Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lain jhoni, lain nur usman

Jhoni Ayal yang dituduh pelaku pembunuhan Irwan Bharya diajukan ke sidang. Ia terang-terangan menuding ayah tiri Irwan, Nur Usman yang menyuruh membunuh. (hk)

19 Januari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABUT yang menutupi latar belakang pembunuhan Roy Irwan Bharya dicoba disingkap. Jaksa T. Simanjuntak, yang membawa Jhoni Ayal ke sidang, Senin pekan ini, terang-terangan menuding ayah tiri Roy, Nur Usman, sebagai orang yang membujuk Jhoni beserta kawan-kawannya untuk mencelakakan korban. "Sebagai pelaksanaan dari anjuran Nur Usman, Jhoni bersama kawan-kawannya telah menghilangkan jiwa Irwan dengan direncanakan terlebih dahulu," ujar Jaksa Simanjuntak, di persidangan yang penuh sesak oleh pengunjung itu. Berbagai fakta diungkapkan Simanjuntak untuk memperkuat dakwaannya itu. Awal Agustus lalu, sepuluh hari sebelum pembunuhan terjadi, ibu Roy, Nyonya Thea Kirana, kata Jaksa, bertengkar hebat dengan suaminya, Nur Usman. Pertengkaran di rumah mereka di Jalan Cempaka Putih Timur itu, melibatkan pula Roy, yang waktu itu berliburan di Indonesia dari sekolahnya di Los Angeles, Amerika. Nur konon menuding Roy hendak merujukkan ibunya dengan ayah kandungnya, dr. Mikail Bharya, direktur Rumah Sakit Dharma Sakti, Jakarta. Pertengkaran itu, menurutJaksa, tiga hari kemudian berlanjut di Bank of America. Ketika itu Nur didampingi Jhoni Ayal, sementara Nyonya Thea bersama Roy disertai seorang temannya, Nyonya Vonny. Nur, yang datang belakangan, tuduh Jaksa lagi, melontarkan maki-makian kepada Thea: "Wanita brengsek, bajingan ...." Pada waktu itu pula, kata Jaksa, Nur "memanas-manasi" Jhoni: "Lihat John, muka anaknya itu. Ia seperti akan memukul kamu, hancurkan dia," kata Nur, seperti dikutip Jaksa. Jhoni pun mengancam Roy. Setelah kejadian di bank itu, menurut Jaksa, selama lima hari Jhoni - melalui telepon - mengancam Thea akan menculik dan membunuh Roy. Selama itu pula Jhoni dan kawan-kawannya mulai mencari Roy ke rumah ibunya atau ke rumah sakit tempat ayahnya berpraktek. Selama "perburuan" itu, kata Jaksa, Jhoni sempat berhubungan dengan Nur - baik melalui telepon maupun langsung ke kantor Nur di Jalan Wahid Hasyim. Bahkan Nur, menurut Jaksa, sempat membangkitkan semangat Jhoni dengan kata-kata: "Dia 'kan Cina, culik saja dia dan beri pelajaran. Kamu tidak usah khawatir . . . kalau ada kejadian apa-apa saya sudah laporkan ke provost dan CPM." Pada 10 Agustus Jhoni bersama lima temannya berhasil menjumpai Roy di depan Rumah Sakit Dharma Sakti. Anak muda itu langsung dikeroyok. Bahkan, salah seorang dari mereka menusukkan pisau ke dada Roy. Dalam keadaan terluka, Roy diseret ke mobil Daihatsu Taft, dan dibawa kabur. Setelah pemuda itu menemui ajal - akibat tusukan-tusukan berikutnya - barulah komplotan itu menyerahkan Roy ke Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta. Untuk semua itu, Jaksa Simanjuntak menuduh Nur memberikan imbalan kepada Jhoni dan kawan-kawannya. Sekurangnya, Jhoni telah menerima 200 dolar AS. Karena itulah, sejak pekan ini, Jhoni bersama teman-temannya ItU diadili secara terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jhoni, yang dikerumuni teman-temannya sehabis sidang, tidak banyak komentar. "Sory deh, saya masih stress. Kapan-kapan akan saya ungkapkan semuanya," ujar Jhoni kepada TEMPO. Ia memang kelihatan gugup sehingga rokok kretek yang dipegangnya tampak bergetar. Sebelum memasuki ruangan sidang, Jhoni khusyuk berdoa. Teman-teman kuliah Jhoni di Universitas Tarumanegara hadir di persidangan itu. Juga Nur Usman. "Saya datang karena mendapat panggilan sebagai saksi," ujar Nur Usman. Ia tetap membantah keras telah menyuruh Jhoni menghabisi anak tirinya itu. "Dulu koran-koran memberitakan Daihatsu Taft itu milik saya. Sekarang boleh tulis besarbesar di halaman pertama bahwa Nur Usman bukan pemilik mobil itu," ujar bekas pejabat penting Pertamina itu. Kepada TEMPO, pekan lalu, Nur memang mengatakan bahwa dirinya yakin tidak bersalah. "Kalau saya dianggap salah, itu berarti fitnah terhadap diri saya. Dan saya hanya bisa berdoa kepada Tuhan," ujar Nur. Lelaki bertubuh gempal itu mengatakan tidak begitu mengenal Jhoni Ayal. Terdakwa di kenalnya ketika mendampinginya di Bank of America. Setelah itu, katanya, ia tidak pernah lagi bertemu dengan Jhoni. Ia tidak bersedia mengomentari tuduhan Jaksa terhadap Jhoni. "Semuanya saya serahkan ke pengadilan. Saya hanya mencoba bersikap adil: yang salah harus mendapat hukuman," ujar Nur lagi. Lelaki kelahiran Aceh itu, sampai kini, memang masih luput dari tuntutan hukum. Pihak Polres Jakarta Pusat semula hanya mencantumkan Nur Usman sebagai saksi dalam perkara Jhoni Ayal. Tapi kejaksaan mengembalikan perkara itu ke polisi. Setelah itu polisi menyerahkan kasus Jhoni bersama kasus Nur. Hanya saja, untuk kasus Nur, pihak polisi tidak mencantumkan tuduhan pembunuhan melainkan "perbuatan tidak menyenangkan" terhadap Nyonya Thea. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bob Nasution, kembali memulangkan perkara itu ke polisi untuk diperbaiki. "Sebanyak itu petunjuk bahwa Nur yang menyuruh Jhoni melakukan pembunuhan, kok polisi hanya mencantumkan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan," ujar seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Namun, sampai pekan lalu, polisi belum mengajukan perkara Nur yang baru dan tidak pula menghentikan penyidikan. "Selama Desember, sudah empat kali Nur dipanggil untuk diperiksa. Tapi sejauh ini belum ditemukan bukti-bukti yang bisa menyeretnya ke pengadilan," ujar sumber TEMPO. Nyonya Thea, yang juga hadir di persidangan, agaknya sudah putus asa untuk menyeret bekas suaminya itu ke sidang. "Hari ini tepat ulang tahun Roy ke-23. Tolonglah saya," desahnya, entah kepada siapa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus