Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sengketa warisan sutopo

Warisan almarhum sutopo, pemilik 38 perusahaan, diperebutkan antara istrinya, ny. indah berliani, putri kandungnya, dan saudara-saudaranya. sebagian perusahaan sudah dijual. tinggal lima lagi termasuk bridgestone.

30 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUTOPO Jananto, pemilik 38 perusahaan dengan nilai Rp 500 milyar, telah meninggal enam tahun lalu. Tapi perkara harta warisan pemilik pabrik ban Bridgestone itu menggelinding lagi. Beberapa saat setelah mendiang tiada, terjadi sengketa antara istrinya, Nyonya Indah Berliani, dan putri kandungnya, Ratnawati Jananto. Pekan-pekan ini, giliran saudara-saudara Sutopo Jananto sendiri. Melalui Pengacara Otto Hasibuan, mereka menggugat harta warisan mendiang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari keenam saudara mendiang yang berperkara soal warisan, dua orang telah meninggal. Keduanya masing-masing diwakili oleh enam dan ahli ahli warisnya. Enam saudara Sutopo itu mengklaim diri mereka sebagai ahli waris mendiang. Mereka juga menganggap Nyonya Indah, 56 tahun, yang hingga kini masih menyuasai harta peninggalan berlimpah itu, tak berhak mendapat warisan. Alasannya perkawinan Sutopo Indah tak pernah di daftarkan ke Kantor Catatan Sipil (KCS). Mereka -- para saudara Sutopo menuntut agar Indah menyerahkan hak mereka, sebesar 50% dari warisan Sutopo. Sedangkan sisanya sebesar 50% seharusnya diberikan kepada Ratnawati, 35 tahun. Sebab, dialah satu-satunya anak "di luar nikah" -- dari delapan anak hasil perkawinan Sutopo-Indah -- yang diakui Sutopo. Klaim oleh para saudara mendiang itu sebetulnya hanya kelanjutan cerita rebutan warisan Sutopo. Setelah jutawan itu meninggal dunia dalam usia 51 tahun, pada 25 Januari 1984, hartanya disengketakan tanpa kesudahan. Anehnya, di pengadilan, putusan hakim atas perkara itu berbeda-beda. Hakim Imam Soekarno di Pengadilan Jakarta Pusat, pada Mei 1985, menetapkan bahwa perkawinan Sutopo-Indah tidak sah. Tapi Hakim B.E.D. Siregar, pada September 1985, menyatakan perkawinan itu sah. Karenanya, Indah serta kedelapan anaknya sah pula sebagai ahli waris. Sementara itu, pada Juni 1985, tanpa mempersoalkan keabsahan perkawinan tersebut, Hakim Soedijono menganggap Indah lebih berhak memiliki warisan. Sebab, pada 9 Februari 1984, baik Ratnawati maupun keenam saudara mendiang sudah menyerahkan warisan itu kepada Indah. Belakangan, pada 1987, dalam gugatan Ratnawati bersama keenam saudara mendiang terhadap Indah dan tujuh anaknya yang lain, Hakim Soekatri Darmabrata menyatakan bahwa perkawinan Sutopo-Indah tak sah. Jadi, kata Soekatri, Indah dan tujuh anaknya tak berhak menjadi ahli waris. Hanya Ratnawati yang berhak atas warisan itu karena dia anak luar nikah yang diakui dengan akta kelahiran. Memang, belum jelas benar siapa yang paling berhak. Kini, keenam saudara almarhum menggugat Nyonya Indah dan Ratnawati. Alasan mereka, seperti dirumuskan pengacaranya, Otto Hasibuan, akta hibah warisan tertanggal 9 Februari 1984 cacat demi hukum. Menurut Otto, akta itu tak sah karena tak memenuhi sebab yang halal. Sebab, dalam akta itu disebutkan bahwa si penerima hibah, Nyonya Indah, akan menanggung segala utang dan pajak. "Hibah tidak boleh untuk benda-benda yang baru ada kemudian," kata Otto Hasibuan, yang menilai akta itu melanggar asas legitime portie. Kecuali itu, kata Otto, penyerahan hak mewaris juga tak diperkenankan KUH Perdata. Otto menganggap gugatan baru ini tidak nebis in idem dengan perkara sebelumnya. Sebab, penggugat dan materi perkaranya berbeda. Bahwa Ratnawati ditarik selaku tergugat, "karena dia termasuk penanda tangan akta itu," ujar Otto. Sutomo Jananto, salah seorang penggugatnya, malah menganggap Ratnawati sudah "berkolaborasi" dengan ibunya. "Ratna curang. Dia sudah dibeli ibunya," ucap Sutomo, yang kini sakit-sakitan. Menurut Sutomo Ratnawati sudah menerima uang Rp 3 miiyar dari Indah, sementara keenam saudara mendiang cuma diberi Rp 300 juta. Ratnawati membantah tudingan telah bergabung dengan ibunya dan menerima uang Rp 3 milyar itu. "Saya bukannya meninggalkan mereka. Saya cuma letih terus-menerus mengurus perkara ini," tutur Ratnawati, yang mengaku kini lebih mengurus keluarganya sendiri. Menurut Ratnawati, sebagian besar perusahaan peninggalan mendiang sudah dijual oleh ibunya. Kini tinggal lima buah lagi, termasuk Bridgestone. "Tapi belum sedikit pun hak waris itu saya terima," ucapnya. Sayangnya, sampai pekan lalu Nyonya Indah belum menyampaikan jawaban di persidangan. Happy S., Sri Pudyastuti (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus