Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kisah jossie & bonni

Jossie & bonni, keduanya wanita, satu-satunya pasangan yang berani mengumumkan diri sebagai suami istri. mereka mengadakan resepsi pernikahan dengan dihadiri banyak orang. (hk)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIKAP mereka sebagai suami-istri memang tampak berlebihan: Bonnie tak malu-malu mencubit "suaminya", Jossie, di muka tamu. Jossie pun tak canggung-canggung membalas dengan menepuk pantat "istrinya". Tapi, percayalah, Jossie dan Bonnie -- keduanya wanita -- telah melangsungkan "resepsi perkawinan" pertengahan bulan lalu di Swinging Pub Bar, Blok M, Jakarta Selatan. Sehingga mereka merasa berhak menyebut diri sebagai sepasang suami-istri yang sah. Aneh? Begitulah. Mereka adalah sepasang wanita, lazim disebut lesbian, pertama di Indonesia yang terang-terangan mengumumkan hubungan mereka dalam suatu resepsi. Ketika itu Jossie, 25 tahun, tampan dengan stelan jas putih kebiru-biruan dan berdasi kembang-kembang merah. Dan Bonnie, 22 tahun, tampak makin manis dalam gaun panjang merahnya. Bonnie memotong kue pengantin. Jossie mulai menyuapi pengantinnya. Hadirin, sekitar 120 orang, bertepuk tangan. Mereka lalu menerima ucapan selamat bahagia & menempuh hidup baru dari para yang hadir -- termasuk dari orang tua dan keluarga masing-masing. Selesai berpesta, pengantin tersebut pulang ke rumah mereka, di bilangan Pejaten (Jakarta Selatan). Di ruang tamu rumah mereka, yang merangkap sebagai toko makanan kecil, Jossie dan Bonnie bercerita. Jossie memulainya dengan gaya yang cukup jantan. Sejak kecil, Jossie, indo-Belanda, lebih merasa dirinya sebagai laki-laki daripada perempuan. Orang tuanya pun, katanya, sebenarnya mengharapkan kelahirannya sebagai laki-laki. Itulah sebabnya ia lebih suka -- dan boleh -- bermain pistol-pistolan dan berpakaian koboi daripada boneka. Pemeriksaan seorang ahli, katanya, menyatakan tubuhnya memang dikuasai hormon laki-laki (75%). Dengan begitu tak aneh bila Jossie enggan mengenakan rok. Berangkat sekolah misalnya, ketika duduk di SMA Santa Maria, Jakarta, ia memakai celana panjang. Di sekolah barulah ia menggantinya dengan rok. Ketemu Di Penjara Di sekolah Jossie dijuluki si banci. Tapi sedikit yang berani meledeknya. Sebab Jossie, pemegang sabuk cokelat yudo, tak segan-segan melabrak teman laki-laki maupun wanita yang mengejeknya. Dengan tato di tangannya, Jossie seperti hendak menggaris bawahi kelaki-lakiannya. Jossie memang suka berkelahi untuk menunjukkan dirinya sebagai laki-laki -- di samping mengambil pacar wanita. Untuk "keberandalannya" itulah ia terpaksa masuk tahanan polisi. Di dalam tahanan, lucunya, Jossie malah ingin diperlakukan sebagai wanita. Bukan apa-apa, katanya, berkumpul bersama dengan tahanan laki-laki bisa runyam -- sebab cerita tentang tahanan yang memelonco tahanan baru pernah didengarnya. Polwan yang memeriksa keadaan fisik Jossie, mau tak mau, tentu memenuhi keinginan Jossie. Di dalam tahanan wanita itulah Jossie berkenalan dengan Bonnie, sesama tahanan, yang juga kena perkara urusan "kenakalan". Bonnie, juga indo-Belanda, sebelumnya katanya normal-normal saja: berpacaran selalu dengan laki-laki. Namun, begitu berkenalan dengan Jossie, katanya, "barulah saya menemukan wajah idaman." Lebih dari itu, kata nyonya rumah muda lulusan SMEA ini Jossie memang pintar merayu. Keluar dari tahanan, kata Jossie, mereka berpacaran. Keluarga Bonnie mula-mula mengira pacar anaknya tersebut-seperti yang sudah-sudah -- tentu laki-laki adanya. Tapi Jossie ternyata cewek, dan tiba-tiba pula mengajukan lamaran untuk mengawini Bonnie. Namun, menurut Jossie dan Bonnie, keluarga mereka akhirnya toh dapat memahami (lihat box). Pagi-pagi, kata Jossie, "Saya sudah mengira tak mungkin kawin secara hukum." Gereja -- Jossie dan Bonnie beragama Katolik -- dan Kantor Catatan Sipil yang mereka hubungi tak bersedia mengesahkan pernikahan keduanya. Tapi dengan mengumumkan pernikahan di sebuah bar, mereka merasa telah melakukan ikatan suami-istri secara sah. Menurut Pengacara Minang Warman, selagi Jossie tetap berstatus hukum sebagai wanita, sulit bagi keduanya untuk memperoleh pengesahan hukum perkawinan mereka. Sebab, begitulah, undang-undang yang ada (UU Perkawinan maupun hukum agama), hanya mengatur perkawinan antara laki-laki dan wanita saja. Vivian misalnya, dapat menikah dengan laki-laki lainnya setelah ia dibantu Minang Warman memperoleh status hukum sebagai wanita dari pengadilan beberapa tahun lalu dan untuk memperoleh sebutan wanita secara hukum, kata Minang, Vivian harus menjalani operasi kelamin -- mengubah kelamin laki-laki jadi wanita. Adalah Bonnie yang tak menginginkan Jossie bertukar kelamin. Jika "suaminya" berani bongkar-pasang kelamin, seperti diceritakan Jossie, "lebih baik saya kawin dengan lelaki normal saja." Sebab keadaan sekarang, meski perkawinan mereka tanpa disahkan undang-undang maupun suatu agama, "yang penting kami happy." Bonnie ingin berdikari -- sekarang keduanya tinggal di rumah orang tua Jossie. Ia bekerja pada Robby Tjahjadi (yang pernah dihukum sebagai penyelundup mobil). Jossie belum punya pekerjaan tetap. Menurut Harian Pos Kota, hubungan seksual mereka baik-baik saja, saling memuaskan. Kalau ada yang bertanya: bagaimana caranya? Keduanya akan menjawab "Persis seperti yang pernah anda lihat di buku-buku . . . "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus