Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

KPK Sebut Kartu Prakerja Tak Sesuai Aturan Pengadaan Barang

Dari hasil penelusuran KPK, ada empat permasalahan dalam pelaksanaan program kartu prakerja yang ditujukan pada masyarakat terdampak Covid-19.

19 Juni 2020 | 06.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang ketiga di Jakarta, Rabu, 29 April 2020. Kartu Prakerja diperuntukkan bagi WNI yang berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang bersekolah. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.Co, Jakarta- Program kartu prakerja yang digadang-gadang pemerintah untuk membantu masyarakat terdampak secara ekonomi akibat wabah Covid-19 ternyata sarat masalah. Misalnya, KPK menemukan kemitraan pemerintah dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai dengan aturan yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini berimplikasi dengan dugaan adanya konflik kepentingan di 5 dari 8 platform yang ikut dalam program Kartu Prakerja. KPK merinci, 250 jenis pelatihan dari total 1.895 pelatihan yang tersedia memiliki konflik kepentingan dengan platform digital.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, menjelaskan masalah pertama yang menjadi sorotan lembaganya terkait program kartu prakerja adalah ihwal proses pendaftaran. Menurut dia sebagian besar para pendaftar justru bukan kalangan pekerja yang terkena PHK akibat wabah Covid-19. "Faktanya hanya sebagian kecil (pekerja dipecat) yang mendaftar secara daring," ucap dia di Jakarta, kemarin.

Marwata memaparkan justru mayoritas atau 9,4 juta pendaftar Kartu Prakerja justru berasal dari orang yang menjadi target yang disasar pemerintah. Menurutnya, hanya ada 143 ribu jiwa dari 1,7 juta warga korban PHK yang memanfaatkan Kartu Prakerja.

Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahala Nainggolan, menyatakan KPK juga mendapati penggunaan fitur face recognition atau pengenalan peserta yang tidak efisien, padahal menelan anggaran Rp 30,8 miliar. "Kalau NIK-nya benar, kan langsung keluar semua datanya," ucap Pahala.

Masalah ketiga yakni terkait kurasi materi pelatihan yang tidak dilakukan sesuai kompetensi yang memadahi. KPK juga menemukan 89 persen dari materi pelatihan ternyata sudah tersedia di jejaring internet dan tidak berbayar. Padahal peserta yang mengikuti Kartu Prakerja harus membayar melalui subsidi pemerintah.

Persoalan keempat, pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif dan tidak efektif, bahkan berpotensi merugikan keuangan negara. Karena alasan itu, KPK telah mengirim tujuh rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan pembenahan terhadap program Kartu Prakerja. Satu di antaranya adalah pemerintah disarankan menghapus program fitur face recognition yang dianggap berlebihan.

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus