Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koperasi Kredit atau Credit Union (CU) Melania Bandung Gagal Bayar Simpanan Anggota Sebesar Rp 210 Miliar, diakibatkan Non Performance Loan (NPL), kredit macet sebesar Rp 263 miliar, 87 persen dari total aset. Namun tidak dilaporkan oleh manajer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut analisis PEARLS (protection, effective, asset quality, rate of return, liquidity, signs of growth) yang dikeluarkan World Council of Credit Unions (WOCCU), standar koperasi sehat hanya memiliki rasio NPL maksimal 5% dari total aset. Pada 2022, laporan data NPL hanya sebesar 4.85 persen, namun pada 2023 angka NPL melonjak menjadi 86 persen. Manajer Melania CU William Setiadi disebut tidak pernah melaporkan data pinjaman anggota ke pengurus dan pengawas koperasi, sehingga pengurus tidak tahu detail data kredit macet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari laman web, Melania CU didirikan pada 12 Juli 1991 untuk kepentingan umat gereja Paroki St. Melania. Sejak 2003, Melania CU mulai dibuka untuk umum di bawah pimpinan V. Djoko Susilo sebagai ketua pengurus. Hingga kini terdata memiliki anggota 2.407 orang dengan total aset Rp 278 miliar.
Diduga William dan Djoko melalukan manipulasi data keuangan atau fraud. Djoko juga pernah menjadi pengurus Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Jawa Barat, juga pernah menjadi pengurus Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT) badan yang menaungi koperasi kredit seluruh indonesia.
Keduanya diduga menutupi laporan NPL melania CU sejak lama. NPL atau kredit macet disebut tidak mungkin tiba-tiba melonjak dari 4,8% menjadi 86%. Diduga ada penyelewengan dana atau fraud.
Selain ke anggota, Melania CU juga diduga memiliki utang ke Puskopdit Jabar sebesar Rp 27 miliar, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop Rp 19 miliar, PT Mekar Investama Rp 14 miliar, BPR Prima Dadi Arta Rp 217 juta, dan PT Komunal Finansial Indonesia Rp 493 juta.
Setelah berita ini terbit, PT Komunal Finansial Indonesia dan BPR Prima Dadi Arta yang kini berganti nama menjadi PT BPR Kirana Indonesia mengirim surat klarifikasi ke Tempo. Direktur Utama PT Komunal Finansial Indonesia Hendry Lieviant menyatakan Melania CU memiliki utang ke mereka sebesar Rp 1,7 miliar, bukan Rp 493 juta. "Itu belum termasuk denda," kata Direktur Utama PT Komunal Finansial Indonesia Hendry Lieviant.
Senada dengan PT Komunal Finansial Indonesia, PT BPR Kirana Indonesia menyatakan Melania CU memiliki utang ke mereka Rp 988 juta, bukan Rp 217 juta. "Melania CU memiliki kewajiban terutang sebesar Rp 988.165.744," ujar Direktur Utama BPR Kirana Indonesia Natanael Edwin Supranoto.
Para anggota sudah berupaya mengadukan ke Dinas Koperasi Jawa Barat namun ditolak, karena izin Melania CU bersifat nasional. Kemudian anggota melapor ke Kementerian Koperasi namun ditolak. Sebab menurut Kemenkop, KSP Melania CU memiliki izin provinsi.
Tempo menghubungi pihak Melania Credit Union pada Kamis, 13 Juni 2024, tapi belum mendapatkan jawaban. Sehari sebelumnya pihak Melania mengirim surat keberatan atas berita tersebut karena dianggap tidak memberi ruang kepada mereka untuk memberikan penjelasan. “Tempo menulis berita yang menurut kami tidak ditulis secara cover both side sesuai prinsip jurnalistik,” kata Cartaker Meliana Credit Union William Setiadi.
AFRON MANDALA PUTRA
Catatan redaksi:
Sesuai pedoman pemberitaan siber, artikel ini mengalami beberapa revisi:
- Mengalami penambahan di paragraf terakhir dari pihak Melania Credit Union pada Kamis, 13 Juni 2024 pukul 13.52 WIB.
- Ada tambahan keterangan dari pihak PT Komunal Finansial Indonesia dan PT BPR Kirana Indonesia pada Kamis, 13 Juni 2024 pukul 18.00 WIB.