Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Mengadukan Hamba Wet

Sindikat jual beli bayi di deli serdang. danres deli serdang di tebing tinggi, letkol g.e.j rorong diperiksa opstibda, dituduh memeras seorang tersangka yang terlibat dalam sindikat tersebut.(krim)

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDUDUK Deli Serdang masih bertanya-tanya dengan cemas dan gelisah: Apa betul ada sindikat penculikan dan jual-beli bayi? Seraya melakukan penangkapan terhadap beberapa tersangka, Komandan Kepolisian Deli Serdang di Tebingtinggi (Sum-Ut), Danres Letkol. G.E.J. Rorong, memang pernah berjanji: "Pokoknya nanti akan kami beberkan kasus itu!" Tapi, buntutnya, dikabarkan pejabat itu sendiri yang kini terkena perkara. Baru beberapa bulan menjabat Danres di Deli Serdang -- belum lagi setengah tahun -- Letkol Rorong telah ditarik ke Medan sebagai "staf pribadi Kadapol" pertengahan bulan lalu. Sumber-sumber resmi menyatakannya sebagai pemutasian biasa. Namun, sumber yang lain membenarkan, Rorong tengah diperiksa Opstibda Sum-Ut. Yaitu berkenaan dengan pengaduan dua orang penduduk Tebingtinggi yang menuduhnya melakukan pemerasan. Pengaduan dibuat oleh Eddy alias Cheo Hoet Seng (34 tahun) dan Soenarji alias Lie Thiam Lai (43 tahun). Eddy, katanya, mempunyai seorang famili bernama Ang Nam Hwa. Suatu hari keluarganya itu berurusan dengan polisi. Nam Hwa disangka "membeli" bayi dari seseorang bernama Sek Liu. Nam Hwa memang ada menyerahkan uang kepada Sek Liu. Entah berapa jumlahnya. Hanya, menurut Eddy, sekedar pembayar uang susu, bidan dan perawatan rumah sakit. Nam Hwa berani menerima bayi tersebut, menurut Eddy, karena Sek Liu menyatakannya sebagai anak seorang keturunan Tionghoa yang terlantar. Siapa tahu kemudian muncul seseorang, pribumi, mengaku orang tua bayi asuhan Nam Hwa tersebut. Apa yang dibicarakan kedua orang tua tersebut tak jelas. Namun, menurut Eddy, setelah mengetahui anak siapa bayinya, Nam Hwa tak berminat lagi mengasuhnya. Apalagi bersamaan dengan itu di luar berita burung makin gencar: ada sindikat penculikan dan jual-beli bayi (lihat box). Nam Hwa mengembalikan anak angkatnya. Tapi sebelum itu ia memang sudah berurusan dengan polisi. Ia ditahan dengan tuduhan "membeli" bayi. Keluarganya kemudian berikhtiar melepaskannya dari tahanan. Urusan dengan polisi terus berlang sung -- meski pemeriksaan, seperti pengaduan Eddy, telah selesai. Nam Hwa menyerahkan urusan kepada Eddy dan Soenarji. Kedua orang inilah yang kemudian, seperti diceritakan kepada Opstibda, menemui Danres Rorong. Mereka menyimpulkan pembicaraan dengan Danres sebagai berikut: Nam Hwa tak akan ditahan bila sanggup menyerahkan sebuah televisi berwarna, merek ITT 26', berikut pesawat video JVC. Sekitar pertengahan Mei lalu, "atas persetujuan dan kuasa Nam Hwa", dibelilah barang-barang tersebut dari sebuah toko di Medan. Pembayaran dilakukan dengan sebuah cek, Rp 2,415 juta, dan barang-barang tersebut diantar petugas toko ke rumah Danres sekitar pukul 20.30. Dengan cara begitu, menurut para pengadu, Danres bilang "tidak menyolok . . . " Meski upeti telah diserahkan, menurut Eddy, Nam Hwa masih saja dicari-cari polisi. Eddy kembali menemui Rorong. Pembicaraan disimpulkan Eddy sebagai berikut: Rorong menganggap upetinya masih kurang. "Harus ditambah (dengan uang) Rp 3,6 juta lagi . . . " Dengan begitu, kata Eddy, Danres menjanjikan polisi tak akan mengutik-utik urusan bayi selama tiga tahun. Eddy dan Soenarji angkat tangan -- tak mampu lagi memenuhi permintaan sang Danres. Akibatnya Nam Hwa kembali masuk tahanan. Bersamanya ditahan pula "mata rantai" jual-beli bayi seperti Nuraini, Tan Co Bo alias Bebo dan Sie Liu. Eddy dan Sunarjo sendiri, merasa terancam pula, kabur dan bersembunyi di Medan. Dari tempat persembunyiannya itulah keduanya membuat pengaduan ke Opstibda Sum-Ut lengkap disertakan dengan apa yang mereka sebut sebagai bukti. Antara lain kwitansi pembayaran televisi dan Video serta surat pengantar barang yang diterima Nyonya Rorong -- dan diteken dengan namanya sendiri: Nyonya L. Nirwani. Tuduhan kedua orang tersebut memang belum tentu benar seluruhnya. Hasil pemeriksaan Opstibda yang akan menentukan. Letkol Rorong sendiri membantah. "Semua itu tidak benar dan fitnah," ujar Rorong (48 tahun) kepada TEMPO. Yang benar? "Mereka hendak menyuap dan dibantu orang-orang tertentu, yang sengaja menukangi, bermaksud menjatuhkan saya," kata perwira tersebut. Adapun tentang televisi dan video, yang dianggap bukti pemerasannya, dikatakannya hanya "dibuat-buat". Ia memang ada memesan barang-barang tersebut. Karena sudah kenal baik dengan pemilik toko, katanya, ia boleh menerima barang pesanannya di muka dan dengan pembayaran tiga bulan kemudian. Nah, kesempatan itulah katanya, dimanfaatkan Eddy yang tanpa sepengetahuannya -- ketika itu ia sedang mengikuti penataran di Jakarta -- membayarkan utangnya. Barang-barang tersebut, kata Rorong, telah dikembalikan ke penjualnya. Kepada para pengadu, katanya lagi, ia hendak menuntutnya sebagai kejahatan fitnah. Di pengadilan -- kelak bila urusan sampai juga ke sana -- orang bisa menyaksikan: "adu pandai" soal hukum antara hamba wet dengan rakyat biasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus