Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kuhap: bila hakim dan jaksa berantem

Dakwaan jaksa terhadap thjin thjin (a fong), 35, dikembalikan PN jak-bar dalam kasus bedah plastik penyanyi taiwan, chen we chin. kendati sudah diperkarakan, hakim sofyan chaeruddin menganggap dakwaannya kabur.

10 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSIDANGAN perkara Thjin Thjin alias A Fong, yang dituduh telah menyebabkan tewasnya penyanyi Taiwan Chen We Chin di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa pekan lalu, berakhir mengejutkan. Di akhir persidangan, tiba-tiba majelis yang diketuai Sofyan Chaeruddin menyatakan dakwaan jaksa tidak dapat diterima. Alasan hakim, dakwaan jaksa itu kabur (obscuur libel), karena mencampuradukkan tindak pidana kejahatan dan pelanggaran. Artinya, pemeriksaan perkara itu tak perlu dilanjutkan, dan jaksa harus memperbaiki dakwaannya. Berdasarkan itu, hakim memutuskan mengembalikan berkas perkara ke kejaksaan. Keputusan hakim itu tentu saja mengejutkan Jaksa M. Sidik Latuconsina, yang semula menuntut A Fong 2 tahun penjara. Sebab biasanya hakim memutuskan dakwaan jaksa tidak dapat diterima -- lewat sebuah putusan sela -- begitu dakwaan selesai dibacakan atau setelah terdakwa dan pembelanya mengajukan keberatan (eksepsi). Karena itu, Sidik serta merta mengajukan perlawanan (verzet) ke pengadilan banding. A Fong, 35 tahun, diadili dengan tuduhan melakukan kelalaian yang mengakibatkan kematian seorang penyanyi Taiwan, Chen We Chin, 29 tahun. Chen, yang akan menjalani operasi payudara, dalam dakwaan jaksa, tewas akibat suntikan "Lidonest" yang diberikan A Fong. Padahal, A Fong, yang sehari-hari bertugas selaku asisten klinik bedah plastik salon Modern di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat, tak berwenang menyuntik dan mengoperasi pasien. Pada 8 Juli 1988, Chen dalam keadaan teler -- karena banyak minum -- datang ke klinik salon Modern. Wanita yang terhitung seksi itu ingin operasi plastik, untuk mengencangkan dan memperbesar payudaranya. A Fong, yang bekerja sebagai body designer di klinik itu, meminta ia kembali empat hari lagi. Pada hari yang dijanjikan, Chen muncul lagi. Tapi Dr. Suminta Bisma Djaja, pimpinan klinik dan dokter yang berwenang mengoperasi, belum datang. Sambil menunggu dokter, A Fong, yang cuma lulusan SLTA tapi mengaku sudah berpengalaman di bidang bedah plastik, menyuntikkan obat pemati rasa Lidonest ke pasien itu. Setidaknya delapan kali ia menyuntikkan Lidonest 20 cc pada payudara kiri dan kanan Chen. Setelah disuntik, Chen tidur-tiduran. Tapi dua puluh menit kemudian penyanyi itu berteriak kesakitan. Tubuhnya kejang-kejang, lalu pingsan. Meskipun sudah diberi pernapasan buatan, Chen tetap tak bergeming. Akhirnya Chen meninggal sewaktu dilarikan ke RSCM. A Fong pun diajukan ke meja hijau. Kepada TEMPO ia mengaku panik sewaktu kejadian, sehingga tak memberikan obat penawar terhadap korban. "Saya panik dan takut salah lagi," ujar A Fong, yang tak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa. Janda beranak dua itu menganggap perkaranya semata-mata kesialan. "Saya lagi sial," katanya (TEMPO, 28 Januari 1989). Persidangan perkara A Fong kemudian sempat tersendat-sendat. Sebab, dr. Suminta, yang dipanggil sebagai saksi, tak pernah memenuhi panggilan jaksa. Setelah enam kali panggilan, pada April lalu, tiba-tiba jaksa hanya membacakan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dr. Suminta. Dalam kesaksian itu, Suminta menyatakan tak tahu-menahu soal bedah plastik penyanyi Chen itu, apalagi memberikan wewenang kepada A Fong. Ternyata, setelah perkara itu berjalan hampir 8 bulan, pengadilan malah memutuskan dakwaan jaksa tidak dapat diterima. Sebabnya, menurut Ketua Majelis Hakim Sofyan Chaeruddin, yang segera berangkat ke Balikpapan -- untuk menjadi Ketua Pengadilan Negeri di sana -- dakwaan jaksa kabur. Seharusnya jaksa, katanya, dalam dakwaannya tidak mencampurkan kejahatan (pasal 359 KUHP) dengan pelanggaran (512 a). Jaksa Latuconsina tentu saja keberatan dengan penilaian hakim itu. "Dakwaan itu sama sekali tidak kabur. Kalau majelis hakim menganggap begitu, biarlah pengadilan tinggi yang menjadi wasitnya." Tidakkah tindakan majelis itu, yang baru menolak tuduhan setelah pemeriksaan selesai, menyalahi KUHAP? Hakim anggota, R.M. Ujung, menganggap tata cara persidangan perkara itu sudah mengikuti ketentuan undang-undang. "Lho, yang ingin kita capai kan keadilan. Dakwaan itu baru nyata kabur setelah para saksi diperiksa," kata Ujung, yang juga kecewa karena Suminta tak bisa dihadirkan jaksa. Salah seorang pakar hukum acara, M. Yahya Harahap, menilai keputusan hakim itu tak menyimpang dari ketentuan KUHAP. "Untuk lebih yakin akan kebenaran bahwa dakwaan jaksa kabur, bisa saja hakim memutuskannya setelah pemeriksan perkara itu selesai. Hakim mungkin takut gegabah bila memutuskan soal itu setelah dakwaan dibacakan," kata Yahya. Yahya Harahap, yang sehari-hari bertugas sebagai hakim agung, melihat masalah vonis A Fong itu semata-mata lantaran adanya penafsiran KUHAP. Hakim, katanya, mungkin berpegang pada ketentuan KUHAP, yang membedakan tata cara persidangan untuk tindak pidana kejahatan (acara biasa) dan pelanggaran (acara cepat). Padahal, "Sesuai dengan pasal 70 KUHP, jaksa diperbolehkan menggabungkan tindak pidana kejahatan yang terjadi berbarengan dengan pelanggaran," ujar Yahya. Pengacara A Fong, Sudjono, ternyata tak begitu peduli dengan keputusan hakim itu. Toh keputusan hakim sudah cukup menguntungkan kliennya. Ia hanya menyesalkan jaksa yang menyatakan verzet atas keputusan itu. Sebab, menurut Sudjono, hakim sudah memutuskan materi perkara -- tak lagi sekadar acaranya. "Biar saja, jaksa dan hakim yang berantem."Happy S., Tommy T., dan B. Aji S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum