MASSA mengamuk. Kali ini sasarannya PT TWA Orchard, perkebunan di lereng Gunung Arjuna - sekitar 20 kilometer dari Kota Malang. Sekitar 300 orang dari Desa Tawang Argo, Dono Warih, Supit Urang, dan Giri Purna menyerbu perkebunan itu, Jumat malam 22 April lalu. Dengan berjalan kaki sekitar 4-5 km, mereka menuju perusahaan itu. Mereka berteriak mengajak warga. Ketika mendekati sasaran, mereka menghujani kantor dengan batu. Pagar kawat di sisi pintu gerbang dijebol. Empat satpam lari. Kemudian, kantor dan gudang induk berukuran 6 m x 10 m dan 6 m x 20 m itu dihajar dengan kapak, linggis, dan palu besar. Temboknya ambrol. Kacanya dipecahkan. Lalu mereka membakar gudang yang berisi mesin-mesin penyemprot hama, pipa plastik, pupuk, dan obat-obatan itu. Aksi liar ini seolah tak bisa direm. Ratusan tanaman jeruk, apel, dan cemara, yang menjadi komoditi andalan PT TWA, dicincang dengan golok dan digergaji mesin. Selain itu, tanaman bawang merah dicabuti. Gudang seng untuk bawang merah dihoyak- hoyak, sampai tak berbentuk. Isinya mereka hamburkan ke jalanan. Di gudang lain - sekitar dua kilometer dari gudang induk - massa menemukan Taft GT. Mobil itu dibalikkan dan dibakar. Dua sepeda motor dibuang ke jurang. Gudang itu juga dibakar. Kebrutalan sekitar satu jam itu tak tercegah. Petugas keamanan datang setelah massa menghilang ke balik bukit. "Para perusuh itu mengenal medan. Gerak mereka cepat, mirip cara kerja PKI," tuduh seorang tentara yang datang ke lokasi. Petugas menemukan bara api, rongsokan gudang dan mobil, serta ratusan pohon yang terpangkas. Amuk itu diduga berkait dengan penganiayaan pemilik PT TWA Orchard, Kiem Tek alias Lianto, 40 tahun, terhadap Yulaikah, 29 tahun. Tiga hari sebelumnya buruh itu ketahuan menggembol tiga jeruk afkir yang jatuh dari pohon. "Yulaikah ingin makan jeruk sembari berjalan pulang," kata Sumiati, keponakannya. Di perusahaan yang mempekerjakan 200 buruh dengan upah terendah Rp 1.200 per hari itu karyawannya dilarang memakan atau mengambil hasil kebun. "Jangankan yang masih bagus, apel busuk pun harus dipendam," kata Sumiati. Sial. Yulaikah yang bertubuh kurus dan berkulit gelap itu tertangkap tangan oleh Kiem Tek. Ibu dua anak itu dihajar dengan tas kresek berisi buah hasil rampasan dari buruh lain yang juga kepergok. Ia diseret ke gudang. Ditendangi. Setelah Kiem puas, Yulaikah didorong hingga terjerembap. Melihat korban bakal pingsan, Kiem Tek bingung. Ia bergegas memanggil mandor. Begitu bosnya kabur, Yulaikah juga ngacir. Ia pulang ke rumahnya di Dusun Boro, sekitar 1,5 km dari situ. Sampai di rumahnya yang berdinding gedek dan berlantai tanah itu, ia rebah di dipan kayu. Kepada suaminya, Tarmudji, ia mengeluh badannya sakit. Tiga hari Yulaikah terbaring. Suaminya yang merumput itu membawanya ke puskesmas setempat. Dari sini, ia dibawa lagi ke RSUD Dr. Syaiful Anwar, Malang. Tak jelas sakit yang dideritanya. Tapi opini sudah telanjur terbentuk dalam kepala massa: Yulaikah dianiaya majikannya. Sejak 25 April, Yulaikah diopname di Rumah Sakit Polri Hasta Bratha, Batu, Malang. Biayanya ditanggung Camat Karang Ploso dan Kepala Desa Tawang Argo. Hingga pekan lalu, ia masih bingung dan menolak ditemui orang yang dianggapnya asing. "Tiap bertemu orang yang tidak dikenalnya, dada Yulaikah terasa sakit. Seperti ada yang menekannya," kata Sumiati. Polisi masih menyelidiki kasus ini. Belum ada perusuh yang ditangkap. Kiem Tek sudah ditahan. Ia membantah menyiksa korban. "Meski emosi, saya tidak memukulnya. Saya cuma mendorong dengan tas plastik berisi jeruk itu, " katanya kepada penyidik. Kiem Tek akan diadili dengan pasal penganiayaan. Kini perusahaannya itu sudah tidak aktif, dan dijaga polisi. Ternyata, amuk massa bukan sekali ini di Karang Ploso. Peter- nakan ayam PT Wira Lucky Sejati, sekitar 4 km dari TWA Orchard, pada 8 April, juga diserbu. Sekitar pukul 21.00, 200 warga setempat mengobrak-abrik empat kandang berukuran 8 m x 15 m. Dua satpam dan beberapa karyawan lari. Kandangnya hancur, 2.000 ekor ayam hilang, dan 8 kuintal telur pecah. Semua ini berawal dari keluhan warga. Mereka tersiksa oleh sumbangan bau kotoran ayam dari peternakan itu. Berkali-kali warga protes, dan terakhir menjelang Lebaran lalu. Setelah itu, bau tak sedap itu lenyap. "Empat minggu kemudian bau itu kembali seperti semula," kata Nyonya Sapuan, warga setempat. Tiap hari peternakan dengan 20 pegawai itu rata-rata mengumpulkan sekitar 50 zak tahi ayam. Pupuk kandang ini kemudian dijual. Menurut Hary Wardono, penanggung jawab peternakan itu, ada warga yang iri lalu membakar emosi masyarakat. Padahal, selama ini pihaknya banyak membantu, misalnya, menyumbang untuk kegiatan posyandu. Menjelang Lebaran lalu dibagikan bingkisan. "Berdasar laporan warga, dana yang disalurkan melalui desa itu tidak sampai ke bawah," kata Hary. Kini, PT Wira Lucky Sejati dijaga anggota Brigade Mobil dari Malang. "Untuk kedua kasus tersebut, kami harus bertindak ekstrahati-hati," kata Kapolres Malang, Letnan Kolonel Anang Y. Sisworo, kepada TEMPO. "Kami ingin menangkap katak tanpa membuat airnya keruh," kata Anang. Memasuki tahun 1994 sudah enam kasus serupa terjadi di Karang Ploso. Terkait tidaknya keenam kasus tersebut kabarnya memang sedang diselidiki.Widi Yarmanto dan K. Chandra Negara (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini