NAMA baik polisi diuji lagi. Kali ini terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung mengaku buta akibat dianiaya polisi. Dan tak kurang dari Hakim Nyonya Kustiasih yang terkejut dibuatnya. Sewaktu membuka sidang pertama kasus pencurian dengan kekerasan, Rabu dua pekan lalu, ibu hakim itu heran melihat terdakwa Amas Hadiansyah, 32 tahun, dipapah rekannya, Ujang Suherman, 34 tahun. Amas, yang tampak selalu menengadah itu, mengaku buta. Hakim Kustiasih pun kemudian terus memburu soal mata Amas itu. "Buta, Bu Hakim, dipukulin polisi," sahut Amas, yang tetap dipegangi Ujang. "Ah, yang betul. Siapa polisinya? Akan saya buktikan nanti," kata Kustiasih. Amas dan Ujang diperkarakan karena didakwa terlibat dalam perampokan sebuah bengkel di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, pada 17 November 1991. Mereka menggunakan mobil pick up dan bersenjata golok -- bersama lima temannya -- menjarah sebuah mesin diesel, pesawat TV hitam putih, dan 35 lembar seng. Dari operasi itu, Amas dan Ujang berhasil mengantungi uang masing-masing Rp 530.000. Namun, tidak lama mereka menikmati hasil panennya. Hari sialnya, 5 Desember 1991, Ujang ditangkap polisi. Keesokan harinya, Amas dan seorang temannya belakangan diadili terpisah -- diringkus pula. Tapi empat lagi konco mereka hingga kini masih buron. Mereka kemudian mendekam di sel Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Bandung. Selama di "hotel prodeo" inilah, cerita Amas dan Ujang, petaka itu menimpa mereka. Menurut mereka, baik di dalam sel maupun sewaktu diperiksa, mereka tidak luput dari gebukan tiga petugas. Mulai dari hantaman kunci pas, sabetan potongan kayu, sampai bogem mentah yang bertubi-tubi mendera wajah mereka. Alhasil, setelah 40 hari ditahan, Amas merasakan ada yang tak beres pada mata kirinya. "Mula-mula muka saya bengkak-bengkak, mata terus merah," kata Amas. Karena kondisi Amas itu, petugas membawanya berobat ke poliklinik Polwiltabes. Dan karena keadaan mata Amas kian parah, ayah dua anak itu kemudian dibawa ke RS Mata Cicendo, Bandung. Menurut dokter yang memeriksa dan memberikan surat keterangan, mata kiri Amas buta akibat benturan keras. Maka, sang dokter menyarankan agar Amas dapat dirawat di rumah sakit. "Dari mana uangnya? Untuk obat saja saya hanya mampu menebus selama tiga hari," kata Amas, yang semula pembuat pindang ikan bandeng itu. Apa boleh buat. Amas pun kembali lagi ke dalam sel. Ternyata, 17 hari kemudian, menurut Amas, ia merasakan mata kanannya menyusul cacat. Sejak itulah kedua bola matanya total tak dapat melihat dunia ini lagi sehingga untuk ke mana-mana ia selalu dibimbing Ujang ayah lima anak yang dahulunya bekerja serabutan itu. Sejak itu pula, kata Ujang, mereka mendapat perlakuan lebih baik. Misalnya, Ujang, yang mengaku kakinya sempat bengkak dan tak mampu berdiri akibat dianiaya, memperoleh peluang untuk "dikaryakan", yaitu sering disuruh mencuci mobil dan sepeda motor para polisi. Sampai akhirnya pada persidangan Rabu dua pekan lalu itu, karena ditanya hakim, mereka mau tak mau menceritakan nasibnya. "Memang, banyak terdakwa mengaku digebukin polisi sewaktu disidik, tapi baru kali ini ada sampai buta," komentar Kustiasih. Untuk membuktikan kebenaran cerita itu, Hakim Kustiasih mengungkapkan akan memanggil ketiga polisi yang disebut-sebut para terdakwa tersebut. Dan kabar dari ruang sidang pengadilan ini tak urung segera menjadi "pekerjaan rumah" Kolonel Waliran, yang baru dua bulan menjabat Kapolwiltabes Bandung. Ia berjanji meneliti kasus ini, dengan catatan. "Bisa saja Amas mengaku disiksa polisi. Banyak kan orang yang ingin menjelekkan polisi?" katanya. Jadi, sambung Waliran, bagaimanapun pengakuan Amas itu perlu dibuktikan dulu. Baik dengan keterangan saksi maupun visum dokter. Sentana kelak memang terbukti, Kolonel Waliran memberi jaminan. "Pasti ada penindakan," katanya. Happy Sulistyadi dan Taufik Abriansyah (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini