PENDUDUK Deli Serdang masih bertanya-tanya dengan cemas dan
gelisah: Apa betul ada sindikat penculikan dan jual-beli bayi?
Seraya melakukan penangkapan terhadap beberapa tersangka,
Komandan Kepolisian Deli Serdang di Tebingtinggi (Sum-Ut),
Danres Letkol. G.E.J. Rorong, memang pernah berjanji: "Pokoknya
nanti akan kami beberkan kasus itu!" Tapi, buntutnya, dikabarkan
pejabat itu sendiri yang kini terkena perkara.
Baru beberapa bulan menjabat Danres di Deli Serdang -- belum
lagi setengah tahun -- Letkol Rorong telah ditarik ke Medan
sebagai "staf pribadi Kadapol" pertengahan bulan lalu.
Sumber-sumber resmi menyatakannya sebagai pemutasian biasa.
Namun, sumber yang lain membenarkan, Rorong tengah diperiksa
Opstibda Sum-Ut. Yaitu berkenaan dengan pengaduan dua orang
penduduk Tebingtinggi yang menuduhnya melakukan pemerasan.
Pengaduan dibuat oleh Eddy alias Cheo Hoet Seng (34 tahun) dan
Soenarji alias Lie Thiam Lai (43 tahun). Eddy, katanya,
mempunyai seorang famili bernama Ang Nam Hwa. Suatu hari
keluarganya itu berurusan dengan polisi. Nam Hwa disangka
"membeli" bayi dari seseorang bernama Sek Liu.
Nam Hwa memang ada menyerahkan uang kepada Sek Liu. Entah berapa
jumlahnya. Hanya, menurut Eddy, sekedar pembayar uang susu,
bidan dan perawatan rumah sakit. Nam Hwa berani menerima bayi
tersebut, menurut Eddy, karena Sek Liu menyatakannya sebagai
anak seorang keturunan Tionghoa yang terlantar.
Siapa tahu kemudian muncul seseorang, pribumi, mengaku orang tua
bayi asuhan Nam Hwa tersebut. Apa yang dibicarakan kedua orang
tua tersebut tak jelas. Namun, menurut Eddy, setelah mengetahui
anak siapa bayinya, Nam Hwa tak berminat lagi mengasuhnya.
Apalagi bersamaan dengan itu di luar berita burung makin gencar:
ada sindikat penculikan dan jual-beli bayi (lihat box).
Nam Hwa mengembalikan anak angkatnya. Tapi sebelum itu ia memang
sudah berurusan dengan polisi. Ia ditahan dengan tuduhan
"membeli" bayi. Keluarganya kemudian berikhtiar melepaskannya
dari tahanan.
Urusan dengan polisi terus berlang sung -- meski pemeriksaan,
seperti pengaduan Eddy, telah selesai. Nam Hwa menyerahkan
urusan kepada Eddy dan Soenarji. Kedua orang inilah yang
kemudian, seperti diceritakan kepada Opstibda, menemui Danres
Rorong. Mereka menyimpulkan pembicaraan dengan Danres sebagai
berikut: Nam Hwa tak akan ditahan bila sanggup menyerahkan
sebuah televisi berwarna, merek ITT 26', berikut pesawat video
JVC.
Sekitar pertengahan Mei lalu, "atas persetujuan dan kuasa Nam
Hwa", dibelilah barang-barang tersebut dari sebuah toko di
Medan. Pembayaran dilakukan dengan sebuah cek, Rp 2,415 juta,
dan barang-barang tersebut diantar petugas toko ke rumah Danres
sekitar pukul 20.30. Dengan cara begitu, menurut para pengadu,
Danres bilang "tidak menyolok . . . "
Meski upeti telah diserahkan, menurut Eddy, Nam Hwa masih saja
dicari-cari polisi. Eddy kembali menemui Rorong. Pembicaraan
disimpulkan Eddy sebagai berikut: Rorong menganggap upetinya
masih kurang. "Harus ditambah (dengan uang) Rp 3,6 juta lagi . .
. " Dengan begitu, kata Eddy, Danres menjanjikan polisi tak akan
mengutik-utik urusan bayi selama tiga tahun.
Eddy dan Soenarji angkat tangan -- tak mampu lagi memenuhi
permintaan sang Danres. Akibatnya Nam Hwa kembali masuk
tahanan. Bersamanya ditahan pula "mata rantai" jual-beli bayi
seperti Nuraini, Tan Co Bo alias Bebo dan Sie Liu.
Eddy dan Sunarjo sendiri, merasa terancam pula, kabur dan
bersembunyi di Medan. Dari tempat persembunyiannya itulah
keduanya membuat pengaduan ke Opstibda Sum-Ut lengkap disertakan
dengan apa yang mereka sebut sebagai bukti. Antara lain kwitansi
pembayaran televisi dan Video serta surat pengantar barang yang
diterima Nyonya Rorong -- dan diteken dengan namanya sendiri:
Nyonya L. Nirwani.
Tuduhan kedua orang tersebut memang belum tentu benar
seluruhnya. Hasil pemeriksaan Opstibda yang akan menentukan.
Letkol Rorong sendiri membantah. "Semua itu tidak benar dan
fitnah," ujar Rorong (48 tahun) kepada TEMPO. Yang benar?
"Mereka hendak menyuap dan dibantu orang-orang tertentu, yang
sengaja menukangi, bermaksud menjatuhkan saya," kata perwira
tersebut.
Adapun tentang televisi dan video, yang dianggap bukti
pemerasannya, dikatakannya hanya "dibuat-buat". Ia memang ada
memesan barang-barang tersebut. Karena sudah kenal baik dengan
pemilik toko, katanya, ia boleh menerima barang pesanannya di
muka dan dengan pembayaran tiga bulan kemudian. Nah, kesempatan
itulah katanya, dimanfaatkan Eddy yang tanpa sepengetahuannya --
ketika itu ia sedang mengikuti penataran di Jakarta --
membayarkan utangnya.
Barang-barang tersebut, kata Rorong, telah dikembalikan ke
penjualnya. Kepada para pengadu, katanya lagi, ia hendak
menuntutnya sebagai kejahatan fitnah. Di pengadilan -- kelak
bila urusan sampai juga ke sana -- orang bisa menyaksikan: "adu
pandai" soal hukum antara hamba wet dengan rakyat biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini