Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mempertanyakan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan janji menghapuskan pemberian hukuman mati terhadap narapidana. Hal itu disebabkan abstainnya Indonesia saat menandatangani moratorium hukuman mati yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB pada 17 Desember 2024 lalu. Sebanyak 130 negara mendukung penghapusan hukuman itu, sedangkan 32 menentang, 22 abstain, dan sembilan lainnya absen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Indonesia memilih abstain artinya tidak memberikan persetujuan untuk moratorium atau tidak juga hendak melakukan moratorium,” ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Dimas Bagus Arya, dalam sesi diseminasi catatan 100 hari kerja pemerintahan Prabowo, di kantor KontraS, Jakarta Pusat, pada Senin, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dimas menyatakan dalam kurun waktu 100 hari pemerintahan Prabowo dan Gibran, pemerintah justru menggaungkan pemberlakuan hukuman mati. Sebagaimana pada Desember lalu Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan atau Menko Polkam Budi Gunawan dalam rapat bersama Desk Pemberantasan Narkoba mengatakan pemerintah sepakat mengkaji akselerasi eksekusi hukuman mati bagi terpidana narkotika.
Dimas menyatakan sikap pemerintahan tersebut bertolak belakang dari janji yang dilontarkan Prabowo saat masa kampanye pemilihan presiden. “Sangat-sangat bertentangan dan malah menambah iklim hukuman mati yang masih terus diterapkan oleh Indonesia,” tutur dia.
Dimas berpandangan, selain melanggar hak hidup dan hak atas keadilan, hukuman mati merupakan pidana yang sangat problematik dan diskriminatif. Ia mengatakan masih ditemukan proses rekayasa hukum yang terjadi terhadap terpidana mati yang didampingi oleh KontraS.
Hukuman mati, kata dia, hanya menyasar kepada pelaku yang sebetulnya bukanlah Ia mengatakan aktor utama dari tindak pidana. Hukuman pidana juga rentan akan praktek tukar guling jika berkaca dari kasus narkoba. “Kami mendorong pemerintah Indonesia menerapkan penghapusan hukuman mati dan juga moratorium hukuman mati,” tutur Dimas.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.