Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pak Darwin, haruskah kita memproses ini? Saya sih oke.”
“Ya, lebih cepat lebih baik.”
S
EPENGGAL percakapan antara komisaris dan mantan pemimpin PT Wahana Auto Ekamarga, Darwin Maspolim, dengan salah seorang petinggi Grup Samling di Singapura itu terjadi pada Mei 2018. Obrolan keduanya membahas rencana perusahaan pemegang merek Jaguar, Bentley, dan Land Rover itu mengajukan restitusi pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Kantor Wilayah Jakarta Khusus.
Mereka mendapat laporan dari salah satu anggota staf perusahaan yang telah menemui kepala kantor pajak itu, Yul Dirga, bahwa pengajuan pengembalian bayar pajak ada syaratnya. Seperti bunyi obrolan tersebut, petinggi Samling bertanya kepada Darwin apakah pengajuan restitusi Rp 2,7 miliar itu tetap dilanjutkan. “Pegawai ini menyampaikan PT Wahana harus membayar Rp 900 juta agar mendapat restitusi tersebut,” ujar salah seorang yang mengetahui percakapan itu, Selasa, 29 Oktober lalu.
Darwin dan para petinggi dealer -akhirnya sepakat memberikan Rp 900 juta yang tak la-in adalah uang pelicin agar mereka bisa memperoleh restitusi, paling sedikit 67 persen dari yang diajukan. Atas persetujuan Darwin dan petinggi perusahaan di Singapu-ra, anggota staf di Jakarta menyiapkan duit itu dalam bentuk dolar Amerika Serikat seni-lai US$ 57.500 dan dibungkus plastik hitam.
Duit tersebut harus diserahkan sebelum 8 Juni 2018. Penyerahan uang ini terendus Komisi Pemberantasan Korupsi pada September 2018. “Kami tetapkan lima tersangka dalam kasus ini,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Jumat, 1 November lalu.
Mereka adalah Yul Dirga; supervisor tim pemeriksa pajak PT Wahana pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Hadi Sutrisno; ketua tim pemeriksa pajak PT Wahana, Jumari; dan anggota tim pemeriksa pajak PT Wahana, M. Naim Fahmi. Keempatnya disangka sebagai penerima suap. Sedangkan komisaris PT Wahana, Darwin Maspolim, dijerat dengan pasal pemberi suap.
KPK mengusut kasus ini setelah mendapat laporan dari masyarakat. Pembocor kasus ini juga menyerahkan banyak dokumen mengenai penggelapan pajak dan bea masuk impor yang diduga dilakukan PT Wahana dan satu perusahaan lain dalam kurun 2000-2018. Hitungan sementara, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.
Awalnya komisi antikorupsi hanya mendeteksi keterlibatan Hadi Sutrisno, Jumari, dan Naim Fahmi. Tim penyelidik kemudian menggandeng Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) Kementerian Keuangan menelusuri kasus tersebut. KPK dan IBI melakukan penggeledahan dan pemeriksaan kepada tim pemeriksa pajak PT Wahana. Para pegawai pajak itu akhirnya buka-bukaan mengenai perbuatan mereka dengan PT Wahana. Belakangan, mereka mengaku bekerja atas perintah Yul Dirga.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan tak sekali itu saja PT Wahana berkongkalikong mengajukan restitusi. Menurut dia, para pegawai pajak mengakui PT Wahana juga menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 2015 dengan mengajukan restitusi sebesar Rp 5,03 miliar. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga melakukan pemeriksaan lapangan terkait dengan pengajuan restitusi tersebut.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati membenarkan kabar bahwa IBI berkolaborasi dengan KPK mengusut kasus suap restitusi PT Wahana terhadap pegawai pajak. Sebelum KPK menangani, menurut dia, Inspektorat telah melakukan pemeriksaan kepada pegawai atau pejabat yang terkait. “Kami telah merekomendasikan hukuman disiplin tingkat berat kepada empat pegawai/pejabat tersebut,” ujarnya.
Tempo belum memperoleh konfirmasi Darwin Maspolim. Sampai akhir pekan lalu, dia tak kunjung merespons permohonan wawancara lewat telepon dan aplikasi WhatsApp. Tempo juga menyambangi rumah Darwin di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Kamis, 31 Oktober lalu. Indah, perempuan bertubuh kurus dan berambut putih yang keluar dari rumah Darwin, mengatakan Darwin tidak berada di rumah. Adapun empat pegawai pajak tersebut sudah ditahan.
LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo