Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Komplotan BPPC Akan Menyusul Tommy?

Dana pembelian saham PT Goro milik petani cengkeh Sulawesi Utara menguap. Dua tersangka akan mengikuti langkah Tommy Soeharto ke penjara?

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TOMMY Soeharto memang sudah di kerangkeng di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun, bagai mimpi buruk, sepak-terjangnya di masa silam masih membekaskan luka bernanah bagi petani cengkeh di mana-mana, termasuk di Sulawesi Utara. Dana simpanan "penambang" emas cokelat itu—menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Petani Cengkeh Indonesia, Nelson Sasauw, berjumlah Rp 1,9 triliun—raib tak berbekas. Itulah akibat dari upaya penyelamatan diri si anak kolokan bekas presiden Soeharto saat ia menjadi Ketua Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Selamatkah Tommy? Belum tentu. Di Manado, ibu kota Sulawesi Utara, dua anggota komplotannya sedang menjalani pemeriksaan kejaksaan tinggi setempat, tiga pekan lalu. Hal itu terungkap dari pemeriksaan Direktur Utama Induk Koperasi Unit Desa (Inkud), Khairuddin Noor, dan Direktur Keuangan Inkud, Bagus Kurniawan, di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara. Dana petani cengkeh Sulawesi Utara sendiri, yang ditarik dari petani sebesar Rp 2.000 per kilogram, menurut Khairuddin, dibelikan saham PT Goro Batara Sakti. Nilai totalnya Rp 197 miliar. Nelson sependapat bahwa motif pembelian saham Goro oleh Inkud hanya bertujuan menyelamatkan Tommy Soeharto, sebagai Ketua BPPC maupun anak presiden. "Seakan-akan itu dijual, padahal bukan," katanya tentang utang Tommy ke petani cengkeh. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Martinus Manoi, seangguk dengan Nelson. Menurut dia, pengelolaan dana itu tidak diatur dengan akta notaris. "Apalagi kewajiban memberikan bunga dari saham dan dana lainnya yang dikelola Inkud itu tidak dilaksanakan. Ini bohong-bohongan saja," tutur Martinus. Setahun menjelang kejatuhan ayahnya itu (1997), Tommy memang tengah rajin-rajinnya mengutang kepada petani cengkeh. Saking rajinnya, menurut catatan mantan Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil Subiakto Tjakrawerdaya, jumlahnya mencapai Rp 1,749 triliun. Jumlah ini harus dikembalikan karena itu dana simpanan wajib dan dana penyertaan koperasi unit desa (KUD). Namun sampai BPPC dibubarkan pada 1998, dan Soeharto tak lagi berkuasa, dana tersebut tak kembali ke petani yang berpiutang. Padahal, menurut Martinus serta Nelson, Inkud tak berhak lagi mengelola dana penyertaan modal itu setelah keluarnya Keputusan Presiden No. 21/1998, yang menetapkan pembubaran BPPC. "Dana itu seharusnya dikembalikan ke petani, untuk membeli bibit, pupuk, dan perawatannya,'' ujar Nelson Sasauw. Justru ini yang tidak dilakukan. Sementara petani cengkeh yang diwakili Nelson membenarkan bahwa dana itu tak pernah disetor kembali ke petani cengkeh Sulawesi Utara, tersangka Khairuddin mencoba berkelit. Kata dia, sejumlah Rp 106 miliar dana telah dikembalikan lewat 224 KUD Sulawesi Utara, sedangkan sisanya Rp 91 miliar masih di Inkud. Tapi, bagi para petani cengkeh, ini sama saja: dana belum sampai ke tangan mereka. Tersangkut di KUD dan Inkud? Agaknya. Akibat tertahannya dana simpanan itu mudah dibayangkan. Seperti ditunjukkan Franklin Sinjal, Ketua Forum Solidaritas Petani Cengkeh dan Pala Sulawesi Utara, para petani setempat dibuatnya jatuh miskin. Apalagi harga cengkeh kini anjlok menjadi Rp 24 ribu per kilogram. "Ribuan anak di sentra-sentra produksi cengkeh di Minahasa putus sekolah,'' katanya. Di Kampung Tareran, bahkan tak ada anak didik yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Tingkat kriminalitas di daerah itu juga meningkat. "Kalau sudah lapar, tidak akan berpikir rasional lagi," tambahnya. Franklin berharap dana yang tersangkut di KUD dan Inkud segera bisa disalurkan ke para petani. "Kalau tidak, banyak petani yang bakal masuk jerat pengijon. Dana itulah yang akan membantu kami,'' katanya mengharap. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, yang memeriksa para petinggi Inkud, siap membidik kedua tersangka dengan Undang-Undang No. 31/1999 tentang Tindak Korupsi. Selain membidik Khairuddin dan Bagus, kejaksaan juga tengah menyelidiki keterlibatan Ketua Inkud, Nurdin Khalid, dalam kasus ini. "Nurdin memang sudah dipanggil, tapi belum memberikan keterangan tentang soal itu. Karena itu, kami belum menetapkan tersangka lainnya,'' kata Martinus. Penyidikan kasus dana petani cengkeh di Sulawesi Utara ini merupakan awal dari serangkaian pengusutan terhadap kasus serupa di berbagai sentra penghasil cengkeh di Indonesia. Mengapa dimulai di sini, itu karena Sulawesi Utara penyimpan dana cengkeh terbanyak di induk koperasi itu. Sasaran berikutnya adalah Sulawesi Selatan, yang menyimpan dana di Inkud Rp 157 miliar, serta Jawa Tengah, yang menyetor Rp 119 miliar. Apakah para tersangka akan mengikuti jejak Tommy ke penjara, itu bergantung pada kesungguhan para hamba hukum. Ahmad Taufik, Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus