Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lubang di Balik Kesaksian

Meski menggunakan pasal berlapis, dakwaan terhadap Abu Bakar Ba'asyir bisa berantakan jika saksi kunci tak bisa dihadirkan.

25 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUDUK tenang di kursi pesakitan, Abu Bakar Ba'asyir, 64 tahun, khusyuk mendengarkan suara jaksa sampai di ujung pembacaan dakwaan. Sidang pertama yang digelar di Gedung Meteorologi dan Geofisika Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu ini dijejali para pendukung dan simpatisan lelaki berambut dan berjenggot putih tersebut. Sesaat kemudian, giliran ketua majelis hakim Mohammad Soleh berbicara. Dia menanyakan apakah Ba'asyir mengerti dakwaan itu. "Insya Allah, saya mengerti. Tapi saya tidak terima dakwaan itu," jawab sang Ustad. Lelaki kelahiran Jombang, Jawa Timur, itu dijerat dengan pasal berlapis, Pasal 107, 263, dan 266 KUHP. Ia dituduh melakukan makar, memalsukan data KTP, dan membuat pernyataan palsu. Satu lagi, Ba'asyir juga dijaring dengan Pasal 53 UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian karena pernah pergi ke Malaysia secara diam-diam. Dalam dakwaan setebal 25 halaman, disebutkan sang Ustad mengatur rencana penggulingan pemerintahan, lalu berencana mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Rencana ini dibuat saat ia berada di Kuala Lumpur, Malaysia, dan dilanjutkan di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dia merancangnya bersama pendiri Pondok Pesantren Al-Mukmin, Abdullah Sungkar (almarhum), Jabir (almarhum), Abdul Aziz alias Imam Samudra, dan Ali Gufron alias Muchlas, pada 1993-2001. Jaksa juga mencatat, Ba'asyir bersama Sungkar mendirikan organisasi Jamiatul Minal Muslimin, biasa disebut Jamaah Islamiyah (JI) pada 1993. Setelah kembali ke Indonesia, pada November 2000 dia terlibat pada rencana pengeboman. Keyakinan jaksa bersandar pada pengakuan Faiz bin Abu Bakar Bafana, 41 tahun. Ia warga Malaysia yang ditahan pemerintah Singapura karena dituduh terlibat Jamaah Islamiyah. Dari dokumen pengakuan setebal tujuh halaman tertanggal 4 September 2002, Faiz mengaku pernah bertemu dengan Ba'asyir dan Hambali (pemimpin JI Asia Tenggara) di sebuah hotel di dekat Pasar Klewer, Solo. Dalam pertemuan ini dibicarakan rencana pengeboman di Batam dan sejumlah kota di Indonesia. Kesaksian Faiz ini ditopang oleh peng- akuan para tersangka peledakan bom Bali, seperti Imam Samudra, Ali Gufron, dan Amrozi. Hanya, koordinator tim pembela Abu Bakar Ba'asyir, Adnan Buyung Nasution, menolak semua dakwaan itu. Menurut dia, dakwaan itu absurd karena lebih didasarkan pada tuduhan semena-mena dari penguasa sejumlah negara Barat. Karena itu, "Saya tidak yakin dakwaan itu bisa dibuktikan," katanya. Apalagi, Buyung menambahkan, bila Faiz Bafana tak bisa didatangkan ke Indonesia dan hanya pengakuan tertulisnya yang dijadikan patokan. Di mata dosen hukum pidana UI, Indriyanto Seno Adji, pernyataan Faiz Bafana cukup lemah sebagai suatu kesaksian. Soalnya, hukum acara Indonesia menganut asas pemeriksaan silang (cross examination). Ini hanya bisa dipenuhi jika saksi kunci tersebut bisa dihadirkan dalam sidang. Kalau lewat teleconference? "Secara hukum, itu memang diperkenankan, tapi nilainya tetap lemah," kata Indriyanto. Tapi kuat-tidaknya kesaksian Faiz sangat bergantung pada keyakinan majelis hakim yang menyidangkannya. Sejauh ini ketua majelis hakim Mohammad Soleh enggan berbicara. "Saya tak mau berkomentar, itu terlalu pagi," ujarnya kepada Edy Can dari Tempo News Room. Yang pasti, kejaksaan masih berusaha menghadirkan Faiz Bafana dalam persidangan. Menurut Jaksa Hasan Madani, dakwaan yang disusunnya sebenarnya cukup kuat karena dilengkapi cukup banyak bukti dan kesaksian. Dia juga menepis bahwa pihaknya mereka-reka dalam membuat dakwaan. "Dosa kalau kami mengarang cerita dalam dakwaan," kata Hasan. Kendati begitu, dakwaan akan menganga jika Faiz Bafana tidak bisa dihadirkan. Apalagi selama ini Ba'asyir telah menyatakan tidak kenal dengan saksi ini. Dakwaan juga akan semakin berantakan jika saksi penting lainnya seperti Imam Samudra dan Amrozi juga tak mau datang. Ancaman ini sudah dilontarkan lewat Muhammad Mihdan, pengacara mereka. Bahkan mereka juga mengancam hendak mencabut kesaksiannya tentang Ba'asyir. Hanya, sidang baru sekali, masih ada kesempatan bagi jaksa untuk memamerkan kelihaiannya. Nurdin Kalim, Ardi Bramantyo, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus