Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Negeri Surabaya telah menyerahkan memori kasasi atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Namun tim kuasa hukum keluarga korban --Dini Sera Afriyanti -- kecewa dengan sikap kejaksan yang tidak melibatkan mereka dalam penyusunan memori kasasi tersebut. "Kami sudah memohon beberapa waktu yang lalu tentang memori kasasi dari proses hukum di Surabaya, sampai hari ini hasil memori kasasi belum kami dapatkan dari jaksa penuntut umum," kata Dimas Yemahura, kuasa hukum keluarga Dini Sera Afriyanti, kepada Tempo melalui pesan Whatsapp pada 21 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dimas menilai jaksa tidak transparan dalam memproses penyusunan memori kasasi tersebut. Pihak korban meminta agar JPU dapat bersikap adil dan objektif dalam proses hukum ini. "Kenapa kami sulit mendapatkan memori kasasi?" ucap Dimas. "seharusnya kami (korban) dilibatkan untuk penyusunan memori kasasi, ini benar-benar sangat mengecewakan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, JPU memang tertulis telah menyerahkan permohonan kasasi pada 16 Agustus 2024. Kasasi itu diajukan atas vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim PN Surabaya dalam perkara pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti pada 24 Juli 2024. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar juga telah memberi konfirmasi ihwal penyerahan memori kasasi itu. "Jumat, JPU Surabaya sudah memasukkan memori kasasi ke PN Surabaya untuk diserahkan ke Mahkamah Agung (MA)," kata Harli, 20 Agustus 2024.
Gregorius Ronald Tannur adalah terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti. Pembunuhan itu terjadi di area parkir basement sebuah mall di Surabaya pada 2023. Jaksa menuntut Ronald dihukum 12 tahun pidana penjara. Jaksa juga menuntutnya membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta subsider kurungan 6 bulan.
Namun, majelis hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik sebagai hakim ketua, serta Heru Hanindyo dan Mangapul sebagai hakim anggota, justru memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur. "Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau kedua, Pasal 351 ayat (3) KUHP, atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Surabaya pada 24 Juli 2024.
Majelis hakim berdalih, Ronald Tannur masih berusaha memberikan pertolongan terhadap korban ketika masa kritis. Ronald juga disebut sempat membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh pertolongan medis.
Mengetahui keputusan tersebut, keluarga korban Dini Sera Afrianti bersama kuasa hukumnya juga melakukan upaya hukum atas vonis bebas Ronald Tannur. Mereka melaporkan tiga hakim PN Surabaya ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Mahkamah Agung (Bawas MA), hingga melakukan audiensi dengan Komisi III DPR RI.