Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Membabat Warisan Nenek Moyang

Pensiunan mayor jenderal jadi buronan polisi karena bertahun-tahun mencukur hutan di Kalimantan Timur. Warga juga tertipu.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAUH mata memandang hanya tampak ilalang dan rerumputan. Pangkal pohon besar sisa tebang-an sangat banyak, menyembul di antara semak belukar. Beginilah kondisi Bulungan, Kalimantan Timur, kini. ”Sudah tak ada hutan lagi,” kata Andi Zams Datuk Hasanuddin Petalolo, tetua adat Bulungan.

Penduduk di sana sekarang hanya bisa meratapi hutannya yang telah gundul. Mereka memang mengandalkan hutan sebagai sumber rezeki. Sehingga, ketika tauke masuk, warga mau saja disuruh menebangi hutan meski diupah Rp 40 ribu per meter kubik. Si tauke jelas meraup untung. Sebab, kayu sebanyak itu dijual Rp 2,5 juta di pasaran.

Setelah ditebang, gelondongan kayu itu dihanyutkan melalui Sungai Kayan. Dengan lebar 90 meter, sungai sepanjang 70 kilometer itu memang cocok buat perjalanan kayu. Dari Bulungan, kapal motor butuh waktu satu jam menuju hilir di Tarakan. Dari sini, kayu diangkut ke Pulau Jawa dan Tawau, Malaysia.

Sayangnya, kerja keras itu tak membuat warga Bulungan terbebas dari kemelaratan. ”Untuk makan saja susah,” kata Andi Zams. Celakanya, ada juga tauke yang tega tak membayar upah. Warga yang bermukim di Desa Sajau, Kecamatan Tanjung Palas, Ka-bupaten Bulungan, termasuk yang belum diupah.

Jika warga ditanya siapa tauke itu, warga menunjuk Gusti Sjaifuddin (Direktur PT Tunggul Buana Perkasa), Arifin (Direktur CV Sanggam Jaya Abadi), dan Darul Hakim (kuasa usaha CV Putra Bulungan Sakti). ”Mereka menipu masyarakat,” kata Andi Zams.

Tiga cukong kayu itu tak hanya bermasalah dengan masyarakat. Saat ini mereka juga sedang terbelit perkara pidana. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur sudah menetapkan ketiganya menjadi tersangka pencuri kayu.

Menurut polisi, para tersangka menebang kayu dengan izin pemanfaatan hutan yang kedaluwarsa. Izin itu dikeluarkan Dinas Kehutanan untuk PT Unggul Buana Perkasa pada 2003, tapi di-gunakannya hingga Juli lalu.

Dalam izin basi itu disebutkan, Unggul Buana Perkasa berhak memotong kayu dalam areal 2.000 hektare di Desa Sajau. Sanggam Jaya Abadi dan Putra Bulungan Sakti berposisi sebagai rekan kerja Unggul.

Mereka telah menebang 6.214 meter kubik kayu. Ini saja sudah salah karena izinnya kedaluwarsa. Tapi yang mereka lakukan lebih parah, hutan yang sudah dicukur sampai 15 kilometer keluar Sajau. Ini sudah masuk area hutan lindung Bulungan.

Menurut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Ko-misaris Besar I Wayan Tjatra, per-kara itu terbongkar lewat o-perasi Satuan Tugas 007, pertengahan Maret lalu. Tim gabungan Mabes Polri dan Polda Kalimantan Timur ini menyi-sir perusahaan kayu di Kalimantan.

”Saat itulah ditemukan aktivitas Tunggul Buana Perkasa yang tidak sesuai dengan izin,” kata Tjatra. Dari tersangka, polisi menyita uang penjualan kayu Rp 3,25 mi-liar, 18 unit traktor, dan 6.214 meter kubik kayu.

Gusti bukan orang semba-rangan. Dia pensiunan tentara dengan pangkat terakhir mayor jende-ral. Soal hutan tak asing baginya. Sebab, dia pernah menjadi staf ahli Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, saat menteri dijabat A.M. Hendropriyono.

Karena bekas orang penting, tak me-ng-herankan jika dicurigai ada pejabat yang melindungi Gusti. Karena itu pula, kata seorang penyidik, polisi di Kalimantan Timur enggan menahannya.

Semula Gusti dan dua koleganya -memang memenuhi panggilan polisi- untuk diperiksa. Mereka dijadikan ter-sangka karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tersangka diancam hukum-an 12 tahun penjara.

Nah, sejak ditetapkan sebagai tersangka itu Gusti menghilang. Gusti di-ketahui melarikan diri sejak Juli lalu. Karena itu, dua tersangka lainnya, Arifin dan Darul Hakim, langsung dijebloskan ke tahanan Polda.

Hingga akhir pekan lalu, polisi masih melacak keberadaan Gusti. Direk-tur Reserse dan Kriminal Polda Kaliman-tan Timur Komisaris Besar Harry Prasto-wo mengaku telah memburu tersangka ke beberapa kota besar di Indonesia.

Untuk mengantisipasi kaburnya tersangka ke luar negeri, polisi menyebar identitas Gusti ke Direktorat Imi-grasi, terutama di pintu keluar Riau dan Batam. Foto Gusti juga dikirim ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk -dimasukkan ke daftar buronan. ”Fotonya juga ada di Bandara Internasional Soe-karno-Hatta Jakarta,” kata Harry Pras-towo.

Mabes Polri ikut turun tangan membantu Polda Kalimantan Timur. Polisi sempat melacak keberadaan Gusti di alamatnya di Jalan Oto Iskandar Dinata, Jakarta Timur. Namun Gusti tak di-temukan. Bahkan istrinya, Mustika Reny, juga ikut menghilang.

Sejak pertengahan Juli lalu, Mabes Polri sudah mengeluarkan red notice. ”Tersangka sudah kami cekal di Imigrasi,” kata Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, juru bicara Mabes Polri. Daftar pencarian orang itu juga sudah dikirim ke Interpol di Lyon, Prancis. ”Siapa tahu dia menggunakan paspor palsu saat kabur ke luar negeri,” kata Anton.

Kepala Polri Jenderal Sutanto tentu saja geram dengan kaburnya Gusti. Karena itu Sutanto mengutus polisi Mabes Polri mengusut penyidik Polda Kalimantan Timur. Tujuannya untuk mengetahui apakah ada polisi yang terlibat dalam pelarian Gusti.

Sampai akhir pekan lalu 20 polisi te-lah diperiksa berkaitan dengan perkara Gusti. Penyidik Gusti yang diperiksa ini adalah anggota reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur dan Kepolisi-an Resor Kota Bulungan. ”Sejauh ini belum ditemukan indikasi penyimpangan dalam penanganan kasus Gusti,” kata Tjatra.

Informasi dari Aldentua Siringori-ngo, kuasa hukum Gusti, kliennya sedang dalam perawatan karena baru menjalani operasi jantung. Namun dia tak tahu di mana Gusti dirawat.

Karena Gusti raib, dua tersangka lainnya gampang buang badan. Darul dan Arifin mengaku tidak tahu bahwa izin pengolahan kayu milik Gusti kedaluwarsa. ”Sebelumnya saya mengira- dokumennya lengkap. Kami selama ini hanya sebagai pelaksana lapangan,” kata Darul.

Arifin mengatakan jarang berkomu-nikasi dengan Gusti. ”Kami hanya orang lapangan. Sama sekali tidak tahu permasalahan,” katanya. Transaksi pun hanya melalui staf PT Tunggal Buana Perkasa bernama Agus dan Suprapto. ”Saya tidak pernah bertemu langsung dengan Pak Gusti.,” kata Arifin.

Selama setahun bekerja sama, Arifin mengatakan hanya menjalankan perintah Gusti mengirim kayu ke Surabaya. Tetapi, saat wartawan Tempo menyinggung penebangan kayu yang melebihi izin kedaluwarsa itu, kedua tersangka ini tak dapat menjelaskannya. Mereka juga terdiam saat ditanya kenapa mem-babat hutan lindung.

Adapun warga Desa Sajau yang belum menerima upah kini kebingungan. Sebagian warga menumpahkan ama-rah-nya kepada ketua kelompok penebang hutan. Saat menebang hutan, masya-rakat dibagi dalam 16 kelompok, masing-masing beranggotakan 20 warga. Ketua kelompok inilah yang menjadi sasaran amarah. Warga menuduh ketua kelompoknya sebagai kaki tangan Gusti, karena ikut merayu warga menebang hutan. ”Sekarang mereka bersembunyi di hutan. Padahal nasib mereka sama saja, tertipu juga,” kata Andi Zams.

Warga Sajau tak hanya menyalahkan para tauke. Mereka juga sadar telah lama tak mematuhi ketentuan adat Bulungan. Ketentuan adat tak membenar-kan penebangan hutan secara serampangan. Dahulu kala, sebelum membuka hutan, warga harus memperoleh izin dari tetua adat dan Raja Bulungan. Itu pun ada syaratnya: dilarang menebang kayu tua. Kesultanan Bulungan hanya mengizinkan penebangan pohon yang relatif kecil.

Adat Bulungan mengibaratkan -hutan sebagai air susu ibu. ”Penting menyehatkan bayi. Begitu pula hutan, jika dilestarikan dapat membuat masyarakat turut sejahtera,” kata Andi Zams. ”Ini warisan nenek moyang kami.” Kini masyarakat di sana sengsara karena tak menjaga petuah adatnya. Lebih sengsara lagi karena ditipu tauke pensiunan perwira tinggi.

Nurlis E. Meuko dan S.G. Wibisono (Balikpapan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus