Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik dianggap terlalu rumit dan mahal untuk mencegah infeksi virus Covid-19.
Vaksin Covid-19 yang sudah digunakan luas saat ini terbukti cukup baik menginduksi respons imum.
Vaksin sel dendritik mereplikasi sesuatu yang biasa terjadi dalam tubuh tetapi dilakukan di luar tubuh alias di dalam laboratorium.
YETTY Movieta Nency mendadak sontak tak mau berbicara. Anggota tim peneliti vaksin Nusantara yang sebelumnya mudah dimintai penjelasan mengenai vaksin untuk Covid-19 yang telah menyelesaikan uji klinis fase I itu menolak diwawancarai. Ia mengatakan klarifikasi dari tim peneliti sudah cukup banyak. “Imbauan dari peneliti pusat untuk sementara belum perlu mengakomodasi interview tambahan dulu. Saat ini peneliti sangat sibuk mempersiapkan laporan fase I dan biar fokus persiapan fase II,” tulis Yetty dalam pesan WhatsApp kepada Tempo, Selasa, 23 Februari lalu.
Peneliti pusat yang dimaksud Yetty adalah koleganya di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Balitbangkes bekerja sama dengan PT Rama Emerald Multi Sukses dalam uji klinis vaksin Nusantara, yang penandatanganan perjanjiannya disaksikan oleh Menteri Kesehatan kala itu, Terawan Agus Putranto, pada 22 Oktober 2020. Balitbangkes lalu menggandeng Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, tempat Yetty bekerja, untuk melakukan uji klinis fase I.
Kepala Balitbangkes Slamet mengakui pihaknya membiayai penelitian uji klinis fase I saat ditanyai wartawan dalam webinar di Jakarta, Jumat, 19 Februari lalu. Namun dia tak menyebutkan berapa dana yang dikucurkan. “Jawabannya iya, kami membiayai (uji klinis) fase I,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo