Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menangkap Musang Berbulu Ayam

Dahnil melayu alias Iwan Pawet, 35, berhasil ditangkap Polres Tanahdatar, Sum-Bar. Para tetangganya kaget karena karateka Dan I ini dikenal ramah. Puluhan kali kejahatan ia lakukan di pelbagai kota.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAK "musang berbulu ayam" Dahnil Melayu, yang tinggal di Jalan Suluh Sampali, Medan, selama ini dikenal penduduk setempat sebagai orang baik-baik. Bahkan karateka pemegang Dan I ini, yang di situ dikenal dengan nama Iwan Pawet, hampir setiap hari mengajar anak-anak muda ber-"yat-yat". Sebab itu, tetangganya kaget ketika di Kamis subuh dua pekan lalu, istri Dahnil, Zaidar alias Upik, tiba-tiba menjerit-jerit. Tak disangka di pagi itu, Dahnil dijemput polisi, yang datang dari Polres Tanahdatar, Sum-Bar. "Sudah dua tahun kami memburon penjahat ini," kata Letkol. Ainor Rasyid, Kapolres Tanahdatar, kepada penduduk yang menyaksikan penangkapan itu. Keterangan perwira menengah itu tentu saja sulit dipercaya masyarakat. Sebabnya, itu tadi, selama setahun tinggal di kawasan itu, Dahnil tak terlihat berperangai buruk. Bahkan ayah 4 anak itu, menurut penduduk, berpembawaan lemah lembut, ramah, dan mudah tersenyum. "Ia bersembunyi di balik perangai palsu itu," kata Ainor. Padahal, menurut Ainor, lelaki berusia 35 tahun kelahiran Rao, Pasaman, Sumatera Barat, dan dibesarkan di Medan itu adalah bandit yang dalam sepuluh tahun terakhir ini malang-melintang di berbagai daerah di Pulau Sumatera. Ia, yang telah berulang kali keluar-masuk penjara, selama ini berprofesi merampok. Ia juga pernah memperkosa, menlebol penjara, bahkan membunuh rekan seprofesinya, Rosmen. Sebenarnya, latar belakang bandit itu terhitung baik. Pada 1975, ia diterima jadi anggota Brimob di Polda Sumatera Utara. Tahun itu juga, ia mengikuti pendidikan khusus Brimob di Pusdiklat Padangbesi, Padang. Tapi sepulang dari pendidikan, 1976, perangainya berubah. Dahnil tertangkap ketika merampok dengan sepucuk pistol. Ia dipecat dari polisi dan dipenjarakan. Tapi ia tak kapok. Keluar penjara, akhir 1976, dengan senjata golok Dahnil merampok toko emas Singgalang di Bukittinggi. Setelah itu ia bersembunyi di Pakanbaru, Riau, dan mengubah namanya menjadi Abang Boy. Di kota ini pula lelaki berkulit kuning langsat itu berhasil mempersunting Zaidar. Pesta pernikahan mereka dirayakan dengan meriah di Payakumbuh. Tapi ketika pasangan itu bersanding di pelaminan, polisi, yang sudah lama mencari-cari penjahat itu menangkap Dahnil. Ia pun menjalani hukuman di LP Bukittinggi. Keluar penjara namanya berganti lagi menjadi Jhoni Kinawa. Kembali ia, tahun 1982, merantau ke Pakanbaru. Di kota itu ia ditangkap kembali oleh polisi. Rupanya, sebelum kawin ia pernah pula merampok dan memperkosa di kota itu. Tapi pertengahan 1983, Dahnil kabur dari LP Pakanbaru. Setelah itu ia hidup sebagai buron. Berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain, di Riau, Sum-Bar, Sum-Ut. Tapi sial baginya, akhir 1983, ia ditangkap polisi di Padang. Di kota itu ia terpaksa menjalani sisa hukuman yang belum dijalaninya di LP Pakanbaru. Keluar dari LP Padang, 1984, Dahnil melanjutkan debutnya, bersama seorang komplotannya, Rosmen, di Kepulauan Riau. Sampai kini Ainor mengatakan, pihaknya masih menyidik berapa banyak kejahatan Dahnil di Kepulauan Riau tersebut. Hanya saja, kerja sama Rosmen dan Dahnil berakhir dengan perkelahian. Pada Juni 1986, kedua orang itu bertengkar di rumah Rosmen, di Kelurahan Tanah Pak Lambiak, di Padangpanjang, soal pembagian rezeki yang tak merata. Pertengkaran yang disaksikan istri Rosmen itu berlanjut dengan baku tinju. Karena kalah, Rosmen yang bertubuh lebih kecil itu lari. Dahnil mengejar, dan menikam Rosmen hingga tewas. Istri mendiang mengadu ke Polres Tanahdatar di Padangpanjang. Sejak itulah Dahnil dinyatakan buron. Tapi lebih dari setahun polisi kehilangan jejak. Ia, menurut polisi, memang jago menyamar dan suka berganti nama. Paling tidak, menurut Ainor, penjahat itu memiliki sembilan nama palsu. Namun, pada akhir 1987, polisi Pakanbaru menangkap Aceng dan B. Pangwa, karena merampok uang Rp 5 juta dari rumah Kepala Panitera Pengadilan Negeri Dumai. Di pemeriksaan Aceng mengaku otak perampokan itu adalah Abang Boy alias Dahnil. Dari bandit itu pula terungkap bahwa Dahnil kendati beroperasi di Riau, tinggal sebagai orang baik-baik di Medan. "Di kotanya ia menjadi orang baik, tapi di kota lain ia merampok," kata Ainor. Informasi itu segera disebarkan Polda Riau ke Polda Sum-Ut dan Polda Sum-Bar. Berkat itu, Ainor berhasil menangkap Dahnil dan memboyong bandit itu ke Padangpanjang. Di LP Padangpanjang, pekan lalu, Dahnil tampak tenang. "Saya tak akan lari lagi. Biar saya tebus semua kejahatan itu," katanya kepada TEMPO. Ah, masa iya. M.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus