Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kompolnas Soroti Polisi Pegang Barang Bukti Tanpa Sarung Tangan saat Rilis Kasus Tawuran Berujung Penembakan Siswa di Semarang

Salah satu yang dikritisi oleh Kompolnas yakni polisi memegang barang bukti tanpa menggunakan sarung tangan.

29 November 2024 | 13.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komisioner Penyelidikan atau Pemantauan Komnas HAM Choirul Anam memberikan keterangan pers terkait hasil temuan awal Komnas HAM atas Tragedi Kanjuruhan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2022. Saat menyampaikan hasil temuan awal Komnas HAM atas Tragedi Kanjuruhan, Choirul Anam sempat terbata-bata seperti sambil menahan tangis. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Kepolisian (Kompolnas) Choirul Anam menyoroti sejumlah prosedur yang dilanggar oleh Polda Jawa Tengah saat mengungkap kasus tawuran berujung penembakan siswa SMK 4 di Semarang. Salah satu yang dikritisi oleh Kompolnas yakni polisi memegang barang bukti tanpa menggunakan sarung tangan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Nah ini mohon Propam dan Polda Jateng bisa menjelaskan, kenapa terjadi memegang barang bukti tanpa ada sarung tangan? Padahal SOP sudah jelas," ucap Choirul Anam melalui WhatsApp, Jumat, 29 November ,2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Choirul mengatakan, pada dasarnya kondisi barang bukti harus sesuai dengan apa adanya. Siapa pun termasuk penyidik, ujar dia, jangan sampai menghilangkan atau menghapus jejak yang ada dalam barang bukti tersebut. 

"Barang bukti itu harus pakai sarung tangan, agar tidak tercampur sidik jarinya pemilik bukti itu dengan sidik jari orang lain," tuturnya. 

Kejadian itu saat Polda Jawa Tengah menggelar konferensi pers pada Rabu, 27 November 2024. Di hadapan awak media, Kabid Humas dan Propam Polda Jawa Tengah memperlihatkan sejumlah barang bukti senjata tajam berupa golok dan cerulit. 

Choirul Anam juga mengomentari para tersangka dan saksi yang dihadirkan dalam jumpa pers tersebut. Para tersangka terlihat duduk di lantai depan meja yang digunakan oleh polisi. 

"Saya kira yang orang-orang disangkakan itu jangan disuruh duduk di bawah," ucapnya. "Dalam konteks SOP dan Hak Asasi Manusia, itu juga kurang tepat." 

Ia mengatakan dalam proses penegakan hukum, polisi harus tetap menjunjung tinggi kehormatan, apalagi yang dihadirkan tak hanya tersangka, tapi juga saksi yang masih berusia di bawah umur.  "Ini tidak mencerminkan satu proses yang manusiawi. Perlu menjadi refleksi bersama dan evaluasi bersama, khususnya bagi Propam Jawa Tengah," ujarnya. 

Peristiwa penembakan siswa SMK oleh anggota Kepolisian Reserse Kota Besar Semarang, Aipda Robig Zaenudin, terjadi pada ahad, 24 November 2024. Korban penembakan yang tewas itu berinisial GRO (17 tahun) siswa kelas IX Teknik Mesin di SMK Negeri 4 Semarang.

Menurut kronologi yang dirilis Polrestabes Semarang, korban mendapat luka tembak di bagian pinggul. Ia sempat dirawat beberapa jam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi Semarang, namun nyawa tidak terselamatkan. Korban telah dimakamkan pada Ahad sore di Sragen, Jawa Tengah.

Selain GRO, ada dua orang remaja lain yang juga mendapat luka tembak, namun keduanya masih selamat. Saat jumpa pers, Kepolisian memperlihatkan sejumlah senjata tajam berupa golok dan celurit yang diduga digunakan para remaja itu untuk tawuran. Kepolisian juga telah memeriksa 12 orang saksi yang sebagian besar masih remaja. Satu di antaranya ditetapkan menjadi tersangka tawuran, yaitu MPL, 20 tahun

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus