Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan penangkapan eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono, dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, tidak perlu izin dari Ketua Mahkamah Agung (MA).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi sama dengan beberapa tersangka terdahulu, ketika dilakukan tangkap tangan, maka sesuai ketentuan yang ada, tidak diperlukan izin dari MA," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers pada Selasa malam, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersangka terdahulu yang dimaksud Abdul Qohar adalah tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
"Kapan tertangkap tangan? Sesaat setelah ditemukan barang bukti bahwa tersangka diduga melakukan tindak pidana," ujar Abdul Qohar.
Dia menjelaskan, penyidik sudah beberapa kali melakukan penggeledahan. "Di Surabaya, kami menemukan BBE (barang bukti elektronik) terkait dengan percakapan bukti-bukti penyerahan uang."
Selain itu, penyidik juga telah menggeledah dua rumah Rudi Suparmono di Jakarta Pusat dan Palembang pada Selasa, 14 Januari 2025. Dalam penggeledahan tersebut juga ditemukan uang tunai sejumlah Rp 1.728.844.000 (Rp 1,72 miliar), USD 388.600, dan SGD 1.099.626. Apabila dikonversi menjadi rupiah hari ini, kata dia, kurang lebih sebesar Rp 21.141.956.000 (Rp 21,14 miliar).
Rudi Suparmono ditangkap tim penyidik di Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada Selasa. Rudi kemudian dibawa ke Kompleks Kejaksaan Agung di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
"Selanjutnya karena ditemukan bukti yang cukup ada tindak pidana korupsi, setelah dilakukan pemeriksaan, maka RS ditetapkan sebagai tersangka," kata Abdul Qohar.
Adapun penangkapan hakim sebenarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Pasal 26 aturan tersebut menyatakan, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua MA dan Menteri Kehakiman.
Namun, dalam pasal itu juga terdapat pengecualian apabila: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau c. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.