Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Fakta baru kembali terungkap dalam penyidikan kasus dugaan suap hakim dalam putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Terbaru, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan bahwa hakim Djuyamto, salah satu tersangka dalam kasus ini, sempat menitipkan tas berisi 37 lembar uang dolar Singapura ke satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sebelum ditangkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Informasi ini dibenarkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar. “Benar (Djuyamto menitipkan tas ke PN Jakarta Selatan),” ucap Harli di Jakarta, Kamis, 17 April 2025, dikutip dari Antara.
Menurut Harli, tas yang juga berisi dua ponsel itu telah diserahkan satpam PN Jakarta Selatan kepada penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. “Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang ditutupi dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” kata dia.
Harli menyatakan belum bisa mengungkapkan informasi terkait waktu dan tujuan penitipan tas tersebut kepada satpam. Namun, tas itu kini telah disita oleh penyidik. “Berita acara penyitaannya sudah ada,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung menjemput paksa hakim Djuyamto untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan suap atas vonis lepas perkara korupsi minyak goreng. Djuyamto merupakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memberikan vonis lepas terhadap tiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Saat itu Harli mengatakan bahwa penyidik melakukan penjemputan paksa setelah mereka menunggu kedatangan Djuyamto memenuhi panggilan pemeriksaan pada Ahad, 13 April 2025. “Sudah kita tunggu sampai malam ini, dan berdasarkan informasi, penyidik sedang melakukan penjemputan,” kata Harli, Ahad.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Kejagung pun menetapkan Djuyamto sebagai salah satu tersangka dalam perkara yang turut menyeret mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, ini.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan 3 orang sebagai tersangka. Tersangka DJU (Djuyamto) selaku hakim karir pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Abdul Qohar, Selasa, 14 April 2025.
Dalam kasus itu, Arif menunjuk tiga majelis hakim untuk menangani perkara korupsi minyak goreng. Majelis Hakim itu terdiri dari Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc. Setelah surat penetapan sidang terbit, Arif memanggil Djuyamto dan Agam untuk memberikan uang dalam bentuk dolar dengan total senilai Rp 4,5 miliar.
“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujarnya. Uang tersebut kemudian oleh Djuyatmo dibagikan kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Beberapa waktu setelahnya, Arif kembali menyerahkan uang dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang bila dikonversi ke rupiah bernilai sekitar Rp 18 miliar. Djuyamto lalu membagikan uang tersebut kepada Agam dan Ali. Bila dirupiahkan, uang untuk Agam Syarif Baharuddin sebesar Rp 4,5 miliar dan untuk Ali Muhtarom sebesar Rp 5 miliar.
“Ketiga hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag, dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng diputus ontslag oleh majelis hakim,” ucap Qohar.
Hanin Marwah dan Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.