Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

RIPUH RICUH GEDUNG BARU

Partai-partai gamang bersikap terhadap pembangunan gedung baru DPR. Hanya dua partai menolak sejak awal. Sejumlah pejabat Dewan ditawari ”uang dukungan”.

11 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT konsultasi itu berlangsung dua setengah jam di lantai tiga Gedung Nusantara III, tempat pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat berkantor, Kamis pekan lalu. Hadir para pemimpin Dewan dan perwakilan sembilan fraksi.

Ketua DPR Marzuki Alie membuka rapat dengan mencoba melawak. ”Rapat kali ini membahas rencana penambahan ruang, ya, bukan pembangunan gedung,” katanya. Setelah itu, rapat dinyatakan tertutup bagi jurnalis.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga Dewan, Pius Lustrilanang, mengawali rapat dengan menjelaskan latar belakang pembangunan gedung. Wakil Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengatakan, pada dasarnya, semua fraksi tetap harus menyetujui pembangunan gedung. Sebab, alokasi dana pembangunan gedung telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.

Pius mengungkapkan kekecewaannya karena sejumlah fraksi berbalik arah. Menurut dia, apa pun hasilnya, keputusan rapat paripurna mengikat semua fraksi. Ia mencontohkan, dalam pelaksanaan hak penyelidikan atas penyelamatan Bank Century, Fraksi Partai Demokrat tak lagi mempersoalkan keputusan panitia khusus.

Setelah Pius berbicara, Marzuki langsung menanyakan sikap tiap fraksi terhadap rencana pembangunan gedung. Golkar, yang diwakili Setya Novanto dan Satya W. Yudha, menyatakan setuju pembangunan diteruskan. Golkar mengungkapkan data kapasitas Gedung Nusantara I yang sudah berlebih. Kini, menurut Golkar, penghuni gedung itu hampir 3.000 orang. Padahal kapasitas gedung hanya untuk 400 orang.

Demokrat, yang diwakili Sekretaris Fraksi Saan Mustopa, tak kalah akur. Ia mengingatkan konsistensi pengambilan keputusan soal gedung yang sudah dilakukan tahun lalu. Cuma, ”Anggota Dewan tak perlu gedung mewah, tapi gedung yang layak,” katanya, tanpa memerinci ukuran ”layak” itu.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan juga menyatakan gedung perlu dibangun. Tapi, Romahurmuziy menyuarakan perhitungannya, biaya gedung tak perlu sampai lebih dari Rp 1 triliun. Dengan biaya Rp 650-700 miliar, bisa diperoleh gedung yang layak huni. ”Kami usulkan biaya pembangunan dikurangi,” kata Romahurmuziy.

Persetujuan dengan catatan-catatan kecil juga disampaikan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang diwakili Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto dan Theodorus J. Koekerits, sepakat pula meneruskan rencana pembangunan gedung.

Suara berbeda diserukan Fraksi Partai Amanat Nasional. Alimin Abdullah sempat meminta penundaan. Marzuki Alie meminta PAN langsung menyatakan setuju atau tidak setuju. Sekretaris Fraksi PAN Teguh Juwarno menjawab dengan meminta sayembara desain gedung diadakan lagi dan lebih melibatkan rakyat. Harga gedung juga harus murah.

Mendengar jawaban ini, Marzuki Alie menjawab, sayembara ulang tak mungkin lagi karena akan memboroskan anggaran negara. Apalagi DPR periode lalu telah mengeluarkan uang lebih dari Rp 9 miliar untuk biaya sayembara, meskipun tak jadi dilaksanakan. ”Sepertinya memang rapat sengaja diarahkan untuk langsung menjawab setuju atau tidak setuju. Pertimbangan kami tidak didengarkan,” ujar Teguh.

Fraksi Gerindra, yang diwakili Edhy Prabowo dan Ahmad Muzani, tegas menolak pembangunan gedung. ”Sampai Dewan periode sekarang berakhir, jangan ada pembangunan gedung,” kata Edhy.

Marzuki Alie akhirnya menyatakan skor 7-2 untuk yang setuju meneruskan rencana pembangunan gedung. Usul Teguh Juwarno, yang meminta rencana itu dibahas di DPR, ditolak Marzuki. Setengah jam menjelang magrib, rapat itu mengakhiri upaya para penolak pembangunan gedung.

Sehari sesudah rapat konsultasi pemimpin Dewan dengan pemimpin fraksi, sidang paripurna digelar. Interupsi berhamburan. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengetukkan palu setelah Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga Indrawati Sukadis melaporkan anggaran peningkatan sarana dan prasarana DPR dari Rp 1,2 triliun tahun ini menjadi Rp 1,3 triliun. Dari jumlah itu, biaya pembangunan gedung mencapai Rp 1,164 triliun.

Berbeda sikap dengan Bambang dan Theodorus dalam rapat konsultasi, Maruarar Sirait dari PDI Perjuangan menyatakan fraksinya tak menyetujui pembangunan gedung baru. Edhy Prabowo dari Gerindra juga meminta anggaran pembangunan gedung dihapuskan. Tak mendapat tanggapan apa pun, Fraksi Banteng dan Gerindra akhirnya meninggalkan ruang sidang. Eva Kusuma Sundari dari PDI Perjuangan menyalami para pemimpin Dewan sebelum keluar. ”Saya konsisten dengan sikap partai,” ujarnya.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, merasa dipermainkan dengan pernyataan pimpinan DPR bahwa fraksinya menyetujui pembangunan gedung. Menurut Tjahjo, menjelang akhir Maret, fraksinya sudah meminta penundaan melalui surat yang dikirim ke pimpinan Dewan. ”Dalam surat itu kami tegas menolak,” katanya. Toh, Marzuki Alie tetap menyatakan PDI Perjuangan menyetujui pembangunan gedung. ”Ada notulen dan rekamannya,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.

Bagaimanapun penolakannya, sudah pasti, DPR bakal membangun gedung baru.

l l l

FEBRUARI 2009. Muncul kejanggalan pada rapat di lantai tiga Gedung Nusantara III. Wakil Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo mempertanyakan kehadiran sejumlah orang non-anggota Dewan dalam rapat yang dipimpin Agung Laksono, Ketua DPR ketika itu. ”Agung bilang, ’Mereka dari Yodya Karya, mau presentasi. Kita dengarkan saja dululah’,” Ganjar menirukan ucapan Agung.

Sekelompok orang itu pun menunjukkan slide dalam bentuk tiga dimensi. Di sinilah pertama kali desain gedung berbentuk huruf ”U” dipamerkan kepada anggota Dewan. Selama sekitar 20 menit, desain itu dijelaskan oleh Yodya Karya. ”Memang presentasinya bagus,” kata Ganjar. Tapi, setelah itu, Ganjar kembali mempertanyakan maksud presentasi tersebut. Apalagi ketika itu belum ada sayembara desain gedung. ”Tak ada jawaban jelas saat itu. Rapat langsung dilanjutkan ke agenda berikutnya,” ujarnya.

Kepada pers pekan lalu, Agung mengatakan, pada periode kepemimpinannya, Dewan baru menyusun rencana besar dan tata ruang. ”Kami belum membicarakan detail teknis, apalagi angka-angkanya,” ujar Agung, kini Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

Sumber Tempo mengungkapkan, rencana pembangunan gedung itu awalnya merupakan permainan Fraksi Partai Golkar. Indikatornya, ada pemaksaan dari politikus Golkar agar desain segera disetujui. Menurut sumber ini, Golkar sangat berkepentingan mempertahankan bentuk desain.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar yang juga anggota DPR, Idrus Marham, membantah partainya berusaha keras mengegolkan desain tertentu. Idrus menegaskan, partainya bebas dari kepentingan pihak lain dalam menyetujui pembangunan gedung. ”Buktikan jika partai kami bermain,” katanya. ”Kalau terbukti, pasti kami bersihkan.”

Arsitek penanggung jawab desain dari PT Yodya Karya, Rizal Syarifuddin, juga membantah permainan uang dalam desain gedung yang ditawarkan perusahaannya. Rizal menilai, sejak awal, proses penunjukan Yodya sebagai konsultan telah sesuai dengan prosedur. ”Kami juga melalui proses lelang,” ujarnya.

l l l

TAMU itu datang sendirian, pada September tahun lalu. Tak banyak basa-basi karena sang tamu dan tuan rumah, seorang pejabat Dewan, saling mengenal. Kepada pejabat, si tamu menawarkan uang sembari meminta pejabat itu mendukung pembangunan gedung baru Dewan.

Kuartal terakhir 2010 memang diramaikan oleh persoalan pembangunan gedung Dewan. Banyak kalangan menolak pembangunan karena hal itu dianggap tak perlu dan memboroskan anggaran negara. Rencana ini sebenarnya sudah diajukan sejak Dewan periode sebelumnya. Tapi Dewan ketika itu menghentikan pembangunan karena desain yang diajukan belum disayembarakan.

Pembicaraan di ruang pejabat itu tak lama. Pintu ditutup dengan menumbuhkan kekecewaan bagi si tamu. ”Saya enggak mau terima yang kayak gitu,” kata pejabat yang tak mau disebutkan namanya ini, menceritakan peristiwa itu. Ia juga menolak menyebutkan jumlah uang yang ditawarkan dan pemberinya. ”Yang pasti jumlahnya sangat besar.”

Sumber Tempo memiliki pengalaman sama. Ia mengatakan adanya bagi-bagi uang ke sejumlah wakil rakyat untuk menggalang dukungan pembangunan gedung 36 lantai itu. Tapi dia juga tak mau menyebut pemberi-penerima dan jumlahnya. Yang jelas, besarnya imbalan disesuaikan dengan jumlah anggota dalam satu fraksi. Makin besar fraksi, maharnya makin mahal. ”Ini isu sensitif,” ujarnya.

Karena itulah, kata sumber ini, ada pihak yang berusaha supaya rencana pembangunan gedung tak kandas lagi. Caranya mendekati anggota dan fraksi di Dewan. Marzuki Alie membantah adanya praktek suap dalam rencana pembangunan gedung. ”Kalau ada, laporkan ke saya. Biar saya laporkan ke KPK,” katanya.

Pius Lustrilanang juga membantah adanya bagi-bagi uang. Apalagi untuk memuluskan perusahaan tertentu memenangi tender, yang pekan lalu masih berlangsung. ”Saya jamin tak ada permainan uang sedikit pun,” ujarnya.

Pramono, Yophiandi, Febriyan, Mahardika Satria, Setri Yasra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus