Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tahun tanpa penggelembungan

Rapat kerja rektor se-Indonesia membahas soal merosotnya anggaran. tak ada penambahan universitas atau jurusan. tidak ada anggaran untuk penelitian. pengadaan guru ipa untuk smta tetap berjalan.(pdk)

24 Januari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOLEH ditebak. Bila dari tahun ke tahun daya tampung perguruan tinggi negeri selalu digelembungkan, tahun ini kemungkinan besar sama dengan tahun kemarin. Menteri P & K dalam Rapat Kerja Rektor Perguruan Tinggi Negeri Seluruh Indonesia, pekan lalu, menyatakan, penambahan daya tampung sudah perlu dihentikan, guna memperhatikan soal mutu. Tapi ternyata bukan cuma soal mutu. Ada sebab lain yang memang sulit dihindarkan, yang menyebabkan daya tampung perguruan tinggi negeri tak ditambah lagi, setidaknya untuk tahun ini. Yakni, merosotnya anggaran untuk Pendidikan Tinggi lebih dari 75 persen. Tahun anggaran 1986-1987 anggaran itu mencapai Rp 165 milyar. Tahun 1987-1988 rencana anggaran hanya Rp 36 milyar. Maka, salah satu acara Rapat Rektor tersebut memang membicarakan soal anggaran. Bukan bagaimana memanfaatkan jumlah tersebut, tapi terutama mencari program apa saja yang bisa ditangguhkan. Yang jelas, "Pemerintah tidak akan menambah universitas baru," kata Menteri Fuad Hassan, Jumat pekan lalu. "Juga, tidak ada maksud untuk menambah fakultas baru dan jurusan baru. Yang sudah ada dikonsolidasikan." Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, tahun anggaran 1987-1988, tampaknya, memang benar-benar tahun tantangan bagi pendidikan tinggi negeri. Bila dalam anggaran tahun sebelumnya - yang hampir lima kali lebih besar dibandingkan dengan sekarang penelitian universitas sudah tak mendapat biaya dari Daftar Isian Proyek (artinya dari anggaran pembangunan), apalagi sekarang. "Dana penelitian akan hanya diambilkan dari SPP di setiap perguruan tinggi," kata Sukadji Ranuwihardjo, Dirjen itu. Padahal "Tugas perguruan tinggi selain menghasilkan sarjana, ya, di bidang penelitian itulah." Memang, belum diteliti seberapa jauh dampak penelitian hanya dengan dana SPP, dibandingkan bila kegiatan tersebut juga dibiayai dan anggaran pembangunan. Tapi terang, dalam hal jumlah, hanya menggandalkan dana SPP, tentu pas-pasan. Maka, ada imbauan dari Menteri, agar lebih meningkatkan mutu penelitian daripada menambah kuantitasnya. Namun, masalah penelitian tak habis di situ. Menurut Kepala Lembaga Penelitian UGM, Ida Bagus Agra, dana penelitian dari SPP di tiap fakultas hanya cukup diperuntukkan bagi dosen. Padahal, mahasiswa juga memerlukan latihan meneliti, dan ini membutuhkan juga biaya. Persoalan inilah yang menyebabkan Sukadji berniat, bagaimanapun, untuk mendapatkan DIP penelitian. Bahkan kepada wartawan TEMPO Gatot Prakosa, Dirjen itu menyebutkan hal ini tergolong prioritas utama untuk diperjuangkan. Dana SPP memang gampang terkumpul bagi universitas besar macam UI atau UGM. Tahun lalu UI, misalnya, dari sekitar 16 ribu mahasiswa terkumpul dana dari SPP sebesar Rp 3 milyar. Tapi untuk Universitas Haluoleo di Kendari, Sulawesi Tenggara, dengan jumlah mahasiswa tak sampai belasan ribu soalnya memang lebih memusingkan. Bila sudah begitu, salah satu jalan yang selama ini dipraktekkan, adalah mencari kerja sama dengan pihak luar. Contohnya, Universitas Haluoleo kini tengah menggarap penelitian mengenai KUD dengan sponsor Departemen Koperasi, yang menyediakan dana Rp 75 juta. "Juga ada kerja sama dengan lembaga internasional seperti Unesco," kata Eddy Agussalim Mokodampit, Rektor Univesitas Haluoleo itu. Persoalannya memang lalu menjadi klasik. Yakni, seberapa jauh kebebasan penelitian itu bisa dijamin. Pihak sponsor tak jarang punya kepentingan, tanpa mempedulikan kebenaran hasil penelitiannya itu sendiri. Penelitian "pesanan" macam ini memang menguntungkan dari segi dana, bisa merugikan dari segi disiplin ilmunya. Turunnya jatah bagi perguruan tinggi kini, juga sangat merepotkan universitas yang jauh-jauh hari telah merencanakan sebuah proyek besar. Universitas Negeri Palangkaraya, misalnya, yang telah merencanakan sebuah kebun raya guna penelitian biologi. Tanah untuk itu sendiri sudah tersedia - kampus yang dulu hanya seluas 89 hektar, kini sudah menjadi 1.050 hektar. "Sayang, dananya terbatas, apalagi setelah penciutan ini," kata M. Usop, Rektor Universitas Palangkaraya. Ia hingga pekan lalu masih belum tahu bagaimana mengatasi persoalan yang menyangkut upaya meningkatkan mutu universitasnya ini. Dan dampak anggaran yang merosot masih ada lagi. Program yang pernah dicanangkan pemerintah, untuk mencetak insinyur sebanyak mungkin guna mengisi kebutuhan pembangunan, menurut Sukadji, termasuk yang kini ditangguhkan. "Program percepatan lulusan insinyur di bidang mesin, listrik, kimia, dan elektronika ihapus." Padahal, dalam tahun anggaran yang sebentar lagi habis kini, pos ini mendapat bagian Rp 10 milyar. Dalam hal ini menjadi penting kerja sama antar departemen. Sudah lama pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang dipimpin oleh Menristek B.J. Habibie, punya program mencetak insinyur Indonesia di luar negeri. Bila BPPT tetap bisa memperoleh kepercayan dari berbagai lembaga - baik pemerintah maupun swasta--di luar negeri, tampaknya menurunnya jumlah insinyur lulusan dalam negeri bisa dibantu BPPT. Ini semua memang masih rencana sifatnya, karena anggaran itu sendiri masih rencana juga. Namun, rencana atau sudah menjadi program, tampaknya memang ada perubahan. Ada indikasi, Departemen P & K bukan lagi berorientasi meluaskan daya tampung di tingkat pendidikan tinggi, tapi lebih menitikberatkan pada kepentingan pendidikan menengah. Menurut Sukadji, ada program yang tak dikurangi sedikit pun apalagi dihapus. Yakni, "Program pengadaan guru Diploma III bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk sekolah menengah atas." Seperti sudah diketahui, di daerah terutama, guru IPA jarang, dan biasanya dirangkap guru bidang lain. Padahal, seorang guru sejarah yang piawai, belum tentu paham, misalnya, menceritakan mengapa bola yang dilemparkan ke atas pasti jatuh ke bawah. Putu Setia, Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus