdakwa. Lu Pak itu hanya tinggal menunggu mati saja, kalau sampai ia dipenjarakan mungkin tidak sampai seminggu ia sudah mati di penjara," kata Mussali memberi alasan. Tidaklah berlebihan Mussali menyebut Lu Pak tinggal menunggu ajal. Dilahirkan di Shantung, RRC, Lu Pak datang ke Indonesia sekitar 1925 sebagai pedagang kain pikulan. Dl sini orang perantauan yang hidup sebatang kara itu disebut sudah ketagihan candu sejak mudanya. Ketagihan itu semakin berlarut, karena waktu itu pemerintah tidak melarang orang mengisap candu. Baru setelah narkotik menjadi ancaman kehidupan manusia dan dilarang undang-undang pada 1976, Lu Pak mencoba menghentikan kesenangannya itu. Tapi sulit. Ia merasakan sakit di berbagai bagian tubuhnya bila tidak mengisap candu. Di antaranya pada perut, dada, ulu hati, dan jantung. "Baru kalau saya mengisap lagi terasa enak," kata Lu Pak. Untuk melawan rasa sakit itulah, Lu Pak yang kini sudah tuli dan hanya mampu berjalan di sekitar kamarnya, suatu hari berusaha memakan tahi candu yang didapatnya dari pipa tua miliknya. "Pipa itu saya pecahkan, isinya berupa tahi candu saya kerok," kata Lu Pak yang datang ke pengadilan dengan dipapah. Tapi malang baginya, perbuatannya di awal tahun lalu itu diketahui polisi sehingga ia ditangkap. Kejaksaan kemudian menyeretnya ke sidang. Haruskah penegak hukum bertindak sesuai dengan hukum formal untuk orang-orang semacam Lu Pak? Sekitar 10 tahun lalu, pihak polisi sebenarnya mempunyai kebijaksanaan untuk menutup mata dalam menghadapi para pemadat tua, bahkan rumah-rumah madat mereka jarang disatroni. "Kebijaksanaan polisi dari dulu sampai sekarang tetap sama, pemberantasan rumah madat memang tidak dilakukan secara drastis dan intensif," kata Kepala Dinas Penerangan Mabak Kolonel Suwarno, ketika itu. Artinya, selain tidak mengizinkan rumah madat baru, polisi hanya mengawasi saja pemadat-pemadat renta itu menikmati sisa hidupnya dengan candu. Sebab, dari kalangan kedokteran, ketika itu, didapat keterangan, menutup rumah madat sama saja artinya dengan membunuh sekian pemadat yang sangat bergantung pada candu itu. RUPANYA, kebijaksanaan itu kini berubah. Lihat saja, polisi menangkap Lu Pak. "Kami sebagai penyidik hanya berpegang kepada undang-undang antinarkotik," kata Kepala Unit Narkotik Polda Metro Jaya, Kapten (Pol) Misran, pekan lalu. Dalam undang-undang yang dilahirkan 1976 itu, memang, tidak ada kekecualian terhadap pelanggaran narkotik. Pihak Kejaksaan, seperti dikatakan sumber di Kejaksaan Tinggi, memang menempuh kebijaksanaan pukul rata berdasarkan ketentuan formal yang ada. Bahkan, menurut sumber itu, semua perkara narkotik tuntutannya sudah digariskan dari Kejaksaan Agung. Jaksa Delimat Effendi, yang menuntut Lu Pak 3 tahun penjara, pun membenarkan tuntutannya berdasarkan perintah atasan. "Itu sudah kehendak Kejaksaan Agung yang setiap sidang menerima laporan kami dari lapangan," kata Delimat. Benteng terakhir memang di tangan hakim, yang bebas memutus menurut hati nuraninya. Hati nurani Mussali ternyata memaafkan kakek tua itu dan karena itu kendati hukuman narkotik sudah dipatok agar diputus maksimal oleh rapat kerja Mahkamah Agung -- Mussali melepaskan Lu Pak dari tuntutan hukuman. "Saya kira orang seperti Lu Pak itu bukan sasaran pembuat undang-undang," ujar Mussali. Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus