Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Koalisi Sipil Khawatirkan Pernyataan Panglima TNI soal Multifungsi ABRI Indikasi Kembalikan Dwifungsi ABRI

Koalisi Sipil khawatirkan pernyataan Panglima TNI soal multifungsi ABRI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

8 Juni 2024 | 10.06 WIB

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri (kedua kiri), Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra (paling kiri) dan peneliti senior Imparsial Anton Aliabbas (kedua kanan) saat jumpa pers terkait Peringatan HUT Ke-74 TNI, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 4 Oktober 2019. Antara Foto/Syaiful Hakim
Perbesar
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri (kedua kiri), Koordinator peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra (paling kiri) dan peneliti senior Imparsial Anton Aliabbas (kedua kanan) saat jumpa pers terkait Peringatan HUT Ke-74 TNI, di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 4 Oktober 2019. Antara Foto/Syaiful Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkhawatirkan pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto soal multifungsi ABRI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menanggapi revisi Undang-Undang TNI atau revisi UU TNI sebagai multifungsi ABRI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan menilai Panglima TNI tidak perlu mengeluarkan pernyataan tersebut karena hal itu merupakan ranah politik dan pembuat kebijakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Dengan pernyataan Panglima TNI tersebut, justru mengkonfirmasi pandangan dan kekhawatiran yang berkembang di publik terkait akan dihidupkannya kembali Dwifungsi ABRI,” kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri lewat keterangan tertulis, Jumat, 8 Juni 2024.

Gufron mengatakan, daripada membuat pernyataan kontroversial, lebih baik Panglima TNI memfokuskan pada penyelesaian sejumlah pekerjaan rumah reformasi TNI yang masih terbengkalai dan melakukan evaluasi atas sejumlah pelaksana tupoksi yang menyalahi UU TNI, seperti meluasnya kehadiran militer di ranah sipil.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH), Muhammad Isnur, mengatakan pernyataan panglima TNI ini juga salah dan keliru. Mengingat Indonesia adalah negara yang menganut sistem politik demokrasi, harus ada pemisahan antara domain sipil dan domain militer. 

“Militer sesuai dengan hakikat keberadaanya dididik, dibiayai dan dipersiapkan untuk menghadapi peperangan (pertahanan negara), bukan untuk mengurusi urusan sipil yang orientasinya pelayanan publik”, kata Isnur. 

Menurut Isnur, dilihat dari prinsip demokrasi, kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara sebenarnya menyalahi tata kelola dan nilai negara demokrasi. Apalagi Indonesia bukan lagi di era otoritarian seperti masa Orde Baru dulu di mana militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat. 

Isnur mengatakan pernyataan panglima TNI juga tidak sejalan dengan semangat dan agenda reformasi TNI 1998 yang mengamanatkan penghapusan Dwifungsi ABRI, dan bukan malah melegitimasi penyimpangan peran TNI tersebut. Panglima sudah seharusnya taat terhadap TAP MPR Nomor VI Tahun 2000, yang dalam konsideransnya, menyatakan dengan tegas bahwa Dwifungsi ABRI sebagai hal keliru dan menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial politik. 

Dalam konsiderans Dasar Menimbang huruf  d TAP MPR No. VI Tahun 2000 menyatakan bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan Polri yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. 

“Oleh karena itu, Dwifungsi ABRI warisan otoritarian Orde Baru sudah seharusnya dikoreksi, bukan malah dilegalisasi dan dihidupkan kembali,” kata Isnur. 

Mandat ini kemudian dipertegas dalam Pasal 30 ayat (3) UUD NRIT 1945 yang menegaskan bahwa fungsi TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. 

“Kami memandang, dalam kondisi tertentu, memang tetap dimungkinkan pelibatan TNI di luar sektor pertahanan. Namun, pelibatan tersebut adalah dalam rangka tugas perbantuan kepada pemerintahan sipil dan bukan dalam kerangka untuk melegalisasi Dwi atau multi fungsi TNI,” ujar Isnur.

Pelibatan TNI dalam kerangka tugas perbantuan tersebut juga harus diatur dalam aturan main atau role of engagement, yakni UU Tugas Perbantuan yang ketat, jelas dan sesuai dengan kaidah demokrasi. Menurut Isnur, alih-alih mengatur aturan main dengan membentuk UU Tugas Perbantuan, DPR justru terkesan malah melonggarkan aturan main serta memperluas peran TNI yang mengarah pada Dwifungsi.

Pada Kamis, 6 Juni 2024 Panglima TNI Agus Subiyanto dalam keterangannya dihadapan awak media di gedung DPR RI mengatakan yang terjadi sekarang adalah multifungsi TNI dan bukan lagi Dwifungsi ABRI. 

"Sekarang bukan Dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI, ada bencana kita di situ, ya kan? Jadi jangan berpikiran seperti itu," kata Agusx

Pernyataan Agus ini untuk menanggapi kritik dan penolakan masyarakat sipil terhadap rancangan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Kritik menilai revisi UU TNI tersebut memuat aturan yang menghidupkan Dwifungsi ABRI melalui pelonggaran aturan, serta perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Misalnya pada usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) revisi UU TNI. 

 

 

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus