KELIHATANNYA kejahatan membobol bank semakin menjalar. Setelah pembobolan BNI 46 New York, beberapa bank sudah mendapat giliran. Bank Bumi Daya (BBD) Kebayoran Baru, Bank Of America Jakarta, Bank Perdania cabang Thamrin Jakarta, dan terakhir, dua pekan lalu, Bank Dagang Negara (BDN) cabang Bintaro kecolongan. Bank di kompleks perumahan tergolong mewah ini, menurut pemeriksaan polisi, kecurian Rp 1,9 milyar. Yang disangka sebagai pelaku adalah pegawai bank itu sendiri, Suroso S, 25 tahun. Polisi juga memeriksa istri Suroso, Yekti, 25 tahun, seorang analis komputer dengan spesialisasi sistem komputer untuk perbankan. Modus yang ditempuh, menurut polisi, adalah memanipulasikan data pembukuan lewat komputer. Pasangan ini dituduh berkomplot membobol bank itu sejak Agustus lalu. Bahkan ada berbagai dugaan polisi bahwa otak pembobolan adalah Yekti sendiri, orang yang merancang sistem komputer di bank itu. Karenanya, sejak 21 Januari lalu, pasangan pengantin baru itu ditahan di Mabes Polri, Jakarta. Uang hasil jarahan, menurut polisi, antara lain dipakai untuk membeli rumah seharga Rp 50 juta di Bintaro dan mobil Toyota bekas Rp 15 juta. Selain itu, biaya perkawinan mereka sebulan lalu, juga diambil dari uang panas ini. Memang Suroso tidak berbelit membantah tuduhan itu. "Benar, saya yang membobol uang BDN itu," katanya tegas. Yang dia bantah adalah tuduhan atas istrinya. "Istri saya tak tahu apa-apa tentang pembobolan ini," tambahnya. Yekti yang akrab dipanggil Titut itu mengaku tidak tahu-menahu. Memang Titut, lulusan akademi komputer, pernah jadi konsultan banking system di BDN pada 1987. Di situ pulalah ia jatuh cinta kepada Suroso. Ia ketimpa tuduhan itu, antara lain, karena keahlian dan pengetahuannya tentang sistem komputer di bank itu. Terdakwa Suroso, kepada TEMPO mengaku cuma lulusan SMA dengan ijazah Bon A dan Bon B. Tak pernah ia ikut kursus komputer. Tiga tahun kemudian ia dialihkan ke bagian pembukuan di cabang Bintaro. Lalu dimutasikan di bagian pengawasan kredit, juga masih di BDN Bintaro. Berkat posisi itu, mata Suroso yang jeli tergerak kepada lajur saldo Selisih Memorial per Juli 1988. Di situ tercatat, kata Suroso, angka Rp 800 juta. "Menurut ketentuan, saldo ini tergolong dana tak bertuan dalam neraca buku besar BDN," ungkapnya. Karena itu, ia berniat mentransfernya ke rekening sendiri. Untuk itu, ia memindahkan dana itu ke rekening mertuanya di BUN Melawai dan rekening pacarnya, Titut, di Bank Duta cabang Jalan Barito, keduanya masih di Jakarta. Sebelum pentransferan berlangsung, tutur Suroso, ia "meminjam" rekening nasabah BDN atas nama Hartati dan Soleh. Hartati adalah nasabah KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) dan Soleh nasabah pemegang rekening giro. Begitu beres, ia tinggal memencet data entry dalam neraca BDN, sesuai jumlah yang dikehendaki. Pentransferan pertama pada September ke rekening Titut di Bank Duta cabang Barito dan ke rekening mertua Suroso di BUN Melawai berjalan mulus. Tentu saja si empunya rekening, Titut, kaget melihat jumlah uangnya membengkak menjadi Rp 500 juta Menurut pengakuan Titut, uangnya sendiri cuma Rp 100 Juta. Akal-akalan Suroso baru ketahuan pihak BDN awal Januari, tak lama setelah ia mentransfer Rp 62 juta. Kecurigaan timbul dari selisih angka yang hilang dalam neraca pembukuan. Sementara istri dan mertua -- yang rekeningnya dipinjam untuk parkir uang panas itu -- juga mendesak menanyakan asalusulnya. "Saya mengaku bahwa uang itu hasil membobol BDN," cerita Suroso. Tapi pengakuan pada 10 Januari itu, kata Suroso, muncul karena ia dijanjikan BDN tidak diperkarakan ke polisi. Suroso pun setuju, uang Rp 900 juta yang berada di rekening istri dan mertuanya dikembalikan. "Padahal jumlah uang yang saya bobol hanya Rp 800 juta," katanya. Kelebihan dana itu, kata Suroso, milik tabungan istri dan mertuanya. Namun pihak BDN tak mau tahu. Pengantin baru itu diringkus, dan diadukan ke Mabes Polri pada 21 Januari. Ia dituduh membobol dana BDN Rp 1,9 milyar. "Saya tidak mengerti, dari mana angka sebesar itu dituduhkan kepada saya," ujar Suroso. Dari modus pembobolan itu, sumber TFMPO di Mabes Polri meragukan bahwa Suroso bergerak sendiri. "Diduga bahwa ada orang lain di balik Suroso," kata sumber itu. Kecurigaan timbul dari selisih nilai yang dibobol. Tersangka mengaku hanya membobol Rp 800 juta, sedangkan pihak BDN mengaku kecolongan Rp 1,9 milyar. Jadi, ada kemungkinan, selisih uang yang bobol itu bukan permainan Suroso seorang. Sementara itu, sumber TEMPO di kalangan perbankan mengherankan "saldo tak bertuan" itu bisa menguap dengan gampang. Sebab, untuk menarik dana, tentunya, harus melalui konfirmasi pejabat bank yang berwenang. "Bila hal ini tak dipenuhi Suroso, mustahil uang itu bisa ditransfer ke bank tujuan. Sebab, bank tujuan akan mengeceknya, ungkap sumber Polisi pun menilai, tak mustahil ada orang dalam -- selain Suroso -- yang terlibat aksi itu. Namun pihak BDN Pusat masih membantah keterlibatan orang BDN. "Pembobolan dilakukan Suroso dengan setoran fiktif (dalam neraca pembukuan bank). Dari setoran fiktif ini ia memanipulasikan dana BDN Bintaro sebesar Rp 1,9 milyar," kata Senior Manager BDN Pusat A. Askandar. Manipulasi yang dilakukan Suroso, antara lain, ia mengubah saldo utang milik Hartati dari sekitar Rp 1,2 milyar menjadi piutang sekitar Rp 11 milyar. Sedangkan saldo Soleh disulap dari utang sekitar Rp 220 juta menjadi piutang sekitar Rp 250 juta. Setelah beres, Suroso memakai cek atas nama kedua nasabah BDN itu untuk menarik uang Rp 1,4 milyar -- secara bertahap lewat rekening istri dan mertuanya. Selanjutnya, mengenai sisanya maslh belum ketahuan ke mana menguapnya.Widi Yarmanto, Moebanoe Moera, dan Sidartha Pratidina (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini