Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa penghentian penyidikan dalam kasus dugaan suap terkait perubahan fungsi hutan dilakukan setelah adanya putusan peninjauan kembali (PK) yang menguntungkan mantan Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan putusan PK itu, Suheri dinyatakan bebas atas vonis tiga tahun penjara. “Hal ini merupakan konsekuensi logis dari putusan PK dari salah satu terdakwa saudara ST yang dikabulkan. Hakim memutuskan saudara ST ini bebas,” kata Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tessa menjelaskan bahwa dengan dibebaskannya Suheri Terta, KPK memutuskan untuk menghentikan proses penyidikan terhadap Surya Darmadi dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3.
KPK menyatakan kasus dugaan suap alih fungsi hutan di Riau yang menyeret bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi dihentikan. Hal ini tertuang pada surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh KPK.
Indonesia Corruption Watch atau ICW menyayangkan sikap KPK yang terlanjur pesimis terhadap kasus Surya Darmadi. KPK mengeluarkan surat perintah pengentian penyidikan (SP3) terhadap kasus itu.
Peneliti ICW Diky Anandya mengatakan semestinya KPK memiliki keyakinan terhadap kasus yang tengah disidiknya. Terlebih, dalam kasus Surya Darmadi sudah banyak pihak yang dihukum seperti eks Gubernur Riau Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasi) Gulat Medali Emas Manurung.
"Alasan (KPK) bahwa dikatakan tidak cukup bukti, bagi kami itu alasan yang dangkal," kata Diky dikonfirmasi Tempo, Senin, 19 Agustus 2024.
Kilas Balik Kasus Surya Darmadi
Kasus ini berawal ketika Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman, mengeluarkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan yang tergabung dalam PT Duta Palma Group. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama pada 2003, serta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur pada 2007.
Pemberian izin ini diduga dilakukan secara ilegal dan berpotensi menimbulkan kerugian negara, karena lahan yang diberikan izin tersebut berada dalam kawasan hutan yang tidak disertai pelepasan kawasan hutan.
Pada 1 Agustus 2022, Kejaksaan Agung menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka atas dugaan penyerobotan lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Lahan tersebut dikelola tanpa izin oleh Grup Duta Palma, perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Surya alias Apeng, dari 2003 hingga 2022. Surya telah tiga kali mengabaikan panggilan dari Kejaksaan Agung setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka.
Surya juga dikenakan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 78 triliun. Sebelumnya, Surya juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi terkait perubahan fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan pada 2014.
Hasil penyidikan menyebut Surya Darmadi menyuap mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, sebesar Rp 3 miliar melalui Gulat Medali Emas Manurung.
Surya Darmadi Menyerahkan Diri
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan kronologi penyerahan diri bos Duta Palma, Surya Darmadi. Ia menjelaskan bahwa proses ini dimulai dengan korespondensi antara Kejaksaan Agung dan pihak Surya Darmadi.
“Hari ini kami melakukan penjemputan atas nama tersangka SD,” kata Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 15 Agustus 2022.
Pihak Surya Darmadi mengirimkan surat yang menyatakan niat untuk menyerahkan diri, yang kemudian diikuti dengan komunikasi antara pengacara Surya, Juniver Girsang, dan Kejaksaan Agung.
Pada persidangan 6 Februari 2023, Surya Darmadi dituntut hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp 1 miliar. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 78,8 triliun.
"Menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan Tindak Pidana Pencucian Uang," ujar jaksa penuntut umum seperti dikutip dalam keterangan resmi Kejaksaan Agung, Senin 6 Februari 2023.
SUKMA KANTHI NURANI | MUTIA YUANTISYA I ADE RIDWAN YANDWIPUTRA