Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Kementerian PPPA Apresiasi Cut Intan Nabila Berani Speak Up Soal KDRT

Kementerian PPA akan melakukan pendampingan psikologis kepadakorban KDRT Cut Intan Nabila dan ketiga anaknya.

14 Agustus 2024 | 21.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ratih Rachmawati, mengapresiasi langkah Cut Intan Nabila yang berani speak up perihal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kejadian ini biasanya sering berulang tapi tidak berani melaporkan ke pihak berwenang. Kami apresiasi korban yang berani speak up," ujar dia dalam konferensi pers di gedung Polres Bogor, Rabu, 14 Agustus 2024, dikutip dari instagram Humas Polres Bogor. Tempo telah meminta izin, Kasi Humas Polres Bogor Iptu Desi Triana untuk mengutipnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menegaskan akan melakukan pendampingan psikologis kepada tiga anak korban termasuk kepada sang ibu. Ratih juga menyampaikan apresiasinya kepada Polres Bogor yang bergerak cepat menangani kasus tersebut. 

Sebagai informasi, Intan mengunggah vidio rekaman Closed-Circuit Television (CCTV) yang merekam ia sedang dipukuli oleh suaminya, Armor Toreador pada Selasa, 13 Agustus 2024. Berdasarkan rilis kronologi dari Polres Bogor, peristiwa kekerasan itu dialami di hari yang sama.

Video tersebut kemudian menjadi atensi publik dan sang suami langsung ditangkap oleh Polres Bogor pada Selasa malam, 13 Agustus di  hotel Monopoli, Jalan  Taman Kemang, Mampang Jakarta Selatan.

Saat ini suami Cut Intan Nabila telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Bogor. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui KDRT dilakukan lebih dari 5 kali sejak 2020. Dan diketahui oleh orang tua pelaku. Atas peristiwa KDRT tersebut, penyidik menerapkan tiga pasal beralapis.

Yakni: Pasal 44 Ayat (2)  Undang-Undang nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp 30 juta. Kemudian Pasal 80 UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun 8 bulan atau denda Rp 72 juta. Lalu pasal penganiayaan yakni Pasal 351 KUHP, ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara  atau denda paling banyak Rp 72 juta. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus