Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyidik KPK sejak awal tak berencana menahan Hasto Kristiyanto.
Penyidik memiliki kewenangan menahan atau tidak menahan tersangka.
Aktivis antikorupsi khawatir para tersangka bakal menghilangkan barang bukti.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi Setyo Budiyanto menegaskan bahwa penyidik sejak awal belum memiliki rencana menahan Hasto Kristiyanto. Karena itu, dia membantah anggapan bahwa rencana penahanan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dibatalkan. "Rencana penahanan belum masuk ke pimpinan. Artinya, segala sesuatunya belum sampai ke situ," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 14 Januari 2025. "Memang baru tahap pemeriksaan saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk menahan atau tidak menahan tersangka, kata Setyo, penyidik pasti memiliki pertimbangan. Begitu juga dalam kasus Hasto. "Salah satunya ada beberapa keterangan saksi yang masih dibutuhkan penyidik," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Senin, 13 Januari 2025, Hasto memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam perkara Harun Masiku. Sempat beredar kabar bahwa penyidik bakal menahan Hasto setelah pemeriksaan itu. Namun kabar itu segera terbantahkan karena Hasto bebas melenggang meninggalkan gedung KPK setelah menjalani pemeriksaan selama sekitar 3 jam 30 menit.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Setyo Budiyanto (tengah) bersama Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, memberikan keterangan soal penetapan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, 24 Desember 2024. Tempo/Imam Sukamto
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan penyidik membutuhkan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang belum memenuhi panggilan pemeriksaan. "Karena itu, penyidik menilai saat ini belum perlu dilakukan penahanan," ucapnya.
Saksi-saksi itu antara lain Saeful Bahri dan Maria Lestari. Saiful adalah orang kepercayaan Hasto. Kader PDIP itu telah diseret ke meja hijau dan dihukum 1 tahun 8 bulan penjara. Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan Saeful terbukti membantu Harun menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, dan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum, Agustiani Tio Fridelina Sitorus.
Uang suap itu diberikan secara bertahap dengan jumlah S$ 19 ribu dan S$ 38.350. Tujuannya, meloloskan Harun sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2019-2024 untuk menggantikan kader PDIP, Nazaruddin Kiemas, yang meninggal.
Pengadilan telah menjatuhkan hukuman kepada Wahyu dan Agustiani. Belakangan, penyidik menemukan indikasi keterlibatan Hasto dalam perkara ini. Sebagian uang suap yang diterima Wahyu dan Agustiani itu diduga berasal dari Hasto.
Adapun Maria adalah anggota PDIP yang saat ini duduk di parlemen. Sebelumnya, pada periode 2019-2024, ia lolos ke Senayan melalui mekanisme pergantian antarwaktu. Namanya diusulkan bersama Harun Masiku ke KPU oleh Hasto. Maria disetujui KPU untuk menggantikan calon legislator PDIP daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Barat I, Alexius Jeno. Sedangkan Harun ditolak.
Terseret Perkara Harun MasikuKomisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka pada 23 Desember 2024. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu diduga terlibat dalam pemberian suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, serta anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum, Agustiani Tio Fridelina Sitorus. Selain itu, penyidik menduga Hasto berupaya merintangi penyidikan untuk tersangka Harun Masiku yang saat ini masih buron.
|
KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka pada 24 Desember 2024. Setyo Budiyanto mengatakan Hasto pernah memerintahkan Donny melobi Wahyu agar menetapkan Harun sebagai anggota DPR dari dapil Sumatera Selatan I. Hasto juga meminta Donny dan Saeful menyerahkan uang suap kepada Wahyu melalui Agustiani.
Sedangkan untuk dugaan perintangan penyidikan, kata Setyo, Hasto di antaranya pernah memerintahkan Harun merendam telepon selulernya dan melarikan diri pada 8 Januari 2020. Perintah itu disampaikan Hasto melalui penjaga kantor DPP PDIP bernama Nur Hasan.
Perintah serupa diberikan Hasto kepada anggota stafnya yang bernama Kusnadi pada 6 Juni 2024. Kusnadi diminta menenggelamkan ponsel Hasto agar tidak ditemukan KPK. Selain itu, Setyo menyebutkan Hasto pernah mengumpulkan sejumlah saksi dalam kasus Harun dan meminta mereka tidak memberikan keterangan yang sebenarnya kepada KPK.
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito. Dok. Tempo/Daniel Christian D.E.
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito mengatakan penahanan tersangka sepenuhnya menjadi hak dan wewenang subyektif penyidik. Penahanan itu bisa dilakukan sewaktu-waktu bila penyidik khawatir tersangka akan menghilangkan barang bukti, mengulangi tindak pidana, atau melarikan diri.
Regulasi kewenangan penyidik itu diatur dalam Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Dalam kasus Hasto, salah satu tuduhannya adalah perintangan penyidikan. Jadi seharusnya penahanan menjadi sesuatu yang urgen," ujarnya. Apalagi, kata Lakso, Hasto pernah meminta orang kepercayaannya merendam ponselnya demi menghapus barang bukti.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Dicky Anandya, sependapat dengan Lakso. "Penahanan ini menjadi penting karena ada kekhawatiran tersangka menghilangkan barang bukti," katanya.
Indikasi keterlibatan Hasto dalam perkara Harun, kata Dicky, sebenarnya tercium sejak 2020. Paling tidak nama Hasto disebut Saeful ketika diperiksa penyidik KPK. Adapun Saeful saat ini sudah bebas setelah menjalani hukuman 1 tahun 8 bulan penjara.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto bersiap menjalani pemeriksaan sebagai saksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 20 Agustus 2024. Tempo/Ilham Balindra
Menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, penetapan tersangka terhadap Hasto sering dikait-kaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Karena itu, dia mendorong penyidikan kasus dipercepat. "Segera disidangkan akan lebih baik karena ini bukan kasus baru dan penerima suap sudah bebas, sementara pemberi suap lainnya tidak diketahui," ucap Yuris.
Maqdir Ismail, pengacara Hasto, mengatakan telah mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Januari 2025 atas status tersangka kliennya. Ia mengklaim penetapan tersangka itu tidak sesuai dengan KUHAP. "Hasto kan disangkakan terlibat kasus suap, sementara dari kasus yang sudah diadili dan inkrah tidak pernah ada satu fakta yang menyatakan beliau ikut menyuap," ujarnya.
Maqdir juga mempersoalkan penerapan pasal perintangan penyidikan. Sebab, Hasto Kristiyanto belum pernah diperiksa sebagai saksi untuk sangkaan itu. Selama ini Hasto hanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain. Karena itu, Maqdir yakin tidak ada bukti yang menunjukkan Hasto menghalang-halangi penyidikan. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo