Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggiring Para Bebek

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI para pejabat, ada cara sederhana untuk mengukur apakah pemberian yang diterimanya itu masuk kategori gratifikasi atawa tidak. ”Jika merasa tidak nyaman dengan pemberian itu, tolak saja, bisa jadi itu sudah masuk gratifikasi,” kata Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Waluyo.

Soal gratifikasi diatur dalam Pasal 12-B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Inti pasal UU Nomor 20/2001 ini, setiap pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap jika berkaitan dengan jabatannya. Jika pemberian tersebut nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa pemberian itu bukan suap, menurut pasal ini, dilakukan sang penerima hadiah. Adapun jika nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi itu suap dibebankan kepada penuntut umum. Apabila terbukti hadiah itu merupakan suap, pejabat tersebut bisa dibui seumur hidup atau dihukum minimal empat tahun penjara.

Gratifikasi mencakup banyak hal. Pejabat yang dibelikan tiket pesawat terbang oleh rekanan kantornya, ditraktir main golf, mendapat kiriman parsel, atau menerima bingkisan berlebihan saat pesta pernikahan anaknya, semua bisa dibidik dengan ”pelanggaran pasal gratifikasi”.

Untuk menghindarkan tuduhan menerima suap dalam beragam wujud itu, undang-undang memberikan tempo sebulan bagi penyelenggara negara untuk melapor ke KPK soal kado yang diterimanya. Komisi inilah yang mengetuk palu: apakah hadiah itu menjadi milik penerima atau milik negara.

Kendati sudah diatur dalam undang-undang, pelaporan gratifikasi sampai kini terhitung minim. Tahun ini, dari 4 juta pegawai negeri dan penyelenggara negara, termasuk DPR, yang melapor perihal gratifikasi sekitar 330 orang. Tahun sebelumnya, jumlah yang melapor sekitar separuhnya.

KPK pernah melakukan survei terhadap aparat pemerintah berkaitan dengan soal gratifikasi. Hasilnya, tujuh persen menyatakan selalu menolak hadiah, 20 persen dengan sadar menerima hadiah—kendati tahu itu melanggar aturan—dan sisanya ”lihat kiri-kanan” dulu: menampik jika rekan-rekannya menolak, dan membuka tangan lebar-lebar jika rekannya juga menerima. ”Lebih banyak yang membebek dan tugas kami mengarahkan para pembebek ini ke angka tujuh persen,” kata Waluyo.

LRB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus