Koperasi pinjam denda

CITRA koperasi sebagai badan usaha yang mempunyai misi sosial tak mudah diwujudkan. Koperasi Simpan-Pinjam Bina Usaha Karya di Jl. Soekarno Hatta, Bandung, malah digugat LBH setempat, karena mengganggu ketertiban umum. Beberapa nasabah koperasi itu, ternyata gagal mencicil kembali utang mereka. Akibatnya, mereka terus-menerus dililit penalti bunga, sehingga utang membengkak. Engkos Kosidin, 49 tahun, adalah salah satu korban koperasi itu. November 1984, Engkos meminjam Rp 2 juta untuk usaha kebun jeruk di halaman rumah. Sertifikat tanah plus bangunan, dan surat nikah kemudian diserahkan sebagai jaminan: Selama dua tahun, pegawai dilingkungan Pos dan Giro itu berhasil mencicil Rp 1.1.80.000. Malang, kebun jeruknya rusak, dan Engkos tak bisa membayar angsuran. Oktober lalu utangnya mencapai Rp 17 juta, dan surat-surat jaminannya mau dilelang koperasi. Ternyata, menurut perjanjian dengan koperasi, Engkos hendak mencicil utangnya selama 9 bulan dengan bunga 6 persen per bulan. Setiap kelambatan mencicil, akan dikenakan denda 5 permil per hari (atau 15% per bulan). Pimpinan koperasi, Herland Cup Nainggolan, tetap berpegang teguh pada perjanjian tadi."Mereka sudah menandatangani perjanjian, kok dibantah sendiri?" ujarnya. Tapi, kalau bank-bank komersial bisa meninjau kembali kasus nasabah yang sulit mencicil utangnya, mengapa koperasi tidak?