Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban Piala Bergilir

Kehamilan maharani, 15, remaja dari awang-awang, sulsel, ternyata karena ulah ongken,27, abangnya yang seayah. ia divonis 8 th penjara. juga ayah kandungnya sendiri, laeta, 65.

24 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UMUR kandungan Maharani -- sebut saja namanya begitu -- tinggal sebulan lagi. Tapi remaja 15 tahun dari Kampung Awang-awang, Pinrang, Sulawesi Selatan ini tidak tahu harapan apa bagi bayinya nanti. Darwis, yang menjadikannya bini kedua sejak dua bulan lalu, bukan ayah bakal anaknya itu. Penyemprot benih di rahimnya, menurut Maharani, tidak lain Saharuddin alias Ongken, 27 tahun, abangnya yang seayah. Karena terbukti menodai adiknya itu, Kamis dua pekan silam Nyonya Kuntana, ketua majelis di Pengadilan Negeri Pinrang, memvonis Ongken 8 tahun penjara. Ia menerima vonis itu dan menyatakan penyesalannya. Tapi kepada hakim ia memprotes kenapa dirinya yang dikorbankan. "Bapak yang memulai lebih dulu malah bebas," katanya kepada Asdar Muis dari TEMPO. Yang dimaksudkan bapak itu oleh Ongken adalah Laeta, 65 tahun, pengusaha tambak di Mamuju. Ia mempunyai empat istri sah. Ongken adalah anak dari istri kedua, dan Maharani yang jebolan kelas dua SD itu, anaknya dari istri ketiga. Suatu malam bulan puasa tahun lalu, Laeta bersama istri keempatnya, Laha, menyambangi rumah Maharani. Mereka ingin mengajak Maharani tinggal di rumah Laeta di Mamuju, 450 km dari Ujungpandang. Lantaran belum pernah mengenal ayahnya, Maharani menolak ajakan itu. Bekas kontraktor itu naik darah, kemudian meloloskan parangnya. Ia menyeret Maharani ke jipnya, langsung memboyongnya menuju Mamuju. Usai memperlihatkan empangnya yang luas di Mamuju, Laeta mengantar istri keempatnya pulang ke Pinrang. Sejenak kemudian, ia membawa Maharani balik ke Mamuju. Dengan dalih kemalaman, mereka lalu menginap di satu losmen. Dan di situlah, menurut Maharani, ia ditiduri ayahnya sendiri. Selanjutnya, Maharani menambah ceritanya, beberapa kali Laeta mengulangi hasrat birahinya. Ia, yang mengaku mengelak, toh tak berdaya. Apalagi dilihatnya Laeta tambah nekat. Biarpun Aris, penjaga empang, dan Ongken yang belakangan datang, menyaksikan perbuatan mesum itu, rupanya Laeta sudah tidak peduli. Hajat Laeta baru terhenti sekitar November tahun lalu, setelah Ongken mengancam ayahnya dengan badik, dan menarik Maharani pulang ke Parepare. Ongken ada maunya juga. Dengan pura-pura mengajak bertahun baru 1992 ke Ujungpandang, ternyata Ongken ingin mencicipi adiknya itu. Malah, dalam pengakuan Ongken di persidangan, Maharani dijadikan piala bergilir, dijual semalam kepada temannya sendiri. Kasus ini terbongkar gara-gara istri Ongken, Jamila, cemburu kepada iparnya itu. Maharani diserapahi, dan "buk", jidatnya ditimpuk dengan ulekan. Maharani pingsan. Lalu Jamila menyileti muka, leher, dan dadanya. Saat diopname di rumah sakit barulah ketahuan bahwa Maharani sudah hamil. Seperti suaminya, Jamila kini tidur di penjara (dan mengajak dua anaknya). Ia dihukum 1 1/2 tahun. Maharani sendiri mengatakan belum puas dan akan menuntut ayahnya agar diadili. Sebetulnya Jaksa Rasidi, penuntut umum perkara Ongken, sudah berupaya menghadirkan Laeta untuk menjadi saksi ketika Ongken disidangkan. Maksudnya, agar perbuatan Laeta makin terungkap. Tapi Laeta ngotot tidak mau datang, maka kesaksiannya itu hanya diambil dari pemeriksaan polisi. Kepada polisi, Laeta mengatakan bahwa dirinya difitnah anak-anaknya. "Saya tidak punya perkara dengan mereka," katanya. Menurut Mayor Taufik Ansorie, Kepala Bagian Intel Kepolisian Wilayah Parepare, ada kesalahan teknis dalam memilah perkara perkosaan oleh ayah dan abang Maharani itu. Perkara Ongken yang diajukan di Pinrang sudah selesai, tapi tersangka Laeta belum diberkas di Mamuju. "Sabar, perkara ini akan saya oper dan segera diproses," Mayor Taufik berjanji. Jadi, Maharani boleh mulai lagi berharap agar ayahnya diseret ke pengadilan? Ardian Taufik Gesuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus