Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

KPK Ungkap Shelter Tsunami di NTB Tak Bisa Digunakan saat Bencana karena Korupsi

Shelter tsunami di NTB seharusnya tahan goncangan gempa hingga 9.0 skala richter. Dua gempa dengan kekuatan di bawah itu merusak bangunan tersebut.

31 Desember 2024 | 07.30 WIB

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur memberikan keterangan pers terkait penahanan tersangka kasus dugaan korupsi di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 18 September 2024. KPK menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada periode 2019-2020 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp233 miliar. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur memberikan keterangan pers terkait penahanan tersangka kasus dugaan korupsi di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 18 September 2024. KPK menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada periode 2019-2020 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp233 miliar. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat tak bisa digunakan saat bencana karena diduga dikorupsi. KPK menahan dua orang tersangka dari lingkungan pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kasus yang diduga terjadi pada 2014 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua tersangka yang KPK tahan, yakni Aprialely Nirmala (AN) dan Agus Herijanto (AH). Ketika proyek itu berlangsung, Aprialely Nirmala menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Kementerian PUPR Perwakilan NTB sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek. Sementara Agus saat itu mewakili PT Waskita Karya, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai salah satu pemenang tender proyek pembangunan TES.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan ada perubahan desain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam pembangunan shelter tsunami itu. Perubahan tersebut termasuk penurunan spesifikasi shelter yang menyebabkan bangunan tersebut rusak sebelum digunakan.

Desain itu, kata Asep, sengaja diubah dengan alasan tidak mampu melaksanakan pembangunan. “Bahwa selain melakukan perubahan desain, ternyata saudari AN selaku PPK juga menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Asep di Gedung KPK Merah Putih, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Desember 2024.

Asep mengatakan kasus dugaan korupsi ini berawal pada 2012 lalu. Ketika itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana pengurangan risiko bencana tsunami. Salah satunya adalah pembangunan shelter di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Pembangunan shelter itu memiliki pagu anggaran sebesar Rp 23,26 miliar.

Seharusnya, shelter tersebut bisa tahan goncangan gempa hingga 9 skala richter (SR). Namun pada 2018, terjadi dua gempa bumi berkekuatan 6,4 SR dan 7,0 SR di wilayah tersebut. Kedua gempa itu menyebabkan shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung.

KPK menduga kerusakan terjadi karena adanya penurunan spesifikasi saat pembangunan. Menurut Asep, shelter di NTB itu tidak bisa digunakan hingga saat ini. KPK pun menetapkan Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto sebagai tersangka.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus