Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah merespons soal aparat penegak hukum yang belum menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam kasus kekerasan seksual. Menurut dia, kondisi ini disebabkan karena kepolisian, jaksa penuntut umum dan hakim belum benar-benar memahami konsep UU TPKS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Selain itu, juga ada perbedaan penafsiran antara polisi, jaksa dan hakim dalam mengontruksikan unsur tindak pidana kekerasan seksual,” kata Ami, sapaan akrab Siti Aminah, saat dihubungi Selasa, 10 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Karena itu, dia berharap selain pemerintah segera mengesahkan peraturan pelaksana dari UU TPKS, aparat penegak hukum atau biasa disingkat APH juga harus disediakan panduan untuk memahami UU TPKS.
Dia tak mempermasalahkan apabila masih ada kepolisian yang masih menggunakan pasal-pasal pencabulan atau pemerkosaan di KUHP. Namun, setelah ada UU TPKS, kepolisian wajib menggabungkan pasal di KUHP dengan aturan dasar dari tindak pidana kekerasan seksual, yakni TPKS.
“Penggunaan KUHP untuk TPKS perkosaan atau pencabulan tidaklah salah, sepanjang di-juncto-kan dengan Pasal 4 ayat 2 UU TPKS agar hukum acara dan hak-hak korban mengacu ke UU TPKS,” ucapnya.
Ini sekaligus merespons aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Jaringan Peduli Perempuan pada kegiatan 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) saat Car Free Day di Kota Padang pada Minggu, 8 Desember 2024 kemarin.
Dalam aksi itu, Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, Rahmi Meri Yenti, menyatakan banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di Padang tetapi tidak diproses dengan menggunakan UU TPKS. Nurani mencatat belum ada kasus kekerasan seksual di Sumatera Barat yang diproses menggunakan UU tersebut.
"Aparat penegak hukum masih cenderung menggunakan UU Perlindungan Anak atau UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," kata Rahmi.
Selain itu, Ami turut menjelaskan bahwa Pasal 4 ayat 2 UU TPKS dalam hukum acara kasus kekerasan seksual, disebut juga dengan pasal jembatan. Pasal itu yang menghubungkan UU TPKS dengan peraturan peundang-undangan lainnya yang memuat larangan tindak pidana kekerasan seksual.
“Seperti KUHP, UU Perlindungan Anak, UU PTPPO, UU Pornografi, UU PKDRT dan UU Tindak Pidana Pencuian Uang, termasuk nanti dengan KUHP 2026. Tujuannya adalah agar hukum acara pidana tidak menggunakan KUHAP dan pemenuhan hak-hak korban menggunakan UU TPKS,” kata dia.