Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA yang lain dalam wisuda sarjana IKIP Ujungpandang, Sabtu dua pekan B. Ialu. Di antara para sarjana baru yang mengenakan toga, ada 90 ibu berkebaya yang ikut diwisuda. Ibu-ibu itu menolak memakai toga? Tidak. Ibu-ibu itu adalah mahasiswa program diploma Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ) IKIP Ujungpandang. Program ini dibuka Oktober 1982 di delapan IKIP negeri dan dua universitas, khusus untuk para guru Sekolah Menengah Tingkat Pertama. Berturut-turut mulai September tahun lalu, mahasiswa SBJJ diwisuda di IKIP Semarang, lalu IKIP Bandung, IKIP Yogya, IKIP Padang, dan IKIP Ujungpandang. Yang segera menyusul diwisuda tahun ini juga yaitu mahasiswa SBJJ di IKIP Medan, Malang, Jakarta, Universitas Sriwijaya, Palembang, dan di UNS, Solo. Program yang bertujuan meningkatkan kemampuan guru-guru itu, di segi lain, di)adikan semacam UJi coba untuk Universitas Terbuka (UT), yang dibuka September lalu. Itu sebabnya, persentase kelulusan 1.100 mahasiswa SBJJ menjadi penting. Hingga wisuda kelima di IKIP Ujungpandang, tampaknya SBJJ boleh dianggap berhasil. Pukul rata, 70% mahasiswa SBJJ lulus. Bahkan di IKIP Bandung - yang 20 Oktober tahun lalu mewisuda mahasiswa program ini sebanyak 130 dari 183 peserta SBJJ (artinya lebih dari 72% lulus) - 4 mahasiswa mencapai indeks prestasi di atas 3. Indeks prestasi tertinggi bernilai 4. Keempatnya ditawari masuk program sarjana di UT. "Jadi, menurut saya, program SBJJ sudah lumayan," kata Muhammad Surya, pengelola SBJJ IKIP Bandung. Apalagi, tambahnya, para bapak dan ibu guru itu "merasa mendapat tambahan ilmu buat mengajar di dalam kelas". Surya tak mengada-ada. Nurcaya Mambong, guru Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di SMPN II Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan, merasa, "Jadi mahasiswa jarak jauh menambah pengetahuan." Selain, tentu, ijazah SBJJ akan mengatrol pangkat guru. Program SBJJ ini membuka bidang studi berbeda-beda di tiap IKIP. Di IKIP Ujungpandang, bidang studi yang dibuka adalah PKE - itu sebabnya mahasiswanya ibu guru semua. Yang lain, IKIP Yogyakarta membuka bidang studi matematika, Bandung ilmu pengetahuan alam, Semarang bahasa Inggris, UNS ilmu pengetahuan sosial, Jakarta pendidikan luar sekolah. Menurut pengamatan Muhammad Surya, keberhasilan mahasiswa SBTT banyak tergantung pada keaktifan para tutor. "Nilai prestasi yang tinggi, setelah saya cek, berasal dari kelompok belajar yang tutornya aktif," katanya. Nyonya Nurcaya mengakui hal itu. "Sebelum jadi mahasiswa, saya menambah pengetahuan dengan membaca buku atau majalah," tutur guru lulusan Sekolah Guru Kepandaian Putri (sekarang SMKK), 1966, ini. "Tapi susah memahaminya. Sekarang, bila tak mengerti bahan kuliah dari paket modul, bisa tanya kepada tutor." Pihak IKIP sendiri selalu memonitor tugas tutor. "Sekali sebulan tutor wajib memberikan laporan," kata Surya. Dan, yang mungkin mendorong semangat belajar mahasiswa SBJJ, yang gagal dalam tes berkala akan dipanggil ke kampus, untuk diberi program perbaikan. "Ada teman saya yang berkali-kali dipanggil IKIP untuk memperbaiki kreditnya," kata Nurcaya. Soal tutorial itulah yang tampaknya akan jadi masalah. Soalnya, SBJJ akan segera digabungkan dengan UT. Hanya angkatan pertamanya yang ijazahnya bercap IKIP atau universitas induknya. Untuk angkatan selanjutnya, seperti angkatan kedua dan ketiga yang kini sudah berjalan, ijazahnya akan berstempel Universitas Terbuka. Padahal, sistem tutorial di UT sangat terbatas, yakni hanya tiga kali dalam satu semester. Belum jelas benar apakah sistem tutor aktif akan disetop, ataukah justru UT akan mengambil alih tutorial macam SBJJ. Alternatif kedua agaknya yang diharapkan banyak mahasiswa yang kuliah tanpa dosen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo