Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perang Gula Dua Taipan

Marubeni dituding mengalihkan tagihan ke anak usaha Salim secara diam-diam. Kantor Hotman Paris mengirim surat ke Bagir Manan.

26 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN kontainer satu kali satu meter itu sudah enam bulan nongkrong di kantor Pengadilan Tinggi Lampung. Teronggok di ruang kerja Anwar Juhri dan Kardiman, kontainer itu berisi berkas perkara banding antara pengusaha Gunawan Jusuf dan Salim Group. Anwar dan Kardiman adalah ketua majelis hakim tinggi yang menangani pertempuran dua konglomerat itu.

Anwar menghandel berkas banding dari Pengadilan Gunung Sugih. Kardiman khusus menekel berkas dari Pengadilan Kotabumi. ”Kami masih mempelajarinya. Berkasnya sangat banyak,” kata N.H.T. Siahaan, salah satu hakim tinggi, Rabu pekan lalu. Berkas bejibun itu tiba di pengadilan tinggi dua pekan setelah semua pihak yang berselisih menyatakan banding.

Pertengahan November lalu, Pengadilan Kotabumi di Lampung Utara dan Gunung Sugih di Lampung Tengah mengabulkan sebagian gugatan PT Garuda Pancaarta dan Sugar Group Companies terhadap keluarga Sudono Salim, sebagai pemilik lama Sugar Group, yang memiliki pabrik gula terpadu di Lampung. Pengadilan juga mengabulkan gugatan Garuda terhadap Marubeni dan Sumitomo Corporation.

Dari Lampung, geger perkara itu belakangan menembus Jakarta. Jumat dua pekan lalu, Sidang Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia memecat Todung Mulya Lubis sebagai pengacara. Todung yang menjadi pengacara Salim itu tidak boleh berpraktek seumur hidup. Majelis menganggap Todung terlibat konflik kepentingan dalam sengketa Sugar Group.

Sengketa ini bermula ketika Gunawan Jusuf membeli Sugar Group dalam lelang yang digelar Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2001. Aset yang sebelumnya dimiliki Salim Group itu merupakan bagian dari pembayaran utang Salim sebesar Rp 52 triliun sebagai pemilik Bank BCA ke pemerintah. Untuk membayarnya, Salim menyerahkan sejumlah aset melalui master of settlement and acquisition agreement (MSAA) yang diteken pada 21 September 1998.

Belakangan, pada 23 Agustus 2006, datang tagihan dari Marubeni Corporation kepada Sugar Group. Pada saat dibangun pada 1993 dan 1996, pabrik gula milik Sugar melalui dua anak perusahaannya, PT Sweet Indolampung dan PT Indolampung Perkasa, memang berutang ke Marubeni. Perusahaan Jepang itulah yang membangun pabrik gula dan memasok mesin buat Sugar senilai US$ 156 juta lebih.

Upaya Marubeni melayangkan tagihan itu kemudian membuka tabir bahwa kelompok Salim masih menandatangani akta hak tanggungan dengan Marubeni setelah menyerahkan aset ke Badan Penyehatan. Salim menyatakan masih berwenang melakukan pengikatan terhadap tanah dan bangunan. Hak tanggungan itu diikat akta fidusia dan terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Gunawan, yang ditagih Marubeni, pun merasa diperdaya. Ia kemudian mengadukan Salim ke Markas Besar Kepolisian Indonesia. Ia juga menggugat Salim dan mereka yang terkait dengan penjaminan tersebut di Lampung, Oktober 2006. Setelah setahun, jatuhlah putusan di Pengadilan Kotabumi dan Gunung Sugih.

Di Kotabumi, majelis hakim menyatakan 43 tergugat—di antaranya Salim Group dan Marubeni—terbukti melawan hukum karena melanggar pasal 8.5 perjanjian penyerahan aset. Pasal itu menyatakan status aset Sugar harus bersih (free and clear) dari segala bentuk jaminan utang (lien) saat dialihkan ke Badan Penyehatan.

Nyatanya, Sugar tak bersih dari utang. Marubeni, sebagai kreditor, mengaku masih memiliki tagihan yang berasal dari perjanjian utang dengan Salim pada Oktober 1999. ”Tergugat terbukti diam-diam menjaminkan kembali aset Sugar yang sudah diserahkan ke Badan Penyehatan kepada Marubeni Corporation,” kata Syofyansyah, ketua majelis hakim di Pengadilan Kotabumi ketika itu.

Atas dasar itu, hakim menyatakan perjanjian yang dibuat setelah penandatanganan MSAA, termasuk yang berkaitan dengan kewajiban Sugar terhadap Marubeni Corporation dan kreditor lain, batal demi hukum dan tak punya kaitan apa pun dengan Garuda selaku pemilik baru. Itu berarti keluarga Salimlah—selaku pemegang saham mayoritas yang lama—yang harus melunasi seluruh tunggakan.

Majelis menghukum keluarga Salim membayar denda US$ 50 juta dan ganti rugi Rp 5,6 miliar dengan bunga enam persen per tahun. Keterlambatan pembayaran dikenai denda Rp 50 juta per hari.

Di Gunung Sugih, majelis memerintahkan tergugat Marubeni Corporation, Sudono Salim, Anthoni Salim, Andree Halim, Daddy Hariadi, Benny Setiawan Santoso, Christian Kartawijaya, dan Santiago S. Navaro membayar ganti rugi Rp 92,6 miliar, berikut bunga enam persen per tahun, plus biaya perkara Rp 101,9 juta. Keterlambatan atas pembayaran putusan dikenai uang paksa Rp 50 juta per hari.

Ganti rugi itu juga harus ditanggung renteng oleh The Sumitomo Trust and Banking Co. Ltd. dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation. Sedangkan Sugar Group dibebaskan dari utang dan jaminan yang terjadi karena beban perjanjian antara Salim dan Marubeni.

Akta pengalihan hak tanggungan atas 220 ribu meter persegi tanah yang dilakukan PT Gula Putih Mataram di Mataram Udik, Lampung Tengah, kepada Marubeni juga dinyatakan batal karena tak memiliki kekuatan hukum. ”Sebab, itu dilakukan tanpa setahu Badan Penyehatan,” kata Bahuri, ketua majelis hakim Pengadilan Gunung Sugih.

l l l

Franciscus Welirang, Wakil Presiden Direktur PT Indofood Sukses Makmur, yang juga ipar Anthoni Salim, sempat mempertanyakan putusan itu. Menurut dia, klausul 8.5 itu mengacu pada status saham yang tak sedang digadaikan ke pihak ketiga saat diserahkan ke Badan Penyehatan—bukan pada aset dan berbagai kewajiban Sugar. Karena yang dialihkan adalah kepemilikan saham, baik aset maupun utangnya tetap melekat di perusahaan tersebut.

Berbagai kewajiban Sugar sedari awal juga sudah dilaporkan Salim kepada Badan Penyehatan dan diketahui Garuda selaku pembeli. Utang-utang itu, berikut mekanisme restrukturisasinya, juga telah diperinci dalam perjanjian pembelian Sugar oleh konsorsium Garuda, yang langsung diparaf dan diteken Gunawan Jusuf sendiri. Namun Hotman Paris berkukuh kliennya tidak tahu isi MSAA karena perjanjian itu tidak pernah diumumkan ke publik.

Pasal 8.5 MSAA itu berbunyi, ”Sebelum atau saat tanggal efektif penyerahan saham akuisisi… pemegang saham dan orang terkait harus sudah melepas segala bentuk jaminan utang (lien)… atas semua saham yang diakuisisi dan atas setiap properti atau aset dari perusahaan yang diakuisisi.”

Baik Salim maupun Marubeni langsung menyatakan banding. ”Tapi kami yakin menang karena bukti-bukti kami kuat,” kata Hotman.

l l l

GELANGGANG pertempuran tak cuma di persidangan. Di Jakarta, kantor pengacara Hotman Paris & Partners melayangkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. Surat tertanggal 19 Februari 2008 itu menyebutkan Marubeni telah mengalihkan tagihan ke Salim Group. ”Pengalihan itu dilakukan diam-diam dan tidak pernah dibuka di persidangan,” kata Hotman.

Dalam surat itu, kantor Hotman juga menyertakan empat berkas akta notaris dan pendirian Mekar Perkasa—masih milik keluarga Salim. Dalam akta notaris itu tertulis Mekar Perkasa telah membayar sebagian kewajiban Indolampung Perkasa dan Sweet Indolampung sebesar US$ 78,09 juta dan 1,682 miliar yen. Keduanya juga telah meneken tiga surat perubahan perjanjian penanggungan utang dan jaminan. Tindakan ini, kata Hotman, melanggar hukum karena pengalihan tagihan itu atas obyek hak tanggungan dan fidusia yang sedang disita pengadilan.

Pengalihan piutang ke Mekar Perkasa itu terjadi pada Februari 2007 atau delapan bulan sebelum putusan pengadilan negeri diketuk. Namun Marubeni, kata Hotman, hingga akhir putusan selalu mengaku sebagai kreditor Sugar. Ia baru mengetahui pengalihan itu awal 2008. ”Saya sampai membayar intelijen internasional,” katanya.

Pengacara Salim menepisnya. Menurut Perry Cornelius, pengalihan itu tidak melanggar hukum sama sekali. Soalnya, Mekar Perkasa adalah penjamin saat Sugar menerima cipratan dana dari Marubeni. Jadi tagihan tak hanya dilayangkan ke Sugar, tapi juga bisa ke Mekar Perkasa. Soal kenapa pengalihan itu tak terungkap di pengadilan, Perry menilai ini kesalahan penggugat yang tak pernah bertanya atau menyingkapnya di pengadilan.

Dari gelagatnya, ditambah pemecatan Todung, kemelut dua gajah di ladang gula itu tampaknya belum akan reda.

Yandhrie Arvian, Nurochman Arrazie (Bandar Lampung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus