SEPULANG memandikan jenazah anak tetangganya, Hamidah 45 tahun, langsung ke rumah. Maksudnya hendah menengok suaminya, Usman Pep, 55 tahun, yang baru pulang berjualan minuman. Tapi entah mengapa pasangan yang sudah dikaruniai anak dan 7 cucu serta selam ini terlihat rukun itu tiba-tiba terlibat pertengkarar sengit. "Ku bunuh, kau," teriak Usman dari rumat mereka yang beratap rumbia, di Desa Matang Jareuang, Aceh Utara. Ternyata, itu tak sekadar ancaman. Pisau Usman, Kamis dua pekan lalu, segera menghunjam di ulu hati Hamidah. Nenek itu terpekik. Tapi untuk kedua kalinya pisau Usman menghunjamnya. Wanita itu mati. Melihat istrinya mati, Usman berlari menuju jalan raya Banda Aceh-Medan. Tapi belum sampai ke pinggir ialan, di dekat sebuah lapangan voli ia berjumpa tetangganya, Hamidah binti Solihin. Janda tua 57 tahun itu gemetaran melihat Usman menggenggam belati berlumur darah. Ia memekik ketakutan. Akibat pekikan itu, Usman mendekatinya dan langsung menusuk wanita penjual pisang itu. Nasib Hamidah ini pun tak beda dengan Hamidah istri Usman. Ia mati di tempat itu juga. Tapi pekik Hamidah terakhir itu rupanya terdengar oleh warga kampung yang lagi berkumpul di Meunasah, menyaksikan pemotongan kambing buat kenduri turun ke sawah. "Usman mengamuk! Usman Mengamuk!," teriak mereka. Anak-anak disuruh bersembunyi. Para orangtua panik. Muhammad Nur, 34 tahun, yang baru selesai menjagal kambing di Meunasah, buru-buru pulang ke rumahnya karena khawatir keselamatan keluarganya yang tinggal tak jauh dari tempat dua Hamidah terbunuh. Hampir sampai di rumahnya, di dekat semak-semak, ia berjalan hati-hati. Siapa tahu Usman bersembunyi di situ. Ternyata benar. Sekitar 10 meter dari mayat Hamidah binti Solihin, Usman menyerangnya. Nur tak sempat mengelak, dan punggungnya terluka. Perkelahian tak terelakkan. Tapi Nur, yang pernah belajar silat, kena tusuk rusuknya. Ia jatuh telentang. Adegan berikutnya seperti dalam film. Dengan wajah menahan sakit dan bintik keringat menghias kening, Nur bertahan antara hidup dan mati. Tangannya menahan ujung pisau Usman yang mengarah ke dadanya. Ratusan orang kampung di situ menahan napas menyaksikan adegan tersebut. Dan entah siapa yang memulai, di saat kritis itu Usman disudahi beramai-ramai. Ia tewas siang tengah hari itu juga. Muhammad Nur selamat, walau perlu dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Peristiwa yang menghebohkan Desa Matang Jareuang itu menempatkan orang kampung akan tindakan Usman akhir November 1984. Ketika ia kalap dan menusuk leher tetangganya, Rusmaini, dengan bambu runcing. Rusmaini meninggal. Usman pun diganjar hukuman 2 tahun penjara. Mungkinkah ia gila? "Ia bukan gila. Tapi perbuatannya itu yang gila. Istrinya sendiri dia bunuh" kata Muhammad Nur. Kepala Desa Matang Jareuang, Nyak Husen, juga tak yakin Usman gila. "Kalau gila, masa dia dihukum," kata Nyak Husen. Yang ia tahu, Usman itu petani miskin, berjualan minuman di Peudada, 25 km dari Matang Jareuang - sebulan sekali ia pulang ke desa. Peristiwa itu kini membuat Kapolres Aceh Utara Letkol. Doyot Sudrajat pusing. Sebab, sebagai pembunuh Hamidah dan Hamidah, Usman sudah mati. Sementara itu, pembunuh Usman tak jelas. "Mau ditahan, pelakunya massa," kata Doyot, yang masih berniat mengusut kasus itu sampai tuntas. Laporan Mukhlizardy Mukhtar (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini