Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Lajang si penumpas

Pembunuh safii dan keluarganya (medan), tengku tarmizi telah dibekuk polisi. ia membunuh untuk merampas sebuah honda milik korban. (krim)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH dari seratus orang mengguncang daun pintu sel tahanan polisi di RS Pirngadi, Medan, 8 November lalu. Rombongan yang sedang marah itu berteriak-teriak, "Serahkan pembunuh itu . . . biar kami bunuh!" Dua anggota polisi yang berjaga di sana hampir menyerah andai kata tidak segera mendapat bantuan satu truk polisi bersenjata. Yang mereka sebut sebagai pembunuh, Tengku Tarmizi, 24, diturunkan dari lantai dua rumah sakit itu dengan penjagaan ketat. Dia dipindahkan ke RS Brimob, tak jauh dari rumah sakit sebelumnya. Di tempat yang terakhir ini, pengawalan tak pernah kendur. "Demi pengamanan saja. Kami khawatir Tarmizi dirajam orang," kata komandan reserse kepolisian Medan, Mayor Drs. Paimin A.B. kepada TEMPO. Tengku Tarmizi alias Nonek dibekuk Tekab Medan, 7 November, dari rumah pacarnya di Kualabekiun, 40 km dari Medan. Enam butir peluru mendekam di paha kirinya, menghentikan perlawanannya. Polisi memang sudah tiga hari melacak lajang kelahiran Kualasimpang, Aceh Utara, itu dengan tuduhan berat: menumpas sebuah keluarga. Sabtu, subuh 5 November lalu, Safii dan istrinya, Siti Aminah (sedang hamil), serta satu-satunya anak mereka, Juliani, 2, ditemukan mati dalam keadaan menyedihkan di rumah mereka di Kelurahan Denai Pasar IV, Medan. Ketiga mayat itu ditemukan bersimbah darah, tergeletak di tempat tidur, dan tubuh mereka penuh bacokan. Leher Safii hampir putus. Mulut Siti Aminah, 24, sobek sampai ke rahang dan giginya yang rompal berserakan di tilam. Leher Juliani tercekik ikatan sarung bantal - kepalanya juga penuh bacokan. Polisi menuduh Tarmizi yang bertanggung jawab terhadap malapetaka yang menimpa keluarga Safii itu. Polisi memang punya cerita. Malam itu beberapa tetangganya menonton televisi di rumah Safii, 24, yang pendiam dan selalu membuka pintu rumahnya bagi siapa saja yang ingin menonton televisinya. Setelah penonton lain pulang, begitu hasil pengusutan polisi, Tarmizi masih ngobrol ke sana kemari dengan tuan rumah. Sampai Safii naik ke tempat tidur, Tarmizi tak beranjak dari ruang tamu. Ia malah membeli minuman keras murahan dan mereguknya sampai tandas. Puntung rokok yang memenuhi asbak membuat polisi berkesimpulan, Tarmizi resah memikirkan apa yang hendak dilakukannya. Dan inilah yang dilakukannya, menurut penuturan polisi: Safii dibangunkan dari tidurnya. Lalu, dengan mengamangkan golok, Tarmizi meminta Safii agar menyerahkan surat sepeda motor Honda. Begitu Safii menolak, Tarmizi menetak leher korbannya. Erang Safii tak tertelan oleh ribut hujan deras di luar. Siti Aminah, yang sedang hamil tiga bulan, terbangun. Tapi nyonya muda ini malah tak sempat mengerang - mulutnya keburu kena hantam golok Tarmizi. Juliani tak luput dari kekejaman Tarmizi. "Dia menghabisi saksi-saksi sampai tuntas," ujar Mayor Paimin. Untuk apa? Selesai menjagal, Tarmizi membongkar lemari, lalu kabur dari sana membawa kendaraan yang diincar, lengkap dengan surat-suratnya. Paginya, ia langsung menjual kendaraan itu seharga Rp 300 ribu. Dengan uang itulah ia merencanakan pernikahan dengan Marni. Sudah lama Tarmizi berteman dengan Safii. Dalam sebulan belakangan telah beberapa kali Tarmizi mengunjungi dan menginap di rumah Safii. Maksudnya, cari kerja sebagai tukang perabot. Safii sudah mengusahakan, tapi tak berhasil. Lalu Tarmizi memesan tempat tidur, katanya sebagai persiapan kawin, yang akan dibayarnya secara angsuran. Urusan jual beli itu gagal karena Tarmizi ternyata tak mampu membayar sepeser pun. Selama menginap di rumah temannya, Tarmizi menunjukkan perangai yang aneh. Suatu ketika Safii memergoki tamunya itu menarik kolor Siti Aminah. Memang tak sampai terjadi keributan karena Safii memaafkan tingkah aneh temannya itu. Kepada polisi Tarmizi mengaku, memang punya kebiasaan buruk: bila teler, karena terlalu banyak menenggak minuman keras, ia suka menarik kolor istri temannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus