Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Kamis, 9 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahok diperiksa sebagai saksi pengusutan dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina tahun anggaran 2011-2014. Ia mengatakan bahwa pemeriksaan kali ini hanya mengkonfirmasi keterangan sebelumnya. "Kita udah pernah diperiksa kan, makanya tadi lebih cepet karena udah ada semua gitu loh. Tinggal mengkonfirmasi aja," katanya usai menjalani pemeriksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahok menyatakan tak mengetahui detail perkara yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan, sebab, kasus tersebut tidak terjadi di zamannya. "Cuman kita yang temukan, waktu zaman saya jadi Komut," ujarnya.
Menurut dia, kontrak antara Pertamina dengan korporasi asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC, sudah terjadi sebelum dirinya bergabung dengan perusahaan pelat merah itu. Dugaan penyimpangan itu ditemukan pada Januari 2020.
Dalam kasus korupsi di Pertamina ini, mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan telah divonis bersalah karena meneken perjanjian kerja sama dengan korporasi asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC. Kerja sama itu menyebabkan kerugian negara mencapai US$113,8 juta.
Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menjatuhi Karen Agustiawan dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dalam perkara korupsi LNG. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Hakim Maryono di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.
Pada Juli 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2011-2021. Penetapan tersangka ini diperoleh dari hasil pengembangan penyidikan. "Dua tersangka penyelenggara negara dengan inisial HK dan YA," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 2 Juli 2024.
Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan adalah Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. Ia menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG pada September 2023 dan ditahan pada bulan yang sama.
KPK menuduh Karen merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun dalam kontrak pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas yang dibeli Pertamina dari Corpus Christi Liquefaction pada periode 2011-2021.
Ada pula dugaan gratifikasi yang melibatkan anak kandungnya dalam proyek pembelian gas dari anak Cheniere Energy Inc itu. Selain itu, perbuatan Karen juga disebut dilakukan bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyulianto selaku Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014.
Berdasarkan laporan Koran Tempo, kasus ini berawal dari perjanjian jual beli LNG pada 2019 lalu. Kesepakatan tersebut berisi pengiriman LNG sebesar 1 million ton per annum dalam jangka waktu 20 tahun.
Tetapi, masalah kemudian muncul setelah harga gas dunia turun dan pasokan LNG dalam negeri melimpah. Hal ini membuat serapan gas domestik, termasuk untuk diekspor, tidak maksimal. Akibatnya, suplai LNG nasional yang berlebih harus dijual di lantai bursa dengan harga yang lebih rendah. Ini membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 2,1 triliun.
Menurut laporan Majalah Tempo, KPK menilai kontrak LNG dengan Corpus Christi pada 2012 melanggar aturan internal Pertamina lantaran tak pernah dibahas dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan 2013, 2014, dan 2015. Kerja sama itu juga belum mendapatkan persetujuan dewan komisaris selaku perpanjangan tangan pemerintah.
Dalam kesimpulan KPK, keputusan pembelian gas itu dibuat secara sepihak tanpa kajian analisis supply and demand yang memadai. Akibatnya, Pertamina merugi karena terpaksa melepas LNG yang dibeli ke pasar dengan harga murah.
Sebenarnya, ini adalah kasus yang diambil alih oleh KPK dari Kejaksaan Agung. Komisi antirasuah tersebut telah menelisik kasus ini sejak akhir 2021. Kemudian pada Juni 2022, KPK pun meningkatkan status kasus dugaan korupsi pengadaan LNG ini ke tahap penyidikan.
Dalam kasus ini, penyidik KPK juga sempat memeriksa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Periode 2011-2014 Dahlan Iskan. Dahlan diperiksa pada Kamis 14 September 2023. Meski demikian, dia mengaku tak banyak tahu soal korupsi pengadaan gas alam atau LNG di PT Pertamina Tahun 2011-2014.
“Tidak (tahu). Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu teknis sekali di perusahaan,” kata Dahlan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Mutia Yuantisya dan Raden Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.