Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kobra mematuk, asap mengepul

Sekitar 1,6 ton narkotik hasil operasi kobra dimusnahkan di krematorium. secara simbolis dilakukan pembakaran di hadapan para pejabat. penyalahgunaan narkotik di beberapa kota kian meresahkan. (krim)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASAP mengepul. Sirene melengking membelah udara pagi. "Bismillah," ucap Surono. Menko Polkam ini usai menyulut sekotak bahan narkotik. Sumber petaka sekitar 1,6 ton itu secara simbolis, diganyang. Barang bukti hampir Rp 9 milyar tadi adalah hasil Operasi Kobra, sejak 1973, yang mengerahkan petugas polisi di 15 Polda di Indonesia. Ini upacara resmi pertama dan terbesar dalam sejarah memberantas barang terlarang yang diselenggarakan Mabes Polri. Selain Kapolri Letjen Drs. Moch. Sanoesi, beberapa menteri serta Jaksa Agung Hari Suharto juga hadir. Pada acara di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta, Sabtu pekan lalu itu dua truk ikut pula dibakar. Di dalamnya padat berisi berbagai macam bahan narkotik: seperti ganja dan bijinya, candu, biji kokain, morfin, heroin, hashish. Sementara itu, pemusnahan sebagian terbesar benda perusak saraf tersebut, dari siang hingga malamnya, dilanjutkan lagi di Krematorium Cilincing Jakarta Utara, dimulai pukul 14:00, dalam lima termin. Begitu banyak barang bukti yang disita, hingga pemusnahannya harus dilakukan di krematorium. Juga untuk mencegah asapnya mencemari udara Jakarta. "Barang terlarang sebanyak itu bila sempat beredar, dapat meracuni lebih dari dua juta orang," ujar Surono. Sedangkan biji ganja dan biji kokain yang dimusnahkan, bila disemai, dapat tumbuh pada lahan seluas 122 hektar. Operasi Kobra, rupanya, ibarat mengaiskan sapu tanpa pandang bulu. Dan tablet kina yang diproduksi Kimia Farma, Bandung, juga tersikat. "Saya pikir, tablet itu terbawa ketika penggerebekan dilakukan polisi," kata Soekarsono, Sekretaris Kimia Farma. "Ini termasuk jenis obat Inpres." Kendati tindakan tersebut merugikan, perusahaan itu masih mengurungkan protes. Di Jakarta lain lagi. Polisi memergoki psikotropika alias obat penenang Lexotan 12 dan Mogadon yang dipalsukan oleh seorang WNA Cina. Pihak Roche, produsennya, membenarkan pemalsuan itu. Sudah 10 tahun pabrik obat PMA itu tidak memproduksi Lexotan 12. Dari penelitian laboratorium juga terbukti Mogadon yang ditemukan polisi palsu. Memang. Meningkatnya kejahatan narkotik, dan yang utama di kalangan remaja, tentu pemerintah risau. Dengan alasan itulah, maka Jaksa Agung Hari Suharto mengungkapkan korban narkotik yang menyeruduk ke lapisan pelajar. Tahun lalu, misalnya, terkail 664 perkara narkotik yang menjaring 739 tersangka. Bahkan menyeret 180 remaja di bawah usia 21. Di samping itu, menurut Kapolri, jumlah kasus juga kian banyak. Misalnya, di periode 1973--1979, muncul 3.829 kasus. Enam tahun kemudian, gembung: 4.395 kasus. Itulah sebabnya Presiden Soeharto, September lewat, memasukkan upaya memberantas narkotik ini dalam program pintas. Tiga bulan setelah itu, dibentuklah Operasi Kobra yang menyiagakan 15 Polda di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Operasi ini dibiayai dana crash program tadi: Rp 500 juta. Selain sumber narkotik dari luar negeri, seperti dari daerah Segitiga Emas di Chiang Mai, Muangthai, polisi tak alpa mencatat sarang fly kesohor di beberapa provinsi. Sedang ajang pasarnya: DKI, Bali, Sum-Ut, dan Yogya. Dalam periode 1981--1985, DKI di peringkat teratas sebagai "konsumen" narkotik. Di kota ini ada 1.233 kasus. Lalu Jawa Barat 300 kasus, Sum-Ut 247 kasus Aceh 157 kasus. Yang mengerikan, begitu kata polisi, dalam tiap 2 jam, 4 menit, dan 12 detik terdapat satu kasus. Bahkan, sekarang, muncul apa yang disebut "kawasan inti". Di Sum-Ut, contohnya, kasus terbesar adalah penemuan ladang ganja di Tapanuli Selatan, Oktober lalu. Menurut Letkol Pol Yusuf Umar, Kasipen Polda Sum-Ut, 9 hektar ladang di Meling Tunggal dan Melintang Tae di Kecamatan Siabu yang 515 km dari Medan itu ditanami hampir 4 ribu pohon ganja yang gemuk-gemuk. Ketika digerebek, tanaman terlarang itu sudah 1,5 meter. Pemiliknya, Guntur Hasibuan, adalah pelarian Lembaga Pemasyarakatan Kotanopan, Tapanuli Selatan. Ia adalah pembunuh yang diganjar lima tahun penjara. Di Jawa Tengah dan Yogya, ribuan pohon kokain disita polisi. Di sana, malah ada ibu rumah tangga menanamnya di pot sebagai tanaman hias. Ada pula yang menggunakannya sebagai penyedap masakan. Bahkan, kalangan paranormal, konon, telanjur pula merekomendasikan tanaman ini sebagai "obat segala macam penyakit". Tapi, Operasi Kobra di Yogya juga berhasil mematuk Feisal Putra, 27. Dari penganggur asal Aceh yang menumpang d sebuah rumah di Kampung Janti, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, ini polisi menyita 2,3 kg ganja kering yang sudah siap edar. Agustus 1986, Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 250 ribu kepada Feisal. Kepada polisi ia mengaku membeli ganja dari Teuku Faray (sudah tertangkap) di Medan. Gelek itu dibawanya ke Yogya melalui Bandara Polonia. Di Jawa Timur, tidak ada kasus besar. Memang, polisi pernah menemukan 112 pohon kokain di Kebun Raya Purwodadi, Kabupaten Pasuruan. Tapi yang menanamnya justru seorang peneliti dari LIPI. Polisi juga sering memergoki sementara sopir truk atau bis jarak jauh yang menggunakan stimulans : untuk mengusir kantuk di perjalanan. "Padahal, ini berbahaya. Sebab, setelah stimulans itu habis, bukan mustahil terjadi tabrakan hebat," kata sumber di polisi. Menjadi bertambah jelas, narkotik atau sejenisnya, berupa tanaman hias atau tablet telah disalah-gunakan orang secara luas. mulai darl anak remaia sampai sopir truk. Dan inilah pula yang membikin pemerintah risau. Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus