Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mafia membajak judul

Para penerbit buku resah dan mengadu ke kejaksaan tinggi, banyak terjadi pembajakan buku. mereka (para pembajak) sudah mempunyai sindikat. ikapi akan membentuk satgas. (krim)

19 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA penerbit buku semakin resah. Dua minggu lalu, mereka berbondong-bondong ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengadukan masalah pembajakan buku-buku mereka. Menurut Rozali Usman, S.H., ketua Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) Pusat, paling tidak sekitar 15 penerbit menjadi korban pembajakan buku. Buku-buku yang dibajak cukup banyak ragamnya. Mulai dari buku pelajaran umum, seperti PMP (Pendidikan Moral Pancasila), Matematika, IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), hingga buku pengetahuan ilmiah populer. Bahkan ada pula buku agama. Buku-buku itu ternyata sempat beredar pula di Malaysia dan Singapura. Pusat pembajakan buku, menurut Adisubrata, direktur PT Gramedia, berada di Medan. "Ada sekitar 250 judul buku yang dibajak di kota itu, dan semuanya buku yang telah mengalami cetak ulang beberapa kali," katanya. Ia juga mengeluh karena buku-buku terbitannya dibajak di Medan sejak dua tahun lalu. "Ada tiga judul buku Gramedia yang dibajak. Semuanya sudah mengalami cetak ulang lima sampai tujuh kali," kata Adisubrata tanpa menyebutkan judul buku itu. Beberapa kota lainnya, seperti Bandung,Solo, dan Surabaya, ternyata juga menjadi pusat pembajakan. Buku Piramida Kurban Manusia dan Dasar-dasar Akuntansi terbitan LP3ES, misalnya, dibajak di Bandung. Bahkan pihak Balai Pustaka, penerbit tunggal beberapa macam buku pelajaran umum memperkirakan 530.000 eks buku PMP "liar" sempat beredar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan mereka, pertengahan bulan lalu, sempat menggerebek sebuah percetakan di Solo. Maka, Adisubrata menganggap, "masalah pembajakan buku adalah masalah nasional, perusahaan-perusahaan penerbitan buku bisa bangkrut karenanya." Untuk mencetak buku bajakan memang tidak rumit. Terutama dengan hadirnya sistem pencetakan offset. Dengan cara ini, baik gambar maupun huruf mudah dijiplak. Tidak mengherankan kalau percetakan mau menerima order buku bajakan. "Apalagi sekarang, zamannya susah cari order," ujar Rozali Usman, yang juga menangani penerbitan CV Remaja Karya. Cara para pembajak memasarkan bukubuku itu lihai. "Seperti Mafia," kata Adisubrata. Biasanya, mereka mencari toko buku kecil. Di sana, mereka menawarkan buku-buku itu dengan harga yang menggiurkan. "Bayankan," kata Adisubrata, "harga buku bajakan bisa lebih murah 50%. Mereka 'kan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengarang, setting, dan pajak." Sementara itu, membayangkan keuntungan besar, toko-toko buku mau saja membeli buku bajakan itu. Sedang untuk menghilangkan jejak, para pembajak memakai sistem pembayaran kontan tanpa kuitansi. Selain itu, para pembajak tidak segan-segan menyalurkan hasil "karya" mereka langsung lewat sekolah. Terutama buat buku pelajaran umum. Juga dengan harga yang murah. "Guru-guru itu mungkin tidak tahu bahwa buku tersebut palsu," kata Rozali Usman. Buku-buku bajakan itu bentuknya persis sama. Hanya mutunya berbeda karena mereka tidak ragu-ragu menggunakan kertas koran untuk menggantikan kertas HVO atau HVS. Lagi pula, "penjilidannya tidak rapi dan warnanya kurang tajam," kata Adisubrata menambahkan. Pembajakan buku ternyata dimungkinkan pula karena keterlambatan para penerbit mengatasi kelangkaan buku-buku mereka yang beredar. Misalnya, seperti yang dialami penerbit Balai Pustaka. Sumber TEMPO di sana mengatakan bahwa pencetakan buku sangat tergantung pada anggaran pemerintah. Sedang anggaran turun bertahap. Sehingga, manakala persediaan buku habis dan anggaran pemerintah belum tiba, masuklah para pembajak mengisi kekosongan. Kasus pembajakan yang sudah berlangsung 10 tahun ini tampaknya sulit dihindari walau sekarang sudah ada UU nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta. Hukuman terberat atas setiap kasus pembajakan adalah kurungan dan denda paling banyak Rp 5 juta. "Padahal, keuntungan penerbit gelap itu bisa mencapai Rp 50 juta," kata Rozali Usman mereka-reka. "Kalau terkena denda Rp 5 juta, ya bayar saja. Toh masih ada untung Rp 4 juta ." Sementara itu, kesulitan lain masih membayang. Para pembajak ini, konon, sudah berbentuk sindikat. Lengkap dengan backing-nya. Sehingga tak mengherankan lagi, kalau buku bajakan, seperti kata Adisubrata, "beredar pula di Jakarta." Aswab Mahasin, wakil direktur LP3ES, malah mensinyalir sindikat pembajak juga meliputi percetakan dan pengedar. Maka, ia pun lantas mengajukan usul untuk mengatasi masalah pembajakan ini. "Perlu kesatuan penerbit dalam Ikapi," kata Aswab, karena tindakan pemberantasan yang ada baru terbatas pada "tuntutan penerbit individual, bukan aksi bersama." Sementara itu, menurut Adisubrata, para penerbit tampaknya sepakat membentuk "satgas (satuan tugas) yang melacak para pembajak." Untuk itulah Ikapi, menurut Rozali Usman, bersama unsur pengarang, ilustrator, dan toko buku, membentuk panitia persiapan "Satuan Tugas Penanggulangan Pembajakan Buku". Mungkin satgas ini nantinya bisa mengusir kekhawatiran Rozali Usman, yang mengatakan, "Ada oknum yang sengaja melakukan subversi lewat buku bajakan." Caranya, katanya, dengan "menyelipkan kalimat-kalimat yang salah, misalnya dalam buku PMP." Yang sudah terjadi adalah justru pengarangan. China: Tradition and Transformation, karya John K. Fairbank dan Edwin Reischauer, hanya dibajak sampai halaman 472. Padahal, buku aslinya jauh lebih panjang (TEMPO, 21 November 1981).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus