Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEBERAPA nama disiapkan untuk dideklarasikan dalam Kongres Advokat Indonesia, Jumat dan Sabtu ini. Ada Advokat Republik Indonesia, disingkat Adri; Persatuan Advokat Indonesia atau Peradin; dan Perkumpulan Advokat Indonesia, yang disingkat Peradi.
Rancangan logo juga sudah dibikin. Misalnya model diagonal, di bagian tengahnya bertulisan officium nobile, yang artinya kurang lebih ”advokat profesi terhormat”. Bahkan draf struktur organisasi, anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga sudah digandakan serta diberkas.
Materi itu siap dibahas dan disahkan di arena kongres di Gedung Balai Sudirman, Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta, 30-31 Mei ini. ”Bila disetujui, jabatan tertinggi di organisasi akan disebut presiden,” kata Indra Sahnun Lubis, ketua pelaksana kongres. Presiden akan dibantu wakil, sekretaris, bendahara, serta pengurus wilayah untuk provinsi dan pengurus cabang untuk kota/kabupaten. Dipersiapkan juga dewan penasihat dan dewan kehormatan.
Masa kerja pengurus dibatasi tiga tahun. ”Jika disepakati, dalam tiga bulan organisasi ini akan terbentuk di seluruh Indonesia,” Indra menambahkan. Inilah kongres menyusul rentetan perpecahan di tubuh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), wadah tunggal yang menerbitkan lisensi bagi pengacara. Peradi dibentuk menyusul terbitnya Undang-Undang tentang Advokat pada 2003.
Pendiriannya diprakarsai pengurus delapan organisasi, yaitu Ikatan Penasihat Hukum Indonesia, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Ikatan Advokat Indonesia, Asosiasi Advokat Indonesia, Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia, Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia, dan Serikat Pengacara Indonesia.
Prakarsa itu digugat oleh sejumlah advokat. Sebab, pembentukannya tidak melalui kongres. Namun Otto Hasibuan, Ketua Umum Peradi, tak menggubris. Kisruh Peradi ini akhirnya melahirkan dua kubu yang berseberangan. Kubu pertama dimotori Indra Sahnun Lubis, yang di Peradi menjabat wakil ketua umum, dan Teguh Samudra, Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia, yang menentang keberadaan Peradi. Kubu ini juga didukung advokat senior Adnan Buyung Nasution.
Mendekati hari-H kongres, Indra mengklaim makin banyak advokat yang membelot dari Peradi. Di antaranya pengacara Petrus Bala Pattyona. Meski aktif dalam kegiatan rapat di Peradi, hatinya condong ikut kongres. ”Saya datang di acara Peradi, tapi prinsip saya tetap ikut kongres,” katanya ketika dipergoki Tempo ikut Musyawarah Nasional I Peradi di Jakarta, Kamis malam pekan lalu.
Terakhir, kedua pihak saling menyerang melalui iklan di sebuah koran nasional. Perang iklan dimulai ketika panitia kongres mengumumkan jadwal acara. Dua hari kemudian pengurus Peradi memasang iklan yang menyatakan kongres itu tidak sah. Jumat pekan lalu, ganti panitia kongres memasang iklan setengah halaman, menyatakan Peradi tidak punya legitimasi karena tak diputuskan melalui mekanisme kongres.
Kepada Tempo, Ketua Peradi, Denny Kailimang, menjelaskan kongres itu dasarnya tidak ada. Undang-Undang tentang Advokat menyatakan hanya ada satu wadah pengacara, yaitu Peradi. ”Mereka akan sia-sia berkongres,” ujar Denny. ”Kongres Peradi yang sesungguhnya dijadwalkan pada 2010.”
Keberadaan Peradi, menurut Denny, dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi. Mereka yang tak puas, menurut Denny, boleh saja membikin sepuluh atau dua puluh organisasi. Lembaga itu tak bakal punya kewenangan seperti Peradi: menerbitkan kartu untuk pengacara dan menyelenggarakan pendidikan calon advokat.
Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Nonyudisial, Harifin A. Tumpa, mengatakan kemungkinan ada dua Peradi tak bisa dielakkan. ”Apakah itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak, akan kami kaji,” katanya. ”Mahkamah Agung belum bisa berpihak sebelum mempelajari adanya dua organisasi dalam wadah tunggal.”
Elik Susanto, Yugha Erlangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo