Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DOKUMEN itu akhirnya meluncur juga ke meja majelis hakim Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung, 25 Juli lalu. Isinya hasil audit tim bantuan hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan terhadap sejumlah perusahaan Grup Salim yang telah diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional lima tahun silam. Dokumen yang diteken, antara lain, pengacara Todung Mulya Lubis itu menyebut Salim belum memenuhi kewajiban pengembalian aset.
Dokumen itu memang tidak dijadikan bahan pertimbangan oleh ketua majelis hakim, Bahuri, yang memimpin sidang gugatan Garuda Panca Arta, milik Gunawan Jusuf, terhadap Grup Salim. Tapi tetap saja Todung geram. ”Dokumen itu rahasia negara, dari mana dia mendapatkannya?” ujarnya. Dokumen tersebut, menurut Todung, hanya diketahui dan dimiliki oleh kliennya, yaitu Badan Penyehatan dan tim bantuan hukum.
”Dia” yang dimaksud Todung tak lain Hotman Paris Hutapea, pengacara Garuda Panca Arta. Tapi yang ditunjuk berkilah. ”Rahasia bagi anggota tim untuk tidak membuka hasil audit,” katanya. Hotman mengatakan, dokumen itu dimiliki kliennya sebagai pemenang lelang Sugar Group, salah satu anak usaha Salim. ”Kalau Anda membeli mobil, tentu Anda berhak atas semua surat dan keterangan yang berhubungan dengan mobil itu,” katanya.
Ihwal status rahasia memang tercantum dalam perjanjian kerja sama penyediaan jasa antara Badan Penyehatan dan empat pentolan anggota tim: Mulya Lubis, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Frans Hendra Winarta, dan Arief T. Surowidjojo. Salah satu pasal menyebutkan, selama berlangsung dan setelah berakhirnya perjanjian, para pengacara tersebut tidak akan menggandakan atau menyebarluaskan laporan yang mereka buat.
Jika Hotman mengatakan dokumen itu diperoleh dari kliennya sebagai pemenang lelang, artinya yang memberikan dokumen adalah PT Holdiko Perkasa, perusahaan yang dibentuk Badan Penyehatan untuk mengelola dan menjual aset Salim. Tapi hal ini dibantah oleh Ichwan Yunus, ketua tim likuidasi Holdiko. Dalam surat klarifikasi yang dikirimkan ke Todung, Ichwan mengatakan, Holdiko/BPPN tidak pernah memberikan dokumen rahasia itu.
Todung menegaskan dirinya tidak pernah membuka dokumen itu ke pihak lain. Hal yang sama juga dilakukan dua rekannya, Abdul Hakim dan Arief. ”Tapi kami belum menanyakan hal itu ke seorang lainnya,” kata Perry Cornelius, pengacara pada Lubis, Santosa & Maulana, firma hukum yang didirikan Todung. Adapun yang dimaksud Perry adalah Frans Hendra, yang saat ini menjadi salah satu penasihat hukum Garuda Panca Arta.
Frans membantah dirinya disebut pemberi dokumen itu. Menurut Frans, dokumen yang diajukan Hotman di pengadilan ada tanda tangan asli tim pengacara. ”Salinan dokumen yang ada pada saya tidak dibubuhi tanda tangan,” katanya. Frans mengaku tidak membubuhkan tanda tangan karena dokumen yang ia simpan hanya untuk arsip. ”Buat apa saya menandatangani ribuan halaman yang akan saya simpan sendiri?” kata Frans.
Di sidang majelis kehormatan, Hotman mengajukan pengacara senior Albert Hasibuan untuk menilai dokumen itu rahasia atau bukan. Menurut Albert, pendapat hukum atas suatu perusahaan adalah berisi informasi yang lazim. ”Suatu informasi menjadi rahasia negara jika diatur dalam suatu perundang-undangan (yang saat ini masih berupa usulan konsep),” katanya. Terlepas dari pendapat Albert, pemberi dokumen ini tampaknya akan menjadi misteri–kecuali ada yang berani mengaku.
Adek Media, Nurochman Arrazie (Bandarlampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo