LIMABELAS tahun yang lalu, masalah homoseks di Amerika Serikat
tidak pernah dibicarakan sesering dan seterbuka seperti
sekarang. "Kini masyarakat sekitar, melihat kami sebagai
tetangga," kata Grant Ford, penerbit majalah Gay Life, "bukan
sebagai homoseks."
Dalam satu serial tv di AS yang berjudul Soap, ditonjolkan dua
pemegang peran homoseks. Di Los Angeles, bahkan ada gereja
khusus untuk kaum homo dengan jemaat sekitar 80 orang.
Poliklinik semacam juga telah ada di Boston. Bahkan mempunyai
media khusus, majalah Blueboy dengan sirkulasi 135.000
eksemplar. "Pokoknya kami ada di tiap lapangan," ujar Jean
O'Leary, salah seorang pimpinan organisasi golongan ini National
Gay Task Force. Dan pemukiman untuk kaum homoseks semakin nyata
di tiap kota besar di AS.
Institute of Sex Researc (Lembaga Riset tentang Seks)
menyatakan, bahwa 10% dari penduduk AS adalah homoseks. Atau 13%
dari pria AS adalah gay dan 5% dari wanita AS adalah lesbian.
Penelitian ini berdasarkan pengakuan mereka yang telah melakukan
"perbuatan" seks lebih dari enam kali. Yang menolak untuk tidak
berterusterang, diperkirakan ada 1%.
Lebih Berat
Setelah melakukan demonstrasi, petisi dan berbagai tindakan
protes atas perlakuan diskriminasi terhadap kaum homoseks, kini
39 kota dan negara bagian (termasuk Washington DC) telah
menetapkan peraturan, bahwa adalah salah kalau ada perbedaan
perlakuan dalam hal pekerjaan dan perumahan untuk kaum homoseks.
Beberapa negara bagian bahkan telah menghasilkan UU khusus untuk
hak-hak kaum homoseks.
Di kantor-kantor pemerintah, kecuali untuk anggota FBI dan CIA,
homoseks tidak diperkenankan. Sementara itu, di kalangan
militer, kalau saja ketahuan mereka homoseks, tindakan yang
diambil biasanya hanya memisahkan keduanya dari lokasi tugas.
Kaum homoseks biasanya tidak mendapat kesulitan besar
dibandingkan kaum lesbian. Prianya biasanya bekerja di bidang
seni, sastra dan sebangsanya -- dan cukup berhasil. Misalnya
novelist Truman Capote dan Tennessee Williams. Beberapa orang
berpendapat bahwa kebiasaan dan gaya estetika kaum homoseks
telah ditiru secara luas. Misalnya model celana Levis yang ketat
dengan jaket kedombrongan, kini banyak dipakai anak muda. Di
Fire Island beberapa tahun yang lalu, kaum homo selalu memakai
sepatu lari merk Adidas untuk menonjolkan diri. Kini menjadi
mode luas. Lagu-lagu yang kemudian jadi tophits, semula
dipopulerkan di klub atau disko kaum homo.
Yang agak terpojok adalah kaum lesbian. Meskipun di Boston,
misalnya, ada 70 macam perkumpulan lesbian, termasuk satu
perkumpulan yang anggotanya hanya lesbian gembrot. Atau seperti
kata Elaine Noble, salah seorang staf Walikota Boston, dari 200
anggota lesbian di kotanya (yang dipimpin Elaine), semuanya
adalah wanita yang profesional. Tetapi diakui bahwa "kasta"
mereka masih dianggap rendah oleh masyarakat umum. Bahkan lebih
rendah dari wanita-wanita yang menjalankan heteroseksual --
istilah populer di Indonesia: AC/DC.
Beban sosial kaum lesbian lebih berat, ketimbang yang pria.
Golongan pria mudah menyalurkan bakat dan lebih mudah
mendapatkan uang -- para lesbian yang selalu diliputi perasaan
ragu-ragu dan takut malu, jadi kehilangan arah.
Ahli kejiwaan Nancy Toder dalam bukunya tentang lesbianisme (Our
Rigbt to Love: A Lesbian Resource Book) mencatat tentang
pengakuan para lesbian dalam kehidupan seks mereka. Sebagian
besar dari para lesbian, tulis buku itu, mengadakan hubungan
seks dengan teman sejenisnya tanpa melupakan daya impiannya
tentang pria. Mungkin karena kenginan tahu si lesbian itu. Atau
mungkin karena mengingat-ingat affair-nya dengan pria dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini