Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Setelah disahkan DPR pada 12 April lalu, UU TPKS akan melahirkan sepuluh aturan turunan baru.
Seluruh proses kasus kekerasan seksual akan dilayani ke dalam satu unit lembaga.
Lemabaga pelayanan korban kekerasan seksual masih kekurangan tenaga ahli dan anggaran.
SETELAH enam tahun dibahas, Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada Selasa, 12 April lalu. Ada banyak kelompok masyarakat sipil, akademikus, hingga pejabat yang terlibat dan memperjuangkan draf undang-undang tersebut. Pengesahan ini dianggap sebagai babak baru penanganan kasus kekerasan seksual di Tanah Air.
Namun pekerjaan belum tuntas. Masih ada aturan turunan yang harus disiapkan. “Kalau dulu tiada hari tanpa memikirkan Rancangan Undang-Undang TPKS, sekarang ini memikirkan apa yang harus dilakukan untuk mengimplementasikannya,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati pada Rabu, 20 April lalu.
Diusulkan pada 2016, UU TPKS terdiri atas delapan bab dan 93 pasal. Ratna menjelaskan, tak ada perdebatan pembahasan RUU ini sepuluh hari sebelum disahkan DPR. Sebelumnya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sempat menolak beberapa pasal di dalam RUU. Tapi semua diskusi sudah tuntas.
(Baca: RUU TPKS Minim Pasal Pemerkosaan)
Kolaborasi antara pemerintah, DPR, dan masyarakat sipil bahkan menghasilkan beberapa terobosan, khususnya perihal kekerasan berbasis elektronik. UU TPKS memasukkan sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual fisik dan nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.
Hanya ada dua pasal yang tak diakomodasi dalam undang-undang ini, yaitu pemerkosaan dan aborsi. Pasal ini dihapus karena dianggap sudah diakomodasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Saat ini, fokus pemerintah adalah implementasi dan menyiapkan prosedur UU TPKS. Rencananya, ada lima peraturan pemerintah dan peraturan presiden sebagai turunan UU TPKS. “Kami akan berhitung secara realistis mana yang bisa didahulukan. Tapi semuanya berjalan paralel,” ucap Ratna.
Aturan turunan tersebut di antaranya teknis pendidikan dan pelatihan kepada pendamping serta pihak lain yang terlibat dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Ada juga pengelolaan dana bantuan untuk korban, penanganan kekerasan berbasis elektronik, juga pengadaan pelayanan terpadu satu pintu (one stop services).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo