Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Maut di Ruang Cleo

Seorang nasabah Citibank tewas setelah diinterogasi kawanan penagih utang bank itu. Pihak bank tak bisa lepas tanggung jawab.

11 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surya Dharma mendapat kewajiban baru. Selain harus menghidupi tiga anaknya, pria 60 tahun itu kini mesti menanggung pula hidup dua keponakannya, Grace, 15 tahun, dan Citra, 14 tahun, berikut ibu mereka, Eci Ronaldi. ”Anak dipangku, kemenakan dibimbing,” ujar pria kelahiran Minang itu, mengutip pepatah dari tanah leluhurnya.

Grace dan Citra baru saja kehilangan ayah, Irzen Octa. Selasa dua pekan lalu, pria 50 tahun itu ditemukan tewas di lantai lima Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Eci, kata Surya, kini bingung karena tiba-tiba kehilangan suami. Selama ini satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga itu memang adik iparnya yang baru meninggal itu.

Eci dan dua putrinya yang masih duduk di bangku SMA itu kini juga hidup berpindah-pindah. Rumah mereka di Kompleks Budi Indah, Kota Tangerang, lebih sering ditinggalkan. Terkadang mereka menginap di rumah Surya, terkadang tinggal di rumah kakak Eci di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menurut Surya, meski Irzen telah meninggal, Eci kerap mendapat teror lewat telepon. Sejumlah orang tak dikenal juga mendatangi rumah mereka di Kompleks Budi Indah. Itulah, antara lain, yang membuat perempuan 48 tahun ini mengungsi ke rumah saudaranya. ”Mereka itu penagih utang,” kata Surya.

l l l

Selasa dua pekan lalu itu, sekitar pukul 10.00, Irzen datang ke kantor Citibank Menara Jamsostek. Datang bersama seorang temannya, Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa yang sehari-hari dikenal memiliki bisnis minyak sawit itu dipanggil Citibank untuk menyelesaikan urusan utang kartu kreditnya. Pemegang kartu platinum itu, dalam catatan Citibank, memiliki utang Rp 48 juta. Irzen menjadi nasabah Citibank sejak 1990.

Di sana ia disambut Arief Lukman, karyawan outsourcing bagian penagihan. Irzen lantas diajak naik ke lantai lima dan dipersilakan masuk ke sebuah ruang 2 x 3 meter. Berdinding papan dan di dalamnya hanya ada fasilitas satu meja serta dua kursi, itulah ruang untuk menginterogasi penunggak kartu kredit. Nama bilik itu Ruang Cleo. Selang beberapa menit, masuk Henry Washinton dan Donald Haris Bakkara. Keduanya juga penagih utang. Mereka menyuruh teman Irzen menunggu di luar, di dekat pintu Cleo.

Menurut Kepala Kepolisian Jakarta Selatan Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono, pembicaraan tentang tunggakan kartu kredit memanas ketika para penagih menyebut tunggakan Irzen Rp 100 juta. Irzen berkeras menyatakan utangnya hanya Rp 48 juta. Saat itulah salah seorang penagih mulai menggebrak meja dan menendang kursi. ”Yang lain ada yang menepuk bahu dan tangan Irzen,” kata Gatot. Interogasi itu, kata Gatot, berlangsung sekitar satu jam. Setelah itu ketiga penagih keluar dari ruangan dan Irzen dibiarkan di dalam ruangan.

Sekitar pukul 12.00 Irzen keluar dari ruangan dan terjatuh di lantai. Menurut Gatot, Arief mengetahui hal itu tapi tak peduli. ”Dia hanya tertawa mendengar Irzen terkapar.” Sekitar pukul 14.00 baru mereka panik. Irzen diduga pingsan. Arief kemudian menelepon Tubagus Surya, bendahara Partai Pemersatu Bangsa, yang sebelumnya berkali-kali menghubungi Irzen lewat telepon genggamnya.

Tubagus segera datang dan menuju lantai lima. Di sana ia melihat sejumlah karyawan Citibank berkerumun di depan Ruang Cleo. Di dalam ruangan ia menemukan rekan separtainya itu telentang di lantai. Dari hidungnya keluar darah. Tengkuknya lebam, juga mengeluarkan darah. Tubagus sempat melirik gorden dan melihat bercak darah di sana. Ia memeriksa napas dan urat nadi Irzen. ”Napas dan denyut nadinya sudah tidak ada,” kata Tubagus.

Tempo memperoleh salinan hasil visum Irzen yang dilakukan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Visum itu menyatakan Irzen meninggal karena pecahnya pembuluh darah di bagian otak. Di dalam hidung Irzen ditemukan bekas luka dan bekas cucuran darah. Kesimpulan sementara visum itu menyebut Irzen tewas akibat pukulan benda tumpul. Menurut Tubagus, rekan Irzen yang menyertai pria itu mendatangi Citibank, ia mendengar suara gedebug-gedebug dari Ruang Cleo. ”Tapi ia tak berani masuk.”

l l l

Jenazah Irzen sudah dimakamkan di pekuburan Srengseng, Jakarta Selatan. Menunjuk pengacara senior O.C. Kaligis, keluarga dan istri Irzen akan menuntut Citibank bertanggung jawab atas peristiwa ini. ”Citibank mesti bertanggung jawab karena terjadinya di kantor mereka dan sedang mengurus masalah kartu kredit,” kata Kaligis.

Citi Country Officer Citibank untuk Indonesia, Shariq Mukhtar, di depan anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu, sempat meminta maaf atas tewasnya Irzen. Tapi dia menyangkal ada penganiayaan terhadap Irzen. ”Dalam penyidikan internal kami, tidak ditemukan kekerasan terhadap Irzen,” kata Shariq. Kesimpulan ini mereka peroleh lewat rekaman CCTV di sekitar Ruang Cleo. ”Irzen terlihat bisa berjalan saat masuk dan keluar ruangan,” kata Shariq.

Shariq juga membantah Citibank selalu menggunakan kekerasan untuk menagih utang. Citibank, kata Shariq, menerapkan standar tinggi dalam mengawasi dan mengumpulkan kredit nasabahnya, termasuk mengawasi perusahaan rekanan yang mereka gandeng untuk menagih utang. ”Setiap tiga bulan kami mengaudit rekanan kami,” kata Ketua Asosiasi Bank Asing di Indonesia ini.

Menurut polisi, Arief adalah karyawan perusahaan outsourcing PT Fanni Masyara Prima. Adapun Henry dan Donald karyawan PT Taketama Surya Mandiri. Shariq mengakui perusahaan ini mereka gandeng untuk menagih utang pemilik kartu kredit. Arief, Henry, dan Donald kini menjadi tersangka dan ditahan di Polres Jakarta Selatan. Polisi belakangan juga menetapkan Boy Yanto Tambunan menjadi tersangka. Rekan sekerja Arief ini dituduh memerintahkan penganiayaan tersebut. Keempatnya dijerat dengan pasal pengeroyokan dan pembunuhan.

Menurut Gatot, pihaknya juga akan memeriksa dua perusahaan penyedia jasa tempat para tersangka itu bekerja serta manajemen Citibank. ”Bila ditemukan kesalahan dari pihak manajemen, mereka akan dijadikan tersangka,” kata Gatot.

Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyebut peristiwa yang dialami Irzen adalah klimaks dari cerita para penagih utang bank di Indonesia. Sejak 2005, kata Tulus, YLKI sudah meminta Bank Indonesia melarang bank menggunakan jasa penagih ini. ”Tapi anjuran ini tak pernah digubris,” katanya. Tulus menegaskan, Citibank harus bertanggung jawab atas kekerasan terhadap nasabahnya itu.

Mustafa Silalahi, Pingit Aria, Puti Noviyanda, Dwi Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus