Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Made Atau Wayan

Cerita rebutan harta warisan. Anak kandung almarhum gede tantra, suwarningsih dan seorang keluarga al- marhum, wayan rauh, sama-sama mengaku paling berhak. Akhirnya wayan rauh dipanggil polisi. (hk)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LELAKI tua itu bernama Gede Tantra. Di kampung Karang Belumbang, Desa Cakra Barat, Kecamatan Cakranegara, Kabupaten Lombok Barat, ia tergolong orang cukup berada. Punya banyak harta, baik yang bergerak maupun tak bergerak. Anaknya berjumlah 3 orang. Sayangnya, perempuan semua dan dua di antaranya sudah kawin. Yang tinggal di rumah -- dan masih gadis -- adalah yang bungsu, bernama Made Suwarningsih, berpendidikan SMP kelas II. Gede Tantra tak punya saudara. Di samping anak, ia hanya punya bibi (yang hingga kini masih hidup, tentu saja sudah tua pula) bernama Ni Kadeq Wisti. Sedangkan Ni Luh Maniasih, isteri Gede Tantra, telah diceraikannya manakala Made Suwarningsih, masih berumur tak lebih dari 5 bulan. Sidikara Sembah Masalah cukup pelik yang timbul kini adalah setelah Gede Tantra meninggal, 8 Juli 1975, dan diabenkan 10 September. Siapa yang paling berhak mewarisi seluruh harta peninggalan almarhum? Saya yang berhak, kata Made Suwarningsih, mengingat dirinya anak kandung alrmarhum. Tidak bisa. Sekalipun Made Suwarningsih anak kandung almarhum, tapi menurut adat ia tak berhak sebagai ahli waris utama karena ia seorang perempuan. Yang paling berhak adalah saya, karena saya adalah keluarga almarhum dari pancer lelaki, reaksi Wayan Rauh. Lelaki tua berumur 60 tahun ini adalah keluarga almarhum Gede Tantra juga, yang sekalipun pertaliannya agak jauh, tapi secara adat ia berhak juga sebagai ahli waris, karena dia adalah bersidikara sembah dengan almarhum. Sidikara sembah merupakan hubungan kekeluargaan yang tertinggi dalam masyarakat Bali. Urut-urutannya adalah: sidikara rojong, sidikara parid, dan sidikara sembah. Wayan Rauh berasal dari Kampung Banjar Babakan, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Mayoritas orang-orang Bali yang sudah lama menetap di Lombok, berasal dari Karangasem ini. Wayan Rauh sering datang ke Lombok, dan menginap di rumah Gede Tantra. Bahkan beberapa bulan sebelum Gede meninggal sampai dengan sesudah almarhum diabenkan, Wayan justru tinggal di rumah keluarganya tersebut. Menurut keterangan Made Santa, Kepala desa Cakra Barat, salah seorang keluarga Wayan pernah pula diabenkan Gede. Ini berarti Wayan memang benar sidikara sembahnya Gede, yang juga berarti ia memang termasuk salah seolang ahli waris syah dari mendiang. Belum Kawin Dalam upacara mengabenkan si meninggal, yang bertindak selaku pelaksana utama adalah Made Suwarningsih, didampingi oleh Ni Kadeq Wisti (bibi almarhum alias nenek Made Suwarningsih) dan Wayan Rauh. Menurut keterangan Made kepada TEMPO, waktu itu belum tampak tanda-tanda bahwa Wayan Rauh punya minat untuk mewarisi seluruh harta peninggalan almarhum. Menurut gadis ini, minat Wayan itu baru tercetus setelah selesai upacara pengabenan. Konon orangtua itu sudah mulai berani bersikap kasar terhadap Made Suwarningsih: Dan oleh sikap Wayan tersebut, lewat Kepala Kampung Karang Belumbang, Made terpaksa mengusir Wayan dari rumahnya. Bisa dimaklumi, dengan pengusiran itu, Wayan Rauh jadi makin agresif. Silsilah keluarga ia buat, dengan maksud untuk mengokohkan dirinya sebagai ahli waris paling utama dari almarhum Gede Tantra. Ini membuat Made Suwarningsih cepat-cepat menghadap Kepala Desa Cakra Barat, minta agar ia disahkan sebagai ahli waris almarhum ayahnya. Setelah mempelajari silsilah kekeluargaan Wayan Rauh, dan hal-hal yag menyangkut masalah adat, Kepala Desa, Nopember 1975, mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa Made Suwarningsih adalah ahli waris dari almarhum Gede Tantra. Berkata Made Santa, Kepala Desa kepada TEMPO: Made anak kandung almarhum sekalipun perempuan, tapi toh dia masih tinggal di rumah dan belum kawin ke luar. Akan halnya Wayan, Made Santa berkomentar: Benar dia itu bersidikara sembah dengan almarhum, tapi meneliti silsilah kekeluargaannya, hubungannya dengan almarhum masih terbilang jauh. Maka setelah dikeluarkan surat keterangan oleh Kepala Desa itu Made guwarningsih merasa punya kekuatan yang pasti. Dengan senjata SK Kepala Desa itu, Made secara di bawah tangan tak canggung-canggung lagi menjual harta peninggalan almarhum ayahnya. Saya butuh uang segera untuk membayar hutang-hutang yang saya pakai untuk biaya mengabenkan almarhum ayah saya tempohari, kata Made kepada TEMPO. Yang sudah dijualnya adalah sebuah mikro bis (Colt) dan sebidang tanah kebun. Mikro tersebut seharga Rp 2,1 juta, dan uangnya sulah ia terima semua. Sedangkan tanah kebun berharga Rp 750 ribu, tapi ia baru dapat panjar Rp 200 ribu. Si pembeli konon takut menyerahkan sisanya yang Rp 550 ribu lagi, karena keburu dicegah oleh Wayan Rauh plus orang-orang yang berada di pihaknya. Wayan melarang penjualan semua harta peninggalan almarhum, termasuk juga melarang penjualan tanah-tanah yang sudah punya sertifikat atas nama Ni Kadeq Wisti, dengan alasan bahwa tanah yang sudah bersertifikat atas nama bibi mendiang itu berasal dari almarhum. Tapi, saya tidak bisa menghalangi transaksi jual beli tanah yang sudah punya sertifikat, karena sertifikat itu adalah merupakan bukti pemilikan yang sah, kata Lalu Mas'ud Camat Cakranegara kepada TEMPO. Menurut Camat Mas'ud, sertifikat tanah yang atas nama Ni Kadeq Wisti itu dibuat tahun 1964. Kekuatan yang dipegang oleh Wayan Rauh untuk terus maju adalah sebuah surat keterangan dari Inspeksi Bimasa Hindu & Buddha Kabupaten Lombok Barat, 10 Januari 1976. SK yang bernomor I/Skum/1976 itu menegaskan bahwa Wayan Rauh adalah ahli waris dari almarhum Gede Tantra. Inspeksi Bimasa Hindu & Buddha Kabupaten Lombok Barat berani mengeluarkan SK tersebut setelah mempelajari dan meneliti silsilah kekeluargaan Wayan Rauh yang dibuat oleh Kepala Desa Gegelang, Karangasem, dari desa mana Wayan berasal. SK yang dikeluarkan Kepala Desa Cakra Barat akhirnya bertabrakan dengan SK yang dikeluarkan Inspeksi Bimasa Hindu & Buddha abupaten Lombok Barat. Lantas bagaimana? Bisa ditebak, para pokro bambu -- yang di sana jumlahnya cukup banyak -- merasa perlu terjun ke dalam masalah yang seperti benang kusut ini. Berlaku Menyimpang Untuk memojokkan Made Suwarningsih, Wayan Rauh mula-mula mengirim surat ke Kepala Desa Cakra Barat, Camat Cakranegara, Sub Direktorat Agraria Lombok Barat dan Inspeksi Bimasa Hindu & Buddha kombok Barat. Inti surat itu, "menuduh Made Suwarningsih sebagai anak yang Amumpang laku". Amumpang laku berarti seorang gadis yang telah berlaku menyimpang dari etika tata susila" Dalam surat yang dibuat Wayan itu, Made Suwarningsih dikatakan telah pergi ke Bali tanpa sepengetahuan keluarga. Dan sepulangnya ke Lombok, menurut Wayan, Made tidak langsung ke rumahnya, tapi menginap di rumah orang lain dengan ditemani oleh 5 orang lelaki yang bukan keluarganya. Dengan kata lain, dalam suratnya itu Wayan Rauh menyangsikan kegadisan Made Suwarningsih. Dan dengan alasan begitu, Wayan minta pada pemuka masyarakat desa agar Made dinyatakan sebagai orang yang telah dibuang keluarga. Gampang ditebak maksud Wayan: kalau upaya itu berhasil, dan Made dibuang keluarga, maka tak ada lagi orang kuat yang harus dihadapi Wayan dalam memperebutkan harta peninggalan almarhum. Bagaimana reaksi Made Suwarningsih? Itu suatu fitnah untuk menjatuhkan saya, kata Made kepada TEMPO. Dan selanjutnya, Made mengadukan persoalan yang dikatakannya fitnah itu kepada fihak Kepolisian Sektor Sweta. Akibatnya, Wayan Rauh dipanggil Polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus